All Chapters of Ketika Kamu Menjadi Aku: Chapter 111 - Chapter 120
125 Chapters
110. Diam-Diam
Setelah dua hari lalu Raden mengirim pesan dengan emotikon yang sama sekali tidak cocok dengannya, tiba juga hari di mana mereka akan bertemu. Anehnya, Raden tidak mnegatakan apa pun mengenai pertemuan mereka seakan tak pernah menjanjikan hal tersebut. Entah jam berapa dan di mana mereka akan bertemu. "Apa dia benar-benar tak ingat?" gumam Anna sendirian. Gara-gara itu juga sedari tadi dia tidak bisa fokus dan terus mencuri-curi pandang pada ponsel berlogo apel di samping komputer. Merasa penasaran ini tak lagi terbendung, dia putuskan untuk mengambil ponsel dan bertanya secara langsung melalui telepon. Nyaris saja Anna menekan kontak Raden seandainya seseorang tidak mengetuk pintunya untuk diperbolehkan masuk. Kembali ia geletakkan ponsel itu dan menyuruh sang pengetuk masuk. Rupanya itu adalah Laila. "Kenapa kamu ke sini? Apakah ada masalah?" "Tidak, Pak. Hanya saja saya ingin memberi laporan kepada Anda," beritahu Laila sesudah kembali menutup pintu dengan
Read more
111. Malam Terindah
Di tengan sejuknya udara malam, suara kapal yang melewati air berdesir, bintang-bintang di langit yang remang-remang tertutup cahaya kota, saat itulah Anna mendengar seseorang membisikkan sesuatu di ujung telinga. "I love you to the moon and back." Barusan saja pernyataan cinta itu membuat jantung Anna terasa seperti berhenti berdetak selama satu detik. Padahal dia sudah menduga hal seperti ini bisa saja terjai, tapi ternyata tetap terkejut seakan sejak awal tidak tahu apa-apa. Lidahnya terasa kaku padahal ingin berkata-kata, tapi digantikan dengan gerakan tubuh yang ingin memutar ke belakang agar bisa langsung berhadapan pada sang suami. Menyadari gerakan kecil itu, justru Raden mengeratkan pelukannya dan menahan Anna untuk diam secara penuh. "Jangan bergerak. Kita nikmati malam ini dengan seperti ini." Baiklah, Anna menuruti permintaan tersebut. Tak lagi dia bergerak dan kembali menatap langit. Seiring keheningan berlalu, suara alunan musik
Read more
112. Bendera Perang
Hari ini Noah diminta Malik untuk pergi bersama bermain golf di lapangan yang sudah disewa khusus. Kebetulan sedang tidak ada semua hal yang harus diurus sudah terkendali olehnya sehingga permintaan itu disanggupi meski harus mengambil tengah jam kerja.  Lapangan hijau itu adalah lapangan yang sangat luas. Bahkan jika masih ada lima sampai enam orang bermain golf di sana selain mereka, pasti suasana akan tetap terasa sepi saking lebarnya lapangan. Hal itu membuat Noah semakin penasaran, mengapa Malik harus mereservasi lapangan seluas ini untuk bermain berdua saja? Ketika pria muda itu tiba, sudah ada Malik yang memukul bola putih dan memandang jauh untuk memastikan bola tersebut masuk ke lubang target. Noah sempat memperhatikan arah pukulan itu dan bisa langsung menebak. "Pukulan tadi agak meleset, ya?" "Benar. Sepertinya aku terlalu lama tidak memainkan ini," keluh Malik sebelum berbalik untuk mengambil bola. Sekali lagi tubuhnya diposisikan siap memuku
Read more
113. Berusaha Menghentikan
