Semua Bab Ketika Kamu Menjadi Aku: Bab 1 - Bab 10
125 Bab
Prolog
Tidak semua pernikahan didasarkan pada keinginan dua mempelai. Terkadang, mereka hanya melakukan perintah dari orang lain yang kelak akan mengubah masa depan mereka."Anna, kamu tahu, kan, kalau calon suamimu adalah orang yang baik? Dia tidak kekurangan satu hal pun. Semua ini kami lakukan dengan memperhatikanmu juga," ucap pria setengah baya tersebut dengan suara rendah.Terkadang ada pasangan yang berakhir jatuh cinta, tapi ada pula yang menutup hati untuk satu sama lain. Lama kelamaan, hati yang lama mati pun menjadi busuk."Lebih baik kita pisah rumah saja." Wanita itu terkejut setengah mati setelah suaminya memutuskan secara sepihak. Selama enam bulan pernikahan, tidak ada hal apa pun yang terjadi.Tidak ada pertengkaran, keromantisan, atau sentuhan sekalipun. Namun, secara mendadak pria tersebut, Raden, meminta tidak sekedar pisah kamar, tapi pisah rumah?"Kenapa?""Bukankah lebih baik kita berpisah dulu daripada merasa tidak nyaman?"
Baca selengkapnya
1. Tidak Ada Kebahagiaan Di Sini
Semua telah dia korbankan. Masa mudanya berlalu tanpa teman, tanpa kenangan yang berarti. Mimpinya telah lama mati, bahkan dia tidak bisa memilih jurusan yang diinginkan. Apapun yang wanita itu miliki, semua sudah ia serahkan pada orang tuanya. Biarlah dia menjadi boneka orang tuanya jika itu membawanya ke kebebasan.Bahkan, pernikahan yang selama ini ia bayangkan adalah sesuatu tersakral selama manusia hidup, juga ia korbankan demi kebebasan di depan mata.Wanita berambut lurus sebahu kini sedang melamun kosong ke luar jendela. Setelah semua yang ia lalui, akhirnya sang Ayah dan Ibu mau melepaskannya. Rantai tak terlihat yang selama ini menahan tubuhnya terlepas.Akan tetapi, ternyata tidak semudah itu.Orang tuanya memberikan kunci rantai yang baru dan lebih kuat kepada Raden Ezra Kusuma, pria yang saat ini menjadi suaminya.Selama enam bulan dia pindah ke rumah Raden, tidak ada perlakuan baik yang Anna terima selain tatapan kemusuhan dari lelaki
Baca selengkapnya
2. Kekacauan Terbesar
Kini jarum ujung selang infus sudah masuk ke dalam kulit punggung tangan Anna. Selama sang dokter memberitahu kondisi kesehatan Anna serta langkah-langkah yang harus diambil ke depannya, wanita itu tetap tidak bergeming. Raden sesekali melirik ke arahnya dengan tatapan tidak mengenakkan. “Terima kasih sudah mau datang ke sini,” ucap Raden berterima kasih.“Iya, tidak masalah. Kalau begitu saya pamit pulang dahulu.”Setelah kamar kembali sepi, barulah Raden mengacak rambut dan melonggarkan dasinya. Gara-gaa Anna, dia belum pulang ke rumahnya untuk beristirahat.“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Anna langsung dengan tatapan iritasi kepada pria tersebut. “Tidak usah sok peduli, selama ini kamulah penyebab kesengsaraanku.”“Kamu yakin aku adalah penyebabnya? Bukan dirimu sendiri?” balas Raden tidak senang. Meski begitu, dia tetap menjaga volume dan nada suara.“Sekarang kamu pergi dari sin
Baca selengkapnya
3. Mustahil Namun Nyata
Tangan dengan sarung tangan putih kini mencoba untuk membersihkan luka yang diperkirakan berada di sekitar sumbernya. Seseorang yang baru saja datang berbisik kepada dokter itu. "Katanya, pasien ini baru saja terkena tembakan." Dokter tersebut mengangguk dan kembali membersihkan sisa-sisa darah. Kalau begitu, mereka harus segera melakukan operasi untuk mengangkat peluru di daerah sekitar jantung. Tetapi, tunggu ada yang aneh. "Bagian mana yang terkena tembakan?" "Daerah jantung." Alis sang dokter berkerut bingung. Ia mencoba menelusuri dengan tangannya, siapa tahu lukanya tidak terlihat--meski seharusnya terlihat. Namun, ternyata tidak ada kulit yang terasa bolong. Sumber lukanya pun menghilang. "Apakah dia benar-benar ditembak?" Di sisi lain, masih ada Anna yang jatuh pingsan. Karena dia tidak memiliki luka selain di kedua telapak tangan, maka dia hanya dirawat untuk satu malam saja. Salah satu asisten rumah tangga mengajukan diri untuk menga
