All Chapters of Brother Luck(not): Chapter 71 - Chapter 80
139 Chapters
Denied
“Aku tidak mau basa – basi. Kami ke sini ingin mengambil Oracle kembali bersama keluarga yang sesungguhnya,” ucap Axe tiba – tiba saat melihatku dan Rose melangkah melewati ambang pintu.Mulutnya benar – benar tidak bisa ditahan. Apa Axe tidak bisa menunggu sebentar saja sebelum mengutarakan keinginannya? Aku merasa tidak enak pada Rose.“Apa maksudnya, Bridgette? Did he know?” tanya Rose sepelan mungkin dengan tatapan tak percaya.Kuhela napasku kasar dan mengangguk mengiyakan. Semua sudah terlanjur. Aku tak bisa menyangkal lagi, seengan apa pun aku memublikasikan kebenaran itu pada Axe. Pria itu tetaplah manusia licik yang berhasil menjebakku hingga berkata jujur padanya. Seandainya dari awal aku tahu surat yang dibawa Axe merupakan surat pemindahan saham, aku tidak akan mengakui kenyataan Oracle adalah anaknya. Tidak akan pernah.“Kemasi barang – barangmu, Bridgette,” titah Axe tak suka melihatku hany
Read more
Feeling Blue
“Mommyku tetap Mommy Rose. Aku tidak mau ikut Daddy dan aunty kalau mommy tidak ikut.” Setelah mengatakan itu Oracle pergi berlari menuju kamar hingga pintu tertutup rapat – rapat.“Oracle,” panggil Axe hendak mengejar Oracle, tapi segera kutahan. Percuma.“Sudahlah, Axe. Oracle benar. Aku memang pantas mendapatkan ini. Jangan memaksanya lagi.” Aku segera membekap mulutku menahan isakan yang nyaris keluar. Tidak. Aku tidak bisa terus berada di sini, sementara dadaku menyimpan sesak yang tak kunjung hilang.Dengan cepat aku bergerak menekan knop pintu, kebetulan posisiku sedari tadi tidak berubah—berdiri di ambang pintu menyaksikan interaksi yang menciptakan luka mengganga di dada.Langkahku pasti menuju tangga darurat, aku tak kuasa menunggu lift terbuka yang membuat beberapa orang di sana akan menatapku heran. Tak apa, biarlah kuhabiskan tenagaku menjejaki anak tangga hingga lelah.“Bridgette!”Panggilan dari Axe sontak membuatku menoleh. Oh. Rupanya dia mengejark
Read more
Back to Italya
Kuembuskan napasku kasar, menciptakan embun di permukaan kaca jendela pada jet pribadi milik Axe. Aku lelah. Hatiku terasa hampa mengingat besok akan menjalani hidup seperti sebelumnya. Terlebih penolakan kedua dari Oracle saat aku dan Axe kembali ke apartement Rose benar – benar membuatku sadar diri. Sampai kapan pun Oracle tidak akan bisa menerima kenyataan aku adalah ibu kandungnya. Kurasa itu wajar, sebab Rose selalu bersama Oracle sejak dia masih kecil dan panggilan mommy dari Oracle sudah paten milik Rose. Aku tak akan punya kesempatan untuk itu.Beri aku waktu satu bulan. Aku yakin Oracle pasti bisa menerimamu sebagai ibunya, Bridgette. Itu kata Rose setelah aku berpamitan dengannya untuk yang terakhir kali.Satu bulan ...Aku tidak tahu waktu satu bulan itu apakah bisa bagi Rose membujuk Oracle atau tidak. Aku tidak mau berharap jika nanti dijatuhkan oleh ekspektasi. Biarlah sekarang kujalani hidupku seperti semestinya. Jat
Read more
His Desire
“Jangan macam – macam, Axe!”Aku mengacungkan jari telunjuk di hadapan Axe, sudah mewanti – wanti tatapan penuh gairah darinya. Bibir Axe sedikit terbuka sembari matanya mengarah pada bibirku yang sama sekali belum terpoles oleh lipstik.“I want those lips.”Tanpa menunggu persetujuan dariku, Axe menarik lalu melumat bibirku secara kasar dan dalam. Aku ingin melawan, tapi dia terus menekan kepalaku sambil sesekali menggigit bibirku agak keras.“Bridgette,” panggil Axe.Akhirnya dia menjauhkanku dan aku bisa bernapas setelah lumatan Axe terlepas. Meski mulutku masih mengap – mengap mencari udara segar.“I really want you, Bridgette.”Mataku membola mendengar kalimatnya. Tentu saja aku mengerti maksud dari ucapan Axe, dia menginginkanku, itu sudah pasti.“Tidak. Aku tidak mau. Don’t you dare touch me!” Aku segera bergeser agak jauh, tidak mau melihat Axe dan wajah penuh gairah itu.“You got me headache. Aku tidak bisa menahannya, Bridgette. Come.”Hell. B