Di dalam ruangan kerja yang selebar sebuah kamar master di penthouse mewah, ada berbagai tumpukan dokumen penting dan seseorang yang tak bisa melepaskan mata dari Ipad-nya. Untuk memastikan tidak ada yang salah, Raden membaca secara hati-hati. Semua barang yang terkumpul baik di atas meja atau di dalam Ipad-nya adalah bukti-bukti sah dari perbuatan menyeleweng Malik, dokumen resmi yang bisa menunjang laporan, dan juga data-data para saksi yang akan dihubungi jika dibutuhkan. Semua saksi itu adalah orang yang terlibat di dalam kecurangan Malik, entah menjadi korban atau pernah diperintah melakukan hal serupa. "Sebentar lagi," gumamnya pelan. Dia tak bisa melihat Malik, sosok yang menghancurkan keluarganya dan berusaha membuat perusahaan Kusuma jatuh bangkrut, tampak bahagia di atas semua penderitaan orang lain. Maka dari itu, dia bisa memastikan bom yang tak bisa terhindari sebentar lagi akan meledak dan mengenai tepat di sasaran. Suasana hari ini cukup baik, tidak ad
Read more
114. Noah's Act
Sejak hari itu, di mana dia melihat sendiri semua anggota keluarganya--kecuali adik ketiga--terbaring dengan darah kental yang berceceran di mana-mana dan tak lagi bernyawa, kehidupannya tak lagi sama. Tak ada lagi yang membuatnya bersemangat untuk hidup. Seandainya Malik tidak merawatnya, pasti dia juga sudah menyusul keluarganya ketika berjalan di jalanan yang kumuh nan sepi. Meski begitu, tetap saja Noah harus berterima kasih pada keluarga Setiawan itu. Berkat mereka, Noah tetap memiliki pendidikan yang baik dan tinggi serta tidak kehilangan fasilitas hidup yang memadai. "Aku tak ingin menjadi parasit untuk mereka. Aku harus melaukan sesuatu untuk mereka." Atas pemikiran itu, dia selalu menuruti apa yang Malik atau Masya katakan padanya. Selama bersekolah, dia memastikan dirinya menjadi peringkat satu, mendapat segala beasiswa agar tidak membebani Setiawan meski dia tahu kekayaan Setiawan tidak akan habis walaupun dia tak punya prestasi satu pun. Salah sat
Read more
115. Para Saksi
Sebentar lagi. Benar-benar sebentar lagi. Sebelum diserahkan, Raden mendatangi sebuah rumah kecil yang jauh dari kota dan harus ditempuh selama tujuh jam lebih. Beruntung semua orang yang dia perlukan sudah tiba terlebih dahulu sehingga tak perlu repot-repot menunggu lagi. "Mari kita mulai," ucap pria tersebut sebagai pembuka. Beberapa orang yang tidak lagi berkepentingan sudah ia usir, hanya menyisakan dirinya dan tiga orang lain yang akan menjadi calon saksi. "Kalian harus ingat bahwa saat ini kalian hanya dibolehkan mengatakan perkataan yang sejujur-jujurnya. Tidak boleh berdusta, meski itu adalah hal yang memalukan nama kalian." Secara serentak ketiga orang itu menganggukkan kepala. Baiklah, Raden akan segera memulai pertanyaan. "Pertama," Sorot matanya menuju pada seorang pria berumur enam puluh tahun, penampilannya sangat apa adanya. "Tolong sebutkan nama Anda." Si pria tua mulai memperkenalkan diri, "Nama saya Cahyo Adiwarna, sudah bekerja untu
Read more
116. Surat Panggilan
Air sudah mendidih dan segera dituangkan di teko teh. Selama beberapa menit teh diseduhkan dan kemudian dituang kembali di cangkir keramik. Dengan hati-hati agar tidak tumpah, Masya berjalan menghampiri sang suami dan meletakkan teh di meja samping.  Cuaca hari ini cukup bagus. Tidak terlalu panas ataupun hujan, bisa dibilang cukup sejuk bagi ibu kota. Hari ini terlalu damai. "Aku mendengar sesuatu dari Noah," celetuk Malik mendadak sambil menutup koran yang sudah dibaca selama lima belas menit. Setelah koran langganannya kembali terlipat rapi, ia lanjutkan pembicaraan barusan, "Raden hendak melakukan sesuatu padaku. Sudah beberapa minggu ini ada orang-orang di luar pegawai kantornya yang datang ke kantornya. Huh ... Tapi ini aneh. Raden terlihat seperti sengaja membuat kita dan Noah curiga." "Haish, Raden. Kenapa kita harus menikahkan Anna dengan dia, sih? Benar-benar menantu yang merepotkan. Kira-kira apa yang sedang dia rencanakan? Apakah Noah memberi
