All Chapters of Shadow of The Past: Chapter 71 - Chapter 80
99 Chapters
[70] Ozuki
KETIKA TERBANGUN DARI tidur, Airi mendapati ranjang di sebelahnya yang kosong. Tempat tersebut tampak rapi, tak tersentuh, seolah Kei memang tidak tidur di sana. Pandangan Airi seketika langsung mengedar. Dia menarik napas pelan saat melihat keberadaan sang pria di sebuah sofa alih-alih tempat tidur yang telah disediakan. Posisi sofa yang memunggungi tempat tidur sempat menyulitkan Airi untuk mengetahui keberadaan Kei.Sinar matahari di luar sana tampak bersinar terang, meski jam dinding masih menunjukkan pukul lima. Airi menjauh dari jendela. Dia bergegas mencuci wajahnya dan hendak mengambil jubah mandi yang terlipat rapi di atas nakas. Musim panas memang akan selalu mendorong orang-orang untuk mandi pagi. Airi tak terkecuali. Urusan pakaian ganti akan dia pikirkan nanti.Langkah kakinya terhenti ketika mendengar berat suara sang pria.“Kau tak membangunkanku?” Kei berkata dengan nada serak khas bangun tidur.Airi menoleh, melihatnya mengali
Read more
[71] Garis Baru
AIRI DAN KEI membungkuk sopan pada Sara. Mereka berdua sudah hendak pergi setelah jam istirahat Sara selesai. Tawaran untuk tinggal lebih lama ditolak dengan sopan oleh mereka.“Jangan sungkan untuk kembali menghubungiku, Airi,” ungkap Sara ketika mengantarkan mereka hingga ke tanah lapang. “Aku ingin bertemu Kazuki-kun,” tambahnya.Airi mengulas senyuman.“Tentu saja, Ozuki-san. Saya akan menghubungi Anda lagi dan berkunjung ke sini bersama Kazuki dan Shizune.”Sara berdecak pelan. Dia mengibaskan tangan.“Tak perlu lagi bicara formal padaku, Nak. Aku ini bibimu,” komentarnya. “Jaringan yang dimiliki keluarga kita juga cukup luas. Kau bebas meminta bantuanku kalau memang memerlukannya.”Mendapatkan tawaran mendadak semacam itu masih terasa aneh untuk Airi. Dia bahkan belum selesai mencerna semua informasi baru yang barusan didapatnya. Pernyataan Sara hanya dijawab dengan tawa segan
Read more
[72] Konfrontasi
TRIP DUA HARI di Fukui memang cukup memberinya jeda dari urusan pekerjaan. Airi sempat merenggangkan badan melalui voli dadakan itu. Ia juga masih punya sisa satu hari setelah pulang dari sana. Hari Minggunya ia habiskan di apartemen saja, melakukan pekerjaan rumah dan meluangkan waktu untuk dirinya sendiri, memberi ruang untuk sedikit bernapas. Airi tahu, momen bersantainya telah habis begitu hari Senin datang.Rutinitas pagi berlangsung seperti biasa. Saat itu, Airi sempat mendapatkan kabar dari Kazuki yang akan pulang sore nanti. Airi mengatakan kalau ia akan pulang sedikit terlambat dari biasa. Kazuki diminta untuk memesan makan malam sendiri, tak perlu menunggunya. Alasan keterlambatan Airi memang dapat dimaklumi. Hari ini, ia takkan menghabiskan waktunya di kantor seperti biasa. Proyek kerja sama Hiraishin Picture dan Izanami Studio sudah mulai berjalan. Ia mempunyai rapat penting di sana.“Jangan lupa ingatkan Okumura-san untuk ikut dengan kita,” uja
Read more
[73] Kedekatan I
