All Chapters of After Marriage: Chapter 41 - Chapter 50
86 Chapters
Move On
Arkan menaikkan alis, memicing sedikit pada Siera yang sedang setengah berbaring di ranjang. Perempuan itu ia bawa ke rumah, setelah tadi sempat pingsan di toko. Dokter di klinik tempat Siera diperiksa berkata Siera demam biasa dan hanya butuh banyak istirahat agar cepat pulih. Barusan, setelah Siera sadar dan Arkan bantu menghabiskan semangkuk bubur, pria itu bertanya mengapa bisa sampai sakit. Jawaban yang diberikan Siera sedikit tak bisa Arkan mengerti. Siera bilang, ia akan demam sehari setelah menangis. "Yakin kamu? Bukan karena kelelahan kerja dan banyak pikiran?" Arkan memberikan tiga buah tablet yang harus Siera telan. Yang ditanyai mengangguk sungguh. "Aku jarang sakit. Tapi, kalau nangis, besoknya pasti demam." Ia menyerahkan kembali obat tadi pada Arkan. "Ini harus diminum." Arkan menunjuk obat dengan dagu. "Masukin ke gelas, larutkan dulu. Aku enggak bisa minum obat utuh gini," jel
Read more
Pacar
Sedang mengambil tas di loker, Siera mendapati ponsel di saku bergetar. Perempuan itu memeriksa, satu pesan datang dari kotak dengan nama Papah Arkan. Isinya, cukup aneh. Ayahnya Gal itu memberitahu akan menjemput, Siera diminta menunggu sebentar. Aneh, karena pesan sederhana itu membuat pipi Siera merona. KEnapa? Ia tidak tahu. Padahal, ini bukan pertama kalinya Arkan datang untuk menjemputnya. Apa status mereka yang sudah berubah membuat tindakan sederhana itu menjadi sesuatu yang perlu dipandang istimewa? Berjalan keluar dari mini market, Siera memutuskan menunggu di area parkir belakang. Perempuan itu duduk di salah satu pohon rindang di sana. Pacar. Pertama kali Siera mendengar istilah itu adalah ketika SMA. Saat teman sebangkunya, Utari, mengenalkan Dimas yang saat itu adalah ketua kelas sebagai pacar. Dua orang, saling menyukai, mengikat diri dalam sebuah hubungan. Berpacaran. Status itu membuat beb
Read more
Hampa
Dean hampir tertidur dalam posisi duduk di sofa, kala telinga menangkap suara dari luar. Seseorang memanggil, sesekali pagar dipukul pelan. Pria itu beranjak, membuka pintu untuk mendapati seorang Nara berdiri di depan pagarnya. Tak banyak berpikir, ia menghampiri. Gembok dibuka, pagar ditarik. Dean berjalan diikuti si mantan kekasih menuju dalam rumah. Mereka duduk di sofa, tanpa suara untuk beberapa saat. Dean dengan tatapan kosong, Nara dengan raut semringah. "Pelipis kamu kenapa, An?" Si lelaki tak menyahut. Kosong. Sorot matanya menampakkan rasa lelah, kecewa dan lainnya. Nara berinisiatif saja. Perempuan itu memeriksa salah satu laci meja kayu di dekat dinding. Beruntung sekali karena di sana ada kotak obat. Perempuan itu kembali pada Dean, duduk tepat di samping pria itu. Tak mendapat penolakan kala menyentuh pelipis si pria, ia lanjut ke tahap selanjutnya. Luka di kening D
Read more
Kembali Jatuh