Baca selengkapnya
4. Kembalikan Tubuhku!
Sampai keesokan harinya mereka masih berada dalam status tertukar tubuh. Jiwa Anna yang berada di dalam tubuh Raden pun baru menyadarkan diri. Namun, bedanya dia hanya berdiam saja. Membiarkan dokter dan perawat datang mengecek perkembangan kondisi tubuh. Tidak banyak percakapan yang terjadi selain menjawab pertanyaan sang dokter.Anna bisa beristirahat lebih tenang dan nyenyak meski ia sadar bahwa mereka sedang mengalami hal yang aneh.Sedangkan Raden yang berada di tubuh Anna terbangun setelah tertidur tiga jam yang lalu. Itu pun bukan karena dia bangun sendiri, melainkan dibangunkan oleh seseorang yang cukup kasar. "Hei, bangunlah!"Siapa yang berani memerintah seperti itu kepadaku? Walaupun dia belum benar-benar sadar diri, ia mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang wanita beserta lelaki yang wajahnya sangat ia hafal."Apa yang sudah kamu lakukan?!" Suara wanita paruh baya tersebut meninggi, sama seperti kedua alisnya. "Rumahmu benar-ben
Baca selengkapnya
5. Solusi Konyol
Mau dipikirkan berapa kali pun, hasilnya tetap nihil. Otak Anna sudah tidak kuat untuk berpikir lagi. Pertukaran tubuh saja sudah aneh, maka akan seaneh apa cara mengembalik tubuh mereka? Tidak mungkin jika mereka harus melalui prosedur berbahaya seperti yang ada di drama Korea, kan? “Berpikirlah....” gumam Anna terus menerus. Kaki kanannya terus mengetuk lantai mobil sampai membuat supirnya melirik heran. Tidak seperti biasanya Raden akan bersikap segelisah ini. Meski ada hal yang terus mengganggu pikirannya, setidaknya kakinya tidak akan membuat ketukan seribut ini. “Bapak kelihatannya tidak mau menemui Bu Anna, ya? Kita masih bisa kembali ke rumah lagi,” usul sang supir. Namun, Anna langsung menggeleng kepala. “Tidak apa-apa. Kita tetap pergi ke rumah Anna,” suruhnya. Perjalanan kembali dilanjutkan meski gelagatnya tetap mengatakan bahwa ia memiliki banyak pikiran. Bagaimana ini? Pasti nanti Raden akan bertanya apakah dia sudah mendapatkan solusiny
Baca selengkapnya
6. Pulang Ke Rumah Ayah
Setelah semua kembali normal, hari-hari terlewati begitu saja. Tidak ada yang berubah kecuali pengawasan Anna yang lebih ketat. Raden pun semakin menegaskan bahwa semua kepergian Anna harus dilaporkan ke dirinya. Anna tahu bahwa dia diawasi nyaris 24 jam. Akan tetapi, dia sudah tidak ada niatan untuk melakukan kekacauan lagi. Sudah cukup hari-hari itu menjadi luapan kegilaannya. Sayangnya, semesta tidak membiarkan Anna bersantai begitu saja. Ia mendapat pesan yang menyatakan, 'Datang ke rumah. Ayah mau bicara denganmu.' Atas perintah sang suami, Anna memberitahu kepada lelaki tersebut melalui media pesan. Kemudian mengirimkan gambar pesan sebagai bukti. 'Apakah boleh?' tanyanya melalui pesan teks. 'Jam dua siang nanti. ASAP.' 'Ya.' Balasan singkat itu ditunjukkan Anna secara nyata kepada kedua pengawalnya. "Aku ingin pergi ke rumah keluargaku." Tibalah dia di rumah yang sudah lama tidak didatang
Baca selengkapnya