KETIKA AIRI MEMBOLEHKANNYA berkunjung, Kei sempat menatap dengan tidak percaya. Dia ingin memastikan kalau perempuan ini bukan sekadar bercanda.“Parkirannya ada di sana,” kata Airi saat itu, tak begitu memperhatikan sorot mata Kei.Alih-alih menurunkan Airi di tepi jalan, Kei mengarahkan mobil menuju lahan parkir. Airi segera melepas sabuk pengaman dan bergagas turun begitu mobil dihentikan. Mereka berjalan beriringan, menariki lift hingga sampai di lantai yang dituju. Saat hendak memasukan kode sandi apartemen, Airi menoleh.“Jangan lihat,” katanya, sangat blak-blakan.Kei menaikkan sebelah alis.“Apakah kau lupa? Aku bisa meretas sistem keamanan di gedung ini dengan mudah.”Airi menahan diri untuk tak memutar bola matanya.“Tolong, jangan lakukan itu.” Dia mengulang pernyataan tadi. “Jangan lihat. Tolehkan kepalamu.”Kei hampir mendengkuskan tawa. Walau begitu, dia
Read more
[74] Kedekatan II
TATAPAN YANG DITUJUKAN pada Airi sama sekali tak ditutup-tutupi. Kei baru menoleh ketika hendak menyantap makan malam. Pada momen sunyi itu, Airi memutuskan untuk membuka mulut. “Apakah Jia Huang akan baik-baik saja?” Pertanyaan tersebut sama sekali tidak disangka oleh Kei. Dia mengerutkan kening samar, menoleh pada Airi. “Kau mengkhawatirkannya?” Ada nada heran dalam pertanyaan Kei. “Dia sudah mengolokmu dengan kurang ajar.” Airi masih mematrikan pandangan pada makanan, mengaduknya tanpa minat. “Olokan itu tidak relevan, aku tak tersinggung.” “Sedikit pun?” “Sedikit pun,” tutur Airi. “Aku bukan orang yang dia kira, aku tak perlu marah pada ejekan tak berdasar seperti itu.” Kali ini, barulah Airi membalas tatapan Kei. “Dan ya, aku mengkhawatirkannya. Hanya dengan melihat dan mendengar ucapan perempuan itu, aku tahu, dia terobsesi padamu.” Tak ada emosi yang berarti pada air muka Airi. “Kau tahu dia menyukaimu. Kau meman
Read more
[75] Laporan
OBROLANNYA DENGAN FELIX berlangsung singkat. Ketika Kei mendatangi Estella, Felix bersikeras untuk langsung memberitahukan perkembangan kasus. Dia kelihatan enggan meninggalkan bir yang baru disajikan oleh Nora. “Takahiro sudah melakukan rapat darurat siang tadi. Tereksposnya data Seizu benar-benar memudahkannya mendesak anggota dewan lain agar setuju mengadakan rapat,” terang Felix, terdengar tak begitu antusias dalam menjelaskan. “Mh-hm, apa lagi, ya?” gumamnya selagi memutar gelas. “Dia sangat menjengkelkan, tidak mau bicara padaku dan terus-terusan ingin bicara padamu.” Kei menatap Felix dengan datar. “Berapa uang muka tambahan yang kau mau?” Felix segera menoleh, menatap lawan bicaranya. Dia menyeringai, kemudian menyebutkan nilai yang benar-benar diinginkan. “Bengkel besar itu masih ada di bawah namamu?” tanya Kei. Konfirmasi Felix membuatnya melanjutkan, “Akan kukirim ke sana. Transaksinya akan berdasarkan servis kendaraan.” Pri
Read more
[76] Selaras
RAMBUT MASIH SETENGAH basah oleh air dingin. Airi baru memutuskan mandi setelah menyelesaikan tumpukan pekerjaan kantor. Dia baru selesai berpakaian dan sedang mengeringkan rambut menggunakan hair dryer ketika ponselnya bergetar. Dengan sebelah tangan yang masih memegang gagang pengering rambut, Airi mengambil ponselnya, melihat nama kontak yang tak lain adalah Kei.Pria itu ternyata ingat untuk benar-benar meneleponnya. Airi hanya menatap layar ponsel selama sesaat, masih bimbang menerima panggilan. Tepat sebelum getaran ponsel berhenti, dia menekan ikon hijau.Pengering rambut masih menyala, nyaring suaranya menyaingi apa pun yang terdengar dari ponsel. Airi tidak peduli. Dia meletakkan ponsel di atas meja rias selagi menyelesaikan kegiatan awalnya. Ruang kamarnya baru senyap beberapa saat kemudian. Airi menyisir rambut dan mengikatnya ketika hendak menggunakan pembersih wajah.Ada suara Kei yang akhirnya terdengar.“Kau benar-benar tidak
