All Chapters of Audacity: Chapter 141 - Chapter 150
159 Chapters
140. Darting
[POV Fany]-----Musik jazz smooth mendominasi ruang megah berkarpet merah. Aroma wine dan keju sayup menyapa hidung dari arah bar classic. Pria tua itu menantiku. Dari jauh tampak keriput di wajah tirusnya, sisa ketampanan masa muda. Mungkin dulu dia seperti Alex. Kasihan dia, memiliki istri sejahat Ibuku. Aku tidak mengada-ngada, jika cerita Alex benar dua wanita itu sejenis dengan Iblis. Senggolan lembut di lengan menyadarkanku dari lamunan. Wajah Alex sedikit condong ke samping menghampiri telingaku. Lembut hangat menyentuh telinga ketika dia berbisik,"Maju, jangan membuatnya menunggu." "Dia Ayahmu?" "Ya, kamu kira siapa, kakekku? Kumohon Fany jangan m
Read more
141. Bukan Bened
[POV Adrian] ----- Trustword seperti bocah sekolah ketahuan merokok oleh kawanan guru, bedanya dengan murid, Trustword melawan. "Keluar, atau aku panggil--" "Tuan Trustword jika kamu ingin disidang kelompok advokasi Amerika, teruslah menusuk dari belalang." Aku tak tahu apa maksud perkataan pria berjas putih, tapi Trustword bermandi keringat dingin. Dia mengelap kening dan leher, terlebih ketika pria berjas putih mengoper stopmap hingga foto dan dokumen tumpah ke meja. Aku memungut selembar foto terdekat. Foto Trustword berbicara dengan si bedebah Alex. "Apa maksudnya ini Tuan Trustword?" Jakunnya seperti bola bekel memantul-mantul di kerongkongannya. "Itu, sebenarnya--"
Read more
142. Seorang Don
[POV Adrian] -----   Situasi ruang bertahan dalam hening seperti di pemakaman. Mereka berusaha santai, tapi dari raut wajah mereka hanya terlukis ketegangan yang nyata. Bukan hanya mereka, aku pun susah bernapas dalam keadaan mencekam.  Mancini mengecek jam tangan mewah miliknya. "Waktu istirahat pengadilan sudah lewat sepuluh menit Santino." Santino tetap bungkam, netranya tak beranjak menyorotiku. Andai bisa membaca isi hati dan pikirannya, pasti lebih enak.  Hatiku berkata mereka cahaya yang membimbingku keluar dari kelam masalah pekat. Sementara pikiranku bilang, tiada manusia saling bantu kecuali punya mau, kecuali dia manusia setengah dewa atau keluarga baik, atau orang spesial--hei jangan salahkan aku untuk ragu. Dunia i
Read more
143. Kabut New York
[POV Fany] -----   Aku tak pernah bangun dalam keadaan ringan seperti kapas, juga berat seperti membawa batu bata di kepala dalam waktu bersamaan. Apa yang terjadi tadi malam? Yang aku ingat hanya Alex melepas kemeja, lalu semua menjadi putih. Tidak, "Tidak!" Aku duduk di kasur empuk berseprai rapi. Kubuka selimut tebal yang menutupi bagian depan badanku. Syukurlah pakaianku masih sama seperti tadi malam.  Aku memejam mengelus dada. Terima kasih Tuhan, terima kasih. Mungkin tadi malam aku terlalu banyak minum hingga membayangkan hal yang tidak-tidak. "Auh." Selangkanganku seperti terbakar, seakan ada yang memasukkan timah di sana. Apa wine yang kuminum membuat reaksi aneh ini? Perlahan aku menapak karpet putih. Cahaya menerobos masuk
Read more
144. Pesan Yang Bertentangan
[POV Fany]----- Mengutip kata-kata bijak dari orang paling tidak bijak yang aku kenal, 'doa yang penting berasal dari hati langsung ke Tuhan'. Mau di gereja California, atau di New York, sama saja. Yang penting doaku tulus.Pantatku mati rasa setelah lima jam duduk di kursi kayu panjang dalam gereja, memandang patung raksasa Jesus tersalib. Doa-ku simpel, kesehatan Adrian, semoga dia cepat bebas. Doa-ku yang lain tolong beri kesempatan untukku bertemu dengan Ayah. Derap kaki mendekat, dia duduk di sebelahku. "Kamu betah berada di sini?" bisik Alex.Anggukan aku kira cukup untuk menjawabnya supaya dia pergi, tapi Alex malah memejam sambil merapatkan kedua telapak tangan ke depan dada. Dia berdoa? Lucunya, bukan membatin tapi dia se
