All Chapters of Ketika Kamu Menjadi Aku: Chapter 41 - Chapter 50
125 Chapters
40. Pekerja Baru
Suasana di rumah sangatlah aneh ketika Anna tiba. Para pekerja di rumahnya menyambut dengan ramah dan menaruh rasa hormat. Padahal selama ini tidak pernah Anna disambut seformal ini--meski begitu, bukan berarti selama ini para pekerjanya kurang ajar. Apakah karena kali ini adalah kepergian terlama Anna sejak tiga tahun tinggal di sini? Mungkin saja. Sangat mudah untuknya berpikir positif, tanpa tahu jika diam-diam para pekerja itu melirik ke Raden dan kembali teringat dengan kejadian beberapa hari lalu. "Anna," panggil Raden sebelum dia kembali pulang. "Aku akan membuka lowongan pekerja untuk rumah ini. Tapi, bukan aku yang memilihnya, melainkan kamu sendiri. Jadi, kamu harus segera bersiap-siap menyiapkan kisi-kisi pertanyaan." Sebentar, kenapa tiba-tiba lowongan pekerja rumahnya dibuka? "Para pekerja di sini sudah cukup banyak." "Tapi beberapa hari lalu baru saja beberapa pekerja rumah ini dipecat sepihak." Kedua bola mata cokelat itu terbuka lebar,
Read more
41. Berbohong
Setelah menghabiskan berjam-jam hanya untuk mendengar kisah nasib anak ketiga yang malang, Anna mempersilakan Fitra melakukan pekerjaan pertamanya di rumah ini. Sedangkan di dalam kamar, dia mulai merenung dan mengumpulkan semua pecahan informasi menjadi satu kisah. "Pantas saja dia mudah bersimpati setelah kita bertukar tubuh," ucap Anna pelan sembari menghela nafas. "Ternyata nasib kita hampir mirip. Bedanya, keluarganya terlalu cepat pergi. Sedangkan aku tidak bisa terlepas sama sekali dari orang tuaku." Raden, sebagai anak ketiga, sangat tidak wajar jika mendapat perlakuan yang berbeda dari orang tuanya. Padahal dua kakak dan adiknya sangat disayangi, tetapi dia sebagai anak tengah akhir malah tersisihkan. Saat ditanya mengapa bisa begitu, rupanya Fitra pun tidak tahu. Mengingat dia hanya bekerja selama lima tahun sebelum kebakaran besar terjadi, Raden baru berumur dua tahun dan sudah biasa mendapat perlakuan diskriminan. Mirisnya, dia mendapatkan hal ter
Read more
42. Kisah Lama
Secara khusus Anna mencari restoran yang bisa menyewa satu ruang sendiri untuk memberi privasi pada perbincangan mereka. Beruntung, ada banyak restoran di sekitar gedung yang seperti itu. Mereka putuskan untuk berhenti di salah satu restoran mewah Tionghoa. Ketika masuk, suasana Tionghoa langsung terasa. Tempat untuk makan dibagi menjadi dua bagian. Di sebelah kanan diperuntukkan orang yang tidak bisa duduk di lantai sehingga disediakan kursi setiap meja. Sedangkan di sisi lain dipersiapkan meja dan bantalan kursi khas untuk langsung duduk di lantai. Untuk tanpa kursi, lantai dibuat lebih tinggi daripada lantai dasar. Khusus ruangan pribadi, ada waitress yang memandu untuk naik ke lantai dua dan memperlihatkan ruangan mana yang akan dipakai. Namun, sebelum diarahkan, waitress akan bertanya terlebih dahulu. "Ingin menggunakan kursi atau duduk dengan bantalan kursi saja?" Anna menoleh ke orang tua di sampingnya, dia ingin memastikan
Read more
43. Diketahui