7. Kebebasan yang Bias
"Semua keberhasilanku juga karena Ayah dan Ibu, dong," sahut Elisa setelah sang Ibu sibuk memuji-muji dirinya di depan ketiga saudaranya. "Aku jadi tahu apa yang kuinginkan dan bisa melakukan yang terbaik di sana." "Baguslah kalau begitu, Nak," balas Malik dengan tatapan yang terpancar kehangatan penuh kasih sayang. "Kamu juga belum menemukan pasangan di sana, ya?" Elisa meringis, dia sudah menebak akan terjadi pembahasan mengenai pacar. Tentu saja, dia sudah berusia 28 tahun namun masih tetap single setelah tiga tahun lalu ia diputuskan oleh sang mantan. Sejak saat itu, dia lebih fokus pada pencapaian karirnya alih-alih memikirkan mengenai pernikahan. "Masih belum, Yah. Aku belum dapat calon yang pas." Beruntung, orang tuanya cukup santai mengenai itu. "Tidak apa-apa. Kamu tahu apa yang terbaik untukmu. Tapi, kalau kamu sudah punya calonnya, jangan lupa kenalkan pada kami, lho." "Aku jadi ingin seperti Kakak juga. Jadi wanita karir sukses du
Baca selengkapnya
8. Di Ujung Nyawa
Raden mencoba melepaskan dasi biru tua dengan sedikit kasar. Akhir-akhir ini ada banyak urusan pekerjaan yang membuat lebih lelah dibanding biasanya. Hatinya juga merasa gelisah seakan-akan ada suatu hal yang salah telah terjadi. Drrrtt! Drrrtt! Tanpa melihat siapa peneleponnya, Raden langsung menerima panggilan masuk tersebut. "Siapa ini?" "Raden." Ini adalah suara Anna. "Kenapa?" Dasinya berhasil terlepas dari leher dan ia gulung untuk ditaruh di tempat khusus dasi. "Apakah sekali saja kamu pernah menginginkanku?" tanyanya dari seberang sana. Pertanyaan acak macam apa itu? "Memangnya perlu kujawab--" "JAWAB SAJA!" Teriakan Anna benar-benar membuat gendang telinga Raden sakit. Namun, hal ini membuat hati Raden benar-benar bergemuruh. Meski kini di badannya hanya tersisa kemeja putih polos dan celana kerja yang masih rapi, Raden bergegas keluar dari kamar dan rumahnya. "Apa? Ulangi pe
Baca selengkapnya
9. Mati Pun Gagal
Seharusnya semua telah berakhir. Seharusnya ia tidak lagi menarik nafas. Seharusnya tidak ada lagi cahaya lampu yang menyinari matanya. Seharusnya begitu. Akan tetapi, kenapa untuk mengakhiri hidup saja ia tidak bisa melakukannya? Sebuah kekecewaan langsung menghampiri ulu hatinya saat ia membuka mata dan mendapati langit-langit rumah sakit. Anna mencoba mengangkat tangan dan mendapati bagaimana telapak tangan mungilnya telah menjadi telapak tangan besar milik Raden. "Jadi ... aku kembali tertukar lagi, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Tentu saja tidak akan ada orang yang bisa menjawab hal itu. Anna menghela nafas lemas. Pada akhirnya dia tidak diperbolehkan semesta untuk menghadapi ajalnya sendiri. "Memangnya dosa besar apa yang sudah kuperbuat sampai-sampai pintu mautku pun tertutup?" "Pak Raden!" seru seseorang yang kembali setelah mendengar hasil analisa dokter. "Tadi anda pingsan di depan pintu rumah, kami jadi khawatir dengan kondisi kes
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status