Dean melambatkan laju mobil kala mendapati sosok Nara. Lagi, perempuan itu mendatangi rumah, saat ini tengah berdiri di depan pagar. Sengaja menghentikan mobil beberapa meter dari sana, Dean melipat dahi. Kembali, sesuatu itu mengusik. Sesuatu yang sudah terjadi, tetapi harus tidak terjadi. Antara dirinya dan si mantan kekasih, dua hari lalu. Kemarin itu, Nara berkata ingin membuatkan makan malam. Memang seperti itu. Setelah ikan goreng sambal dan tumis sawi dihidangkan, mereka pun makan bersama. Setelahnya, terjadi yang aneh. Panas. Ada gelanyar tak asing mendera. Mereka hanya makan, tidak terlibat kontak fisik, lantas mengapa Dean merasa terbakar? Tiba-tiba sekali. Dean sudah meminta Nara pulang saja. Tidak baik berduaan, apalagi di kediaman yang dulu Dean gunakan untuk tinggal bersama mantan istri. Namun, beberapa saat kemudian, Dean malah menghalangi Nara pergi. Semua bermula ketika si mantan kekasih memeluknya. De
Read more
Asing
Sebagai ganti rugi dan pelipur hati Galen atas pertanyaan yang tak bisa Siera jawab, sore ini si perempuan bersedia diajak jalan-jalan. Hanya mereka berdua, tanpa Arkan. Urusan pekerjaan, si ayah akan menyusul segera setelah senggang. Agendanya, Siera menemani dan mengajari Galan naik sepeda. Maka, sebuah lapangan sepak bola dijadikan tujuan. Sesaat setelah tiba di sana, Galen yang tak sabar langsung menuntun sepedanya berkeliling. Hanya dituntun, tetapi wajah bocah itu lebih cerah dari mentari siang tadi. "Bentar lagi, Kak. Bentar lagi ajari Gal. Gal mau keliling dulu." Siera mengangguk saja. Berdiri di pinggir lapangan, ia menontoni Galen. Lelah yang didapat dari pekerjaan sejak pagi perlahan hilang. Melihat Galen tersenyum senang, suasana hati menjadi sangat baik. Puas menuntun sepeda berkeliling, Galen menghampiri Siera. Anak lelaki itu semakin melebarkan senyum kala tangan Siera mengusap lembut kening yang berpelu
Read more
Usai
Sebenarnya Siera belum siap datang ke sini. Bertemu Mike, menginjakkan kaki di rumah orang tuanya Dean itu tidak lagi semudah dulu. Pertemuan tidak sengajanya dengan Dean di lapangan kemarin membawa dampak besar bagi Siera. Ia mendadak merasa asing, termasuk pada Mike. Jika bukan karena Mike sangat memaksa, Siera akan kembali mengelak datang hari ini. Mungkin alasan lembur bekerja bisa dipakai lagi. "Datanglah, Siera. Ada yang ingin Papa sampaikan." Berusaha mengesampingkan perasaan tidak nyaman dan sedihnya, kaki Siera melangkah mendekati pintu rumah Mike. Menekan bel beberapa kali sampai akhirnya si tuan rumah muncul. Diberi pelukan, mata Siera menghangat. Bisakah ia benar-benar menjauh dari Mike nantinya? Si mantan mertua sudah ia anggap ayah sendiri. Selalu ingin diperlakukan bak anak sendiri, seperti sekarang, tetapi ia harus menerima kenyataan. Dean sudah bersama dengan Nara lagi. Besar kemungkinan d
Read more
Garis Takdir
"Dadah, Mamah!" Lambaian tangan Siera berhenti sejenak. Perempuan itu membeliak, kemudian berusaha tersenyum. "Gal?" panggilnya mengingatkan. Galen yang berdiri di samping ayahnya tertawa. "Iya, iya. Dadah, Kak Ciela." Hari ini Arkan dan Galen menjenguk Siera yang sudah dua hari dirawat di rumah sakit. Demam dan kelelahan, Arkan adalah pihak yang sangat memaksa agar si kekasih menjalani perawatan minimal sampai besok. Datang beberapa jam lalu, sekarang Arkan dan Galen akan segera pulang. Si bocah ternyata sedikit usil karena tiba-tiba saja memanggil Siera dengan sebutan Mamah. "Cepat sembuh, ya, Kak Ciela." "Iya." Arkan mengulurkan tangan, mengusap pundak kekasihnya. "Masuk sana, istirahat. Kami pulang dulu. Besok datang lagi." Sebenarnya ingin menginap menemani, tetapi Arkan tak mungkin membiarkan Galen berdua saja dengan asisten rumah tangga. Siera mengangguk saja. Kembali melam