Tanpa terasa, meja sudah dipenuhi piring kosong saja. Sebenarnya Anna sudah kekenyangan di pertengahan karena menunya cukup banyak. Namun Adit dengan tegas menyuruh Anna untuk tetap makan dan menghabiskan semuanya. Katanya, tidak baik jika menyia-nyiakan makanan. Ya sudahlah, salah Anna juga yang memilih satu set menu tanpa melihat ulang seberapa banyak porsinya."Ayo kita keluar," ajak Adit.Saat Anna hendak berdiri, tiba-tiba layar ponselnya berkedip-kedip dan mengeluarkan getaran. Cepat-cepat Anna memeriksa siapa si penelepon, rupanya Raden. Merasa tidak mungkin dia menjawab telepon Raden saat bersama Adit, Anna menolak.Di lain sisi, ada Raden yang heran. Seharusnya jika Anna bergerak sesuai jadwalnya, jam segini dia sudah bersantai di rumahnya. Tetapi kenapa Anna malah menolak panggilannya? Sekali lagi Raden menekan nomor telepon ponselnya dan mendapatkan suara membosankan yang sama.Tidak menyerah, Raden membuat ponsel Anna tidak berhenti menyala da
Read more
44. Hukuman Kecil
Seperti yang lelaki itu katakan di pesan, dia datang dini hari. Bahkan Anna masih terlelap dalam mimpi saat pintu kamarnya diketuk. Saat mengetahui Raden sudah tiba, dia bergegas mencuci muka dan menggosok gigi. Jantungnya berdetak cepat saat melihat pria yang duduk di sofa dan tengah menggulir layar ipadnya. Ketika mata mereka bertemu, bulu kuduk Anna merinding, jantungnya berdetak cukup kencang. Tatapan mata itu, meski tidak lagi menampakkan sorot kebencian, tapi terasa sangat dingin dibanding akhir-akhir ini. Rasa penasaran berlebihan memang memunculkan petaka, padahal Anna sudah berniat untuk menjadi istri yang lebih baik ke depannya. "Duduk," perintah Raden dengan tegas. Anna duduk di hadapannya sedikit tergesa-gesa dan kemudian menarik nafas panjang. Persidangan singkat langsung dimulai oleh Raden. "Aku menemukan botol racun di tempat pembuangan sampah. Sudah kuduga, kamu sengaja mencelakai diri hanya untuk bertukar tubuh." Malam hari itu, saat
Read more
45. Merasa Bersalah
Sebenarnya kehidupan Anna tidak seratus persen tidak mendapat kasih sayang. Beberapa tahun sejak ia lahir, ada orang tua yang sangat memanjakannya. Kakeknya pun memberikan perlakuan terspesial ke dirinya dibanding Elsa. Samar-samar, dia masih ingat beberapa kenangan yang penuh tawa. Ketika Anna membalikkan kepalanya, dia akan mendapati tatapan mata penuh kasih sayang dari dua orang tuanya. Begitu juga saat dirinya menghampiri rengkuhan tangan sang Kakek. Apapun yang dia ceritakan akan didengarkan penuh perhatian. Sebelum kehidupannya berputar 180 derajat, setiap hari hanya dipenuhi canda tawa. Namun, semesta suka mempermainkan seseorang yang bahkan belum menginjak bumi lima tahun secara penuh. Kehidupan yang jahat segera ia dapati di depan mata. Kakeknya sempat menjadi sumber kebahagiaan terakhir setelah orang tua kandung Anna meninggal. Setidaknya Malik dan Masya akan membiarkan dia bermain sesukanya dengan sang Kakek. Selain itu, perlakuan mereka ke Anna ma
Read more
46. Teh dan Kopi
"Apa yang ingin kamu katakan sampai-sampai berani untuk pergi ke sini?" Terbalik dengan pertanyaan yang terkesan menyindir, justru Raden memberikan senyuman kecil yang nyaris tak terlihat. Tentu saja Anna melewatkan itu karena sudah jatuh dalam bayang-bayangnya sendiri. Seakan kalimat yang sudah ia rencanakan sebaik mungkin sebelum ke sini tidak pernah ada, wanita itu kelimpungan sendiri. "Aku ... aku ... ingin minta maaf. Setelah aku bercermin seharian, aku sangat menyadari betapa besar kesalahan yang kulakukan kemarin lusa. Maafkan aku, dengan tulus aku berkata." Fyuh, untunglah dia tetap berhasil mengatakannya. Sayang sekali, perkataannya tidak berhasil mengundang respon Raden. Justru pria itu lebih sibuk mengamati tingkah sang istri daripada mendengar ucapannya. Anna menyalahpahami maksud dari tatapan mata Raden, cepat-cepat ia melanjutkan kalimatnya, "Tapi aku sudah terlanjur tahu. Jadi mau bagaimana lagi?" Alis kanan Raden terangkat bing
