Semua Bab Cinta CEO dalam Jebakan: Bab 251 - Bab 260
356 Bab
S2| 100. Tanda Cinta
“Pantas saja Mia sangat peduli kepada Sebastian. Ternyata, mereka memang pernah dekat,” batin Julian di balik raut datarnya. Sembari menghela napas, pria itu melayangkan pandang ke arah bukit-bukit hijau yang memagari rerumputan. Lagi-lagi, pemandangan yang seharusnya mengundang decak kagum, gagal menyita perhatiannya. Jendela kaca yang dipasang di sepanjang gerbong seolah kurang besar untuk memuaskan mata sang CEO. “Bukankah ini sangat indah?” bisik Mia sembari menyandarkan kepala pada pundak sang pria. Dalam sekejap, Julian memaksakan senyum dan mengusap tangan yang kini tak bosan bertengger pada lekuk sikunya. “Ya. Ini sangat menyegarkan,” timpal pria itu menggunakan logika. “Jika Cayden datang ke sini, dia pasti ingin berlari di padang rumput itu mengejar domba-domba. Atau mungkin, dia akan berguling-guling dan membuat ibunya kewalahan,” gumam sang gadis sebelum tersenyum manis. Menyaksikan kebahagiaan sang kekasih, rasa bersalah p
Baca selengkapnya
S2| 101. Golden Hour
“Wah,” desah gadis yang tak bisa memalingkan mata dari gunung berbentuk piramida dengan selimut salju di puncaknya. “Bukankah itu sangat indah?” gumamnya sambil menempelkan telapak tangan pada dinding kaca di hadapannya. “Bagaimana, Mia? Apakah gunung itu sama persis dengan yang ada di bungkus cokelat favoritmu?” bisik Julian sembari membungkus punggung sang kekasih dengan tubuhnya.   “Ya,” angguk gadis itu dengan mata berkaca-kaca. “Orang yang menggagasnya pasti sangat cerdas.” Sambil tertawa kecil, Julian mengecup kepala sang kekasih. “Apakah kau sudah tidak sabar ingin naik ke atas sana?” “Ya. Sepertinya, malam ini aku tidak akan bisa tidur karena saking antusiasnya,” timpal gadis yang masih belum melepas puncak lancip Matterhorn dari pandangan. “Bagaimana kalau kita tunda saja keberangkatan kita ke Gornergrat? Besok pagi, kita langsung ke atas sana,” usul Julian, sontak membuat Mia berbalik menghadapnya. “Apakah kau serius?” d
Baca selengkapnya
S2| 102. Mari Berbuat Dosa
Dengan tangan yang gemetar, Julian memperlihatkan isi kotak kepada sang gadis. Setelah menghela napas, mengurangi kegugupan yang menggelitik hati, ia berkata, “Mia Sanders, mengenalmu adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupku. Kuharap, kau tidak keberatan untuk terus menjadi alasanku tersenyum di pagi hari, bersemangat saat bekerja, dan berdebar saat malam tiba.”Dengan mata berkaca-kaca dan mulut yang kebingungan memilih kata, Mia menggeleng-geleng tak percaya. Tidak tahu harus melakukan apa, gadis itu akhirnya menghela napas pendek dan memiringkan kepala, menatap Julian dengan penuh keharuan.“Aku tahu lamaran ini memang sedikit terlambat. Tapi, aku ingin kau tahu bahwa Julian Evans sungguh ingin menjadi laki-laki yang terbaik untukmu. Aku rela menjadi apa saja untuk membuatmu bahagia. Pria yang romantis, penuh perhatian, pemberani, dan dapat diandalkan. Aku akan selalu berusaha, Mia.”Melihat kesungguhan Julian, sang gadis pun