Read more
Keputusan
Saat terbangun dari tidur, Siera mendapati dirinya tidak lagi di kamar Dean. Ia terbaring di ranjang rawat miliknya. "Sudah bangun?" Suara itu membuatnya menegakkan tubuh, duduk seraya mengucek mata. Saat penglihatan kembali jelas, sosok Arkan didapati di sana. "Kenapa aku di sini? Dean? Di--" Ucapan menggantung. Siera menyadari perubahan raut wajah Arkan. Tidak lagi tersenyum seperti beberapa saat lalu, lelaki itu memasang ekspresi tak nyaman kini. "Kenapa kamu tidur di kamar Dean? Nanti, apa pacarnya nggak akan marah?" Arkan bertanya, tetapi Siera paham itu adalah bentuk peringatan. Seketika Siera merasa sangat jahat. "Mau sarapan? Udah jam sembilan, kamu pasti udah lapar banget." Bicara tanpa menatap wajah, Arkan sibuk menyiapkan bubur yang tadi sempat ia beli. "Oh, ya. Habis makan kita bicara sebentar. Ada yang ingin aku tanyakan." Serius sekali nada bicara itu. Siera jadi gugup dan tak sa
Read more
Misi Dimulai
Sial. Siera meradang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Ia mengepalkan tangan di dalam taksi itu. Perempuan ini baru saja mengunjungi tempat kecelakaan Dean. Tepi jalan yang toko atau ruko di dekat sana tidak memasang CCTV yang mengarah ke tempat kejadian. Siera kehilangan bukti untuk mengadukan Nara pada pihak berwajib. Hilang sudah kesempatan memenjarakan perempuan jahat itu. Terpikirkan untuk meminta bantuan di supir pick up. Namun, orang itu menolak bekerjasama. Katanya, tidak ingin terlibat lagi atas kejadian yang nyaris membuatnya jadi tersangka. Sungguh ini bukan keadaan baik. Menunggu Dean sadar dan membuat laporan atas Nara? Itu sama saja mengharapkan pohon kelapa berbuah jeruk. Mustahil. Setelah semua ini, Siera yakin manta suaminya masih akan membela Nara. Bodoh. Apa cinta memang mampu membuat manusia hilang akal, tidak waras? Tentu. tidak perlu Dean, contohnya adalah Siera sendiri. ia melepas
Read more
Bahagiaku, Kamu
Mendahului Mike turun dari mobil, Siera bergegas menuju pintu di sisi kiri. Membukanya, untuk kemudian membantu Dean keluar dari sana. Pagi ini pria itu sudah diizinkan pulang oleh dokter, setelah satu minggu di rumah sakit. Dengan usaha keras dan perdebatan antara si ayah dan anak, Dean akhirnya mau dibawa pulang ke kediaman Mike. Pria keras kepala itu kukuh bisa merawat dirinya sendiri sebelum ini. "Aku udah bilang, harusnya pakai kursi roda aja tadi." Mengalungkan lengan Dean di bahunya, Siera meringis melihat cara pria itu berjalan. Terpincang-pincang. "Aku tidak lumpuh. Lututku hanya masih sedikit nyeri jika dipakai berjalan." "Pacaran kok lebih parah dari uji nyali," gerutu si perempuan saat mereka melewati pintu. "Bukannya senang, malah babak belur." "Katanya cinta, tapi terus-terusan disiksa." "Biasanya laki-laki yang lakuin KDRT, ini kebalik. Dasar budak cinta. Buta kamu. Dianiaya, ma
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status