Read more
[77] Proses
SUDAH LEBIH DARI dua minggu sejak insiden penculikan. Cedera kaki Kazuki sudah mulai membaik. Walaupun begitu, Kazuki tak bisa menyangkal, linu itu terkadang masih sering mendera. Apalagi kalau dia bermain voli terlalu lama. Meloncat berkali-kali memaksa kakinya menahan beban yang tidak sedikit. Kazuki sudah sering mengantisipasi dengan melakukan pemanasan yang lebih lama. Akan tetapi, persiapan itu masih belum membuatnya puas.Bola menggelinding jatuh setelah dihantam dengan tenaga yang cukup kuat. Tepukan sang pelatih menandai selesainya latihan rutin sore ini. Kazuki, yang baru saja mencetak skor terakhir, mengernyit pelan saat sendi kakinya kembali berulah. Dia perlu sedikit melentukkan kaki untuk menghilangkan rasa tidak nyaman itu.“Sinkronisasi gerakan kalian sudah bagus. Pola serangan Ishihara sebagai spiker dan Chikara sebagai setter juga sudah meningkat. Kita hanya perlu melatih pertahanan yang masih kurang,” tutur sang pelatih p
Read more
[78] Usulan
SELAMA SEMINGGU INI, Airi benar-benar merasa kalau Kei memang memanfaatkan waktu dengan baik untuk mengunjunginya. Dia memang tidak mampir setiap hari. Kesibukan kerja membatasi waktunya untuk melakukan aktivitas lain. Walaupun begitu, dia tetap sempat mampir. Entah itu untuk mengantar Kazuki dari sekolah, atau memang sekadar mampir dan menggunakan apartemen Airi sebagai tempat singgah di sela agenda hariannya.Airi masih ingat, seminggu lalu Kazuki mengaku diantarkan oleh sang ayah, meski sosok yang mengantar tak bisa mampir. “Dia hanya titip salam untuk ibu. Katanya, jam delapan nanti dia ada urusan, sekalian hendak mengantarkan Ryosuke ke rumahnya,” ungkap Kazuki saat itu.Melalui pernyataan tersebut, Airi pun tahu tentang Ryosuke yang ditampung oleh Kei. Dia mendengar masalah keluarga Hasegawa itu dari sudut pandang Kazuki. Anak ini memang tak begitu mengerti pada rincian masalah keluarga Hasegawa. Akan tetapi, dia cukup memahami s
Read more
[79] Peringatan
PREDIKSI AIRI MENGENAI Shizune yang datang lebih awal memang benar. Dia berinisiatif untuk membantu Airi menyiapkan makan malam. Mereka melakukannya selagi membicarakan keluarga mereka. Shizune mengaku tidak terkejut pada pengetahuan Airi. Katanya, sang bunda sudah menghubungi, memberitahukan kedatangan Airi ke Fukui. “Aku juga sudah berniat memberi tahumu kalau kau bertanya,” ujar Shizune. “Kukira, kau bakal mencurigai sesuatu. Tapi, kelihatannya kau sudah tak sepenasaran itu. Jadi, aku diam saja.” Shizune menahan tawa geli. Airi sedikit kesal pada pengakuan Shizune. Dia hanya mengomel sebentar sebelum lanjut menyiapkan makan malam mereka. Ethan datang lebih awal dari yang diperkirakan. Dia sempat menyapa Shizune sebelum menghilang ke dalam kamar mandi, kentara sekali baru selesai berolahraga dan tak sempat membersihkan diri. Selang beberapa saat, Kazuki datang. Dia sudah tahu pada rencana makan malam. Untuk suatu alasan, wajahnya kelihatan antusias. “Apakah
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status