Baca selengkapnya
S2| 103. Pagi yang Membara
Ketika membuka mata, lagi-lagi Mia tidak melihat keberadaan Julian. Sambil mengerutkan alis, gadis itu meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal. “Kenapa badanku sakit semua?” pikirnya, belum sadar penuh. Tepat saat ia hendak mengangkat kepala mencari sang kekasih, ingatan tentang semalam tiba-tiba melintas dalam benaknya. Dalam sekejap, mata gadis itu terbelalak dan mulutnya pun terbuka lebar. “Astaga! Kami benar-benar melakukannya?” batin Mia dengan alis terangkat maksimal. Selang satu kedipan, gadis itu mengintip ke balik selimut. Tubuh yang penuh dengan jejak cinta sang CEO sontak membangkitkan rasa malu. Tanpa berpikir panjang, ia mencengkeram selimut dan menariknya hingga menutupi setengah wajah. Sambil membenamkan diri lebih dalam pada ranjang, Mia mengulas apa saja yang mereka lakukan sebelum terlelap. Ia ingat betapa gagahnya Julian, betapa tak berdaya dirinya, dan betapa aneh suara yang ia keluarkan setiap laki-laki itu melambungkan
Baca selengkapnya
S2| 104. Terlalu Keras
“Julian,” bisik Mia ketika mereka baru beberapa langkah keluar dari hotel, “apakah cara berjalanku aneh?” Dengan alis berkerut, sang pria menundukkan kepala, memperhatikan gerak kaki gadis di sampingnya. Selang beberapa saat, ia menggeleng samar. “Tidak. Ada apa?” “Aku merasa ... sedikit tidak nyaman,” ujar Mia sambil meringis kecil. Mengerti dengan apa yang dimaksud oleh sang kekasih, Julian sontak mengulum senyum. “Apakah aku terlalu keras padamu?” tanyanya tepat di pintu telinga sang gadis. Dengan pipi yang agak menggembung, Mia berkedip-kedip mengatasi kecanggungan. “Tidak juga,” jawabnya pelan. “Tapi, entah kenapa ... rasanya agak aneh.” Gemas dengan tingkah kekasihnya, Julian pun mendenguskan tawa. Sambil mengusap lengan sang gadis, pria itu kembali mendekatkan bibirnya. “Sepanjang pengetahuanku, hal itu memang wajar bagi wanita yang baru pertama kali melakukannya.” “Apakah kau lupa? Sebelum ini, kita sudah pernah melakukannya. S
Baca selengkapnya
S2| 105. Seindah Salju Abadi
“Apakah kau takut?” bisik gadis yang menyadari bahwa wajah sang kekasih sudah mulai memucat. “Tidak,” sahut Julian datar, tanpa bergerak sedikit pun. Kepalanya terlalu tegang untuk bisa digelengkan. Sembari mengulum senyum, Mia pun menggenggam tangan sang pria. “Cobalah untuk tidak menghitung ketinggiannya! Fokus saja pada pemandangan yang tidak akan pernah dijumpai di tempat lain,” ucap gadis itu, menanamkan sugesti. Sedetik kemudian, ia menunjuk ke luar jendela. Mereka baru saja melewati daun tertinggi dari sebatang pohon. “Lihatlah! Kapan lagi kita bisa sejajar dengan puncak pinus? Bukankah ini sangat keren?” Alih-alih memperhatikan arah telunjuk sang kekasih, Julian hanya melirik sekilas dan mengangguk. “Ya. Sangat keren,” desah pria yang harus hemat oksigen. Ia sadar bahwa tempat yang mereka tuju akan lebih tinggi dari gondola beberapa waktu lalu.    Merasa dirinya gagal menenangkan Julian, Mia pun menghela napas samar.