Read more
Silence Dor
“Pergilah, Bridgette. Edward. We need Edward, susul dia.”Ntah pendengaranku sedang bermasalah atau memang suara Axe terdengar sangat lirih. Apa sesuatu terjadi padanya saat dia melindungiku? Tapi apa? Aku tidak mendengar atau merasa apa pun, kecuali ringisannya tadi. Axe hanya menarikku dan kami sama – sama terjatuh. Itu saja. Lalu apa yang membuatnya terdengar lemah seperti tadi? Jangan katakan keputusanku pergi darinya menciptakan masalah baru. No! Aku tidak mau terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Cukup kemarin, hari ini jangan!“Axe!” Kepalaku mulai menyimpan rasa cemas berlebihan. Aku segera meraba tubuh Axe, berharap ponselnya ada di saku jas maupun celana.Aku mendesah pasrah tak mendapatkan apa pun, ponsel kami sama – sama tertinggal di dalam mobil. Sekarang aku harus bagaimana? Mendengarkan perkataan Axe dan meninggalkannya sendiri di hutan seperti ini dalam keadaan yang belum kuketahui kenapa.“Axe
Read more
Operation
Jangan lupa untuk selalu dukung cerita ini, ya. Vote dan koment dari kalian sangat berarti bagi penulis. ................. “Apa yang terjadi. Kenapa Xelle bisa kebla – blasan memasuki wilayahku? Bukankah dia tahu perangkap yang kupasang?”Suara khas pria berusia setengah abad terdengar kesal memasuki tempat steril ini, ruang kesehatan pribadi Axe. Hentakan keras dari langkahnya menandakan dia seorang yang tegas. Wajah dingin dan tatapan fokus miliknya benar – benar membuatku ciut bergeming memperhatikan setiap gerakan tubuhnya.“Denyut nadinya sangat lemah,” gumamnya usai menyentuh pergelangan tangan Axe.“Aku heran. Seharusnya seseorang yang terkena racunku, tidak akan bisa bertahan selama ini,” jelas pria paruh baya itu lebih bicara pada dirinya sendiri sembari mengusap dagunya, terlihat tidak percaya dengan kasus yang kami hadapi.“Ambil darah Xelle untukku. Aku butuh DNA-nya untuk memastikan apakah racun terbarukan dariku tidak seefektif dulu. Ini mus
Read more
Uncompleted Mission
Sudah satu jam penantianku tak kunjung berbuah manis.  Axe masih saja betah tak mau membuka matanya untukku. Selalu begitu dan aku akan setia menunggunya membuka mata.Sesaat aku tersenyum memperhatikan wajah manis Axe. Tanganku bergerak pelan  mengelus rahang tegas itu. Oh. Kuakui rasa marahku padanya tadi seketika hilang. Ya. Sadar atau tidak, Axe adalah pria yang memberiku berbagai macam pengalaman. Banyak hal yang dia ajarkan padaku, termasuk hal – hal intim sekalipun. Tidak peduli aku suka atau tidak, dia tetap akan memaksa dan paksaan itu yang kadang – kadang memberi bumbu pada hubungan kami. Meskipun begitu, kenyataan itu tidak bisa mengubah pola pikirku. Aku bisa dan tidak menginginkan Axe dalam waktu bersamaan. Maksudku, salahkah jika aku ingin Axe selalu di sisiku, tapi pada kondisi lain aku juga menginginkannya menjauh? Tidak. Aku bukan plin – plan. Perasaanku memang sulit dikontrol dan maaf kalau aku sempa
Read more
Phone Calling
“Axe, aku—“ Aku menelan salivaku sendiri, sulit rasanya mengutarakan kalimat yang tertahan di tenggorokan. Apalagi saat melihat wajah