Read more
47. Tidak Boleh
Menjadi orang yang ditunjuk mendadak sebagai direktur sebuah perusahaan adalah sesuatu yang tidak mungkin bagi siapapun. Apalagi untuk Raden yang saat itu baru berumur tujuh belas tahun. Ini bukan cerita fiksi ala dongeng di mana seseorang bisa meraih kesuksesan di umur yang terlalu muda. Namun, Adit terus berkata, "Tidak apa-apa, Paman akan ada di sisimu. Selain itu, kamu juga tidak langsung menjadi direktur utama. Kamu harus masuk kuliah, kampus terbaik, ke luar negeri, menduduki jabatan sederhana sebelum sungguhan menjadi pemimpin perusahaan itu." Karena Adit merupakan teman akrab Ayahnya yang sangat perhatian, Raden pun percaya. Dia melakukan yang terbaik karena ada beban dari tanggung jawab besar yang kelak diletakkan di punggungnya. Selangkah demi selangkah, tangga demi tangga, hari-hari terus bergulir menjadi baru dalam, matahari terus menerus terbit dan tenggelam. Tiba hari di mana Adit kembali memanggilnya. "Ini sudah waktunya. Usiamu saat
Read more
48. Artis Naik Daun
Sejak hari meminta maaf, semua terasa lebih melegakan dan menyenangkan. Mungkin hanya Anna yang bisa merasakan hal itu. Biasanya dia tidak hobi menyalakan televisi untuk benar-benar ditonton, tapi karena mood-nya cukup baik, remot yang dipegang sudah menyalakan televisi berukuran 120 inch. Kebetulan saat dia buka, program yang tengah ditayangkan adalah segmen untuk membicarakan para artis. Anna hanya sekedar mengetahui siapa nama artis tersebut dan menilai apakah mereka cukup cantik atau tidak tanpa fokus mendengarkan isi beritanya. Hingga tibalah di salah satu foto artis. Kebetulan, berita mengenai artis itu lebih panjang dibanding artis lain. "Wah, cantik banget! Siapa namanya?" "Melalui penampilan menariknya dalam film berjudul 'Anak Darah', Cathleen Arania berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia. Artis berdarah campuran...." "Oh, pantes aja cantik. Ternyata blasteran," celetuk Anna. Padahal sedaritadi dia tidak memperhatikan
Read more
49. Sempurna
"Sepertinya saya harus segera kembali karena harus mengikuti rapat. Tidak apa-apa jika saya membiarkan anda di sini, kan?" tanya Raden dengan sopan sesudah memeriksa jam tangannya. Tangan Cathleen menyalakan layar ponsel dengan cepat untuk melakukan hal yang sama. Ternyata laki-laki itu sungguhan hanya punya waktu 45 menit saja. Sedangkan sekarang empat puluh menit sudah berlalu sangat cepat dan dia sudah hendak pamit pulang. "Tidak apa-apa," jawab wanita tersebut dengan garis senyuman yang lebar. Saat Raden sudah akan berjalan satu langkah lebih jauh, Cathleen buru-buru menahan tangannya. Raden melihat ke tangan artis dengan tatapan curiga, dengan begitu sang artis langsung menarik tangannya. "Maafkan ketidaksopanan saya." Pria tersebut tidak mengatakan apapun selain membuat garis senyum dan menganggukkan kepala. "Apakah masih ada yang ingin Anda bicarakan?" "Kira-kira ... eum, apa kita bisa bertemu seperti ini lagi?" Anggukan kepala dari pria itu setelah pe
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status