Read more
117. Cek CCTV
Siapa orang brengsek yang sudah menerobos masuk ruang kerja pribadi miliknya? Malik menghubungi pemimpin dari pengawal yang diam-diam dia sebarkan di sekitar rumah untuk menjaga keamanan. "Apakah ada seseorang yang masuk ke dalam rumah ini ketika tidak ada aku dan Masya?" Mustahil rasanya seseorang berhasil menerobos ruang kerja jika ada Masya. Sang istrinya tidak kalah strict untuk melarang siapapun masuk. Reaksi orang yang kali ini ditelepon cukup berbeda dengan orang-orang sebelumnya. Malik sudah berkali-kali mendapat jawaban tidak ada kebocoran apapun, sedangkan pemimpin pengawal kali ini memberitahu, "Saya tidak tahu--" Belum apa-apa Malik sudah mulai dibuat geram. "Tapi, memang ada sesuatu yang terjadi saat Bapak dan Ibu pergi ke luar negeri selama lima hari." "Maksudmu perjalanan bisnis yang terakhir ini?" "Iya. Saat itu, secara tiba-tiba semua pengawal diserang dan untuk beberapa jam kami tidak sadarkan diri. Lalu, s
Read more
118. Pembicaraan Sengit
"Kak, maafkan aku." Belum apa-apa, tiba-tiba Anna menerima telepon Ariel yang kemudian diisi dengan isakan tangis. Kebingungan, Anna berusaha bertanya selembut mungkin. "Ada apa, Ariel? Kenapa kamu nangis?" Sang adik terus mengatakan hal yang sama. "Maafkan aku." "Oke, oke. Aku akan memaafkan kamu asal kamu kasih tahu dulu, apa yang membuatmu menangis seperti ini?" Jelas pasti ada hal buruk yang menimpa adik keduanya.  "Ayah dan Ibu ... Mereka tahu perbuatanku yang menipu para pekerja rumah. Terus mereka bertanya kenapa aku melakukan itu. Ayah sangat menyeramkan. Jadi ... mau tidak mau aku menyebutkan nama Kakak. Maafkan aku." Menipu pekerja rumah? Apakah ini berkaitan dengan hari di mana Raden berusaha memasuki ruang kerja pribadi Malik saat berada di tubuhnya? Kalau memang benar yang dimaksud adalah hari itu, artinya mereka sudah mendapatkan surat panggilan polisi dan sedang mencari tahu apa yang sudah mereka lewatkan. "Kurasa sehabis i
Read more
119. Partner yang Bisa Diandalkan
Noah sudah menerima kabar bahwa saat ini Malik sedang berurusan dengan polisi akibat kebocoran informasi yang menyebabkan seseorang bisa melapor. Sedikit dia merasa khawatir, tapi tidak benar-benar khawatir. Mungkin kekhawatirannya hanya sekitar sepuluh persen sebagai bentuk simpati. Selain dari itu, bukan urusannya sebab dia tidak pernah berurusan dengan harta benda Setiawan. Toh, meski sudah dua puluh tahun lewat dia dirawat suami istri tersebut, tetap Noah pernah menjadi seorang korban dari kejahatan mereka. Di sela-sela istirahatnya, sang sekretaris mengetuk pintu dan masuk untuk melaporkan bahwa Raden menyampaikan permintaannya untuk makan malam bersama Noah. Tentu saja alasan di baliknya tidak dijelaskan. "Jika Bapak mengiyakan, Bapak bisa menghubungi Pak Raden," beritahunya sebelum keluar lagi dari ruangan. Noah dibuat menerka-nerka dan lebih berhati-hati untuk mengambil langkah selanjutnya. "Apakah dia mengajakku bertemu untuk menyombongkan diri? Kare
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status