Read more
145. Kekuatan Don
[POV Adrian]-----Kebenaran adalah obat terbaik. Walau pahit, apa pun realita yang menanti itu yang ingin aku ketahui. Puluhan pria berjas dan polisi mengawalku keluar dari gedung pengadilan. Beberapa wartawan menyerbu seperti tawon, tapi polisi menghalangi mereka. Aku merasa istimewa, seperti presiden dijaga ketat. Tiga mobil sedan hitam menantiku di tepi jalan. Belum juga kami naik mobil, wajah yang kukenal menyapa menghampiriku. Sontak dua pria berjas memasukkan tangan ke balik jas, seakan ingin mengeluarkan senjata untuk menjagaku. "Tidak apa, dia sahabatku."  Big B merangkul erat. Aroma keringat semerbak dari badan kekarnya yang len
Read more
146. Kebenaran Terungkap
[POV Adrian]-----Aku tahu ini bisa menjadi kotak pandora yang ketika dibuka, akan muncul banyak setan. Persetan. Apapun isinya, akan kuterima dengan lapang dada.  Menggenggam telapak tanganku, Ibu menghela napas panjang. Aku tahu ini akan menjadi cerita panjang. Suara Ibu terdengar lembut, sedikit serak. Pasti berat baginya. Maafkan aku Bu. "Alfred dulu sakit-sakitan. Dia terkena penyakit gagal ginjal dan terpaksa harus dioperasi. Ayahmu dan Ibu mendatangi rumah keluarga Carlone untuk meminjam uang. "Biaya operasi sangat mahal. Kebetulan, ayahmu terkenal sebagai pengemudi terbaik di California. Entah apa yang ayahmu lakukan, tapi dia pergi selama dua tahun. 
Read more
147. Nyaris
[POV Fany] ----- Kerangkeng mini. Begitu keadaan limosin ini. Seluruh jendela tertutup. Musik smooth jas menemaniku dan Alex.    Aku ingin segera membuka SD card, tapi lupa ada satu hal yang menjurangi untuk itu. Walau niat kuat tanpa alat untuk menyetel itu, bagaimana bisa?   Menonton jalan basah karena hujan rintik, aku mencoba berpikir keras kemana hilangnya handphone mu? Apa tertinggal di California? Ya Tuhan, bantu aku mengingatnya.   "Kenapa diam saja?" Suara lembut Alex memecah lamunanku. "kan sudah bertemu kedua orang tuamu." Dia menawari secangkir kopi panas.    "Tidak terima kasih. Alex, handphone-ku hilang. Aku but7h handphone baru."  
Read more
148. Memori Sebelum Fany
[POV Fany]----- Sempurna sudah, tempat ini menjadi sarangku.  Kututup gorden terakhir. Cahaya handphone menjadi sumber penerangan yang menunjukkan jalanku menuju kasur besar. Membanting diri ke kasur, badanku memantul seperti bola bekel. Kupakai earbud, terlentang menyetel rekaman suara Ayah. Ini dia saat yang aku nanti. Kira-kira ayah bicara apa? Selain rekaman suara ayah, banyak video, rekaman musik, juga foto. Sebelum menyetel menu utama aku membuka foto. Foto dan video ketika aku kecil digendong ayah membuat senyumku merekah. Sedikit kenanganku bersama beliau karena kesibukannya, jadi momen-momen itu begitu spesial. Aku mencoba beberapa musik klasik dan country. Ayah paham benar
Read more
149. Menuju Akhir
[POV Adrian]-----Keadaan sepi kembali ketika para Carlone dan Mancini pergi ke hotel terdekat. Alfred menemaniku dalam diam, duduk berselonjor kaki meneguk bir. "Kamu yakin tidak mau minum?" Aku menggeleng. Janjiku pada Fany harus diutamakan.  "Apa cerita Santino bisa dipercaya?" tanyaku. "Benar-benar tidak terduga. Siapa sangka jika demi perusahaan, Paman tega membongkar persembunyian Ayah." Melempar botol kosong hingga pecah membentur pohon, Alfred mengumpat berkali-kali. Dia sangat dekat dengan paman. Bahkan Paman membiayai kuliahnya. "Sekarang bagaimana. Apa kita balas dendam atau bagaimana?" 
Read more
PREV
1
...
111213141516
DMCA.com Protection Status