Baca selengkapnya
S2| 106. Pertemuan Tak Terduga
Usai mengamati setiap bentuk pahatan es di istana gletser, Julian dan Mia akhirnya kembali menyapa alam terbuka. Dari peron yang memiliki ketinggian 3.883 meter di atas permukaan laut, pemandangan puncak pegunungan bersalju tampak lebih jelas. Hal itu sontak memukau sang gadis sekaligus menghambat peredaran darah sang pria. “Ini sangat luar biasa, Julian,” desah Mia sembari merentangkan tangan dan menghirup udara dalam-dalam. Gadis itu sama sekali tidak terdampak pada atmosfer yang lebih tipis dari biasanya. Sementara itu, Julian masih berjuang mengusir rasa takut. Dengan tangan terkepal erat, ia memaksa keceriaan untuk tetap melekat pada wajahnya. “Benar. Kalau saja kau masih memiliki cincin, aku pasti akan melamarmu lagi,” gurau pria itu, berusaha mengalahkan kekakuan dalam sel-sel tubuhnya. Selang satu tawa kecil, Mia menggeleng lambat. “Tolong jangan lakukan itu lagi. Hatiku bisa melambung menembus awan saking terharunya,” celetuk gadis itu sambil
Baca selengkapnya
S2| 107. Kembalinya Mantan Kekasih
“Jadi, kabar tentangmu dan model terkenal itu tidak benar?” selidik Amber sembari menarik cangkir berisi cokelat hangat ke hadapannya. “Ya, itu hanya kesalahpahaman,” angguk Julian sembari meninggikan alis sekilas. “Percaya atau tidak, sejak awal aku sudah curiga dengan kebenaran berita itu. Mengingat betapa setianya kau kepadaku dulu membuatku ragu kalau kau tega mengkhianati Mia seperti itu,” celetuk sang wanita, sama sekali tidak mempertimbangkan konsekuensi dari ucapannya. Meski Amber sudah mengikhlaskan masa lalu, sang sekretaris masih belum memandangnya begitu. Sembari menahan kekhawatiran, gadis itu memaksakan bibir untuk melengkung. “Aku memang bodoh sempat meragukan kesetiaan Julian padaku,” gumam Mia, menyamarkan kecemburuan yang baru bertumbuh. Sedetik kemudian, Amber mendengus seolah mencemooh ucapan sang sekretaris. “Kau hanya akan membuang energi jika mencurigai Julian seperti itu. Dia bukanlah laki-laki yang gampang berpindah ke
Baca selengkapnya
S2| 108. Pahit dan Pedih
“Kau sangat mencintai gadis itu, hm?” gumam Amber, menyita perhatian. Setelah menggeser tatapan ke arah sang wanita, Julian mengangkat sebelah sudut bibir lebih tinggi. “Sangat,” sahutnya sambil kembali duduk. “Melebihi cintamu kepadaku dulu?” tanya Amber, terdengar jelas menyelipkan kekecewaan. “Ya,” angguk Julian tanpa ragu. Ia tidak ingin ada kesalahpahaman lagi di antara mereka. Sambil menjaga bibir tetap melengkung, sang wanita mengangguk-angguk. “Tentu saja. Gadis itu tidak pernah menyakitimu,” ujarnya, kental dengan penyesalan. Selang satu helaan napas cepat, Amber kembali mengangkat dagu. “Sekarang, karena Mia tidak di sini, kau bisa menjawab dengan jujur. Seandainya saat itu, kau tahu bahwa aku memang mencintaimu, apakah kau akan memberiku kesempatan terakhir?” Dalam sekejap, keheningan mengudara. Lewat tatapannya yang datar, Julian mengamati raut wajah sang mantan kekasih. “Apakah kau diam-diam berharap dapat menggeser posisi
Baca selengkapnya
S2| 109. Lolos dari Pengawasan
Dengan napas yang bergemuruh, Julian melihat ke sana kemari. Pria itu berharap dapat melihat calon istrinya di sekitar situ. Malangnya, berapa kali pun ia memeriksa setiap wajah, tidak ada satu pun yang mampu meredakan kekhawatiran. “Tidak,” desahnya sembari menggeleng samar. Sang pria masih berusaha menyangkal kenyataan bahwa Mia telah lolos dari pengawasannya. Mengetahui kepanikan si mantan kekasih, Amber sontak memiringkan kepala. “Ada apa, Julian? Kenapa kau ketakutan seperti ini?” Dengan bola mata bergetar hebat, sang pria membalas tatapan yang penuh tanya itu. “Mia,” sahutnya samar. Setelah menelan ludah, ia akhirnya melangkah maju dan mencengkeram lengan sang wanita. “Kita harus segera menemukannya. Dia sedang berada dalam bahaya!” “Apa maksudmu?” tanya Amber tanpa berkedip. Matanya jelas memancarkan keheranan. “Jangan panik dulu, Julian! Mungkin saja, dia sedang—” “Mia tidak mungkin pergi tanpa mengabariku!” hardik Julian, tida
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2425262728
...
36
DMCA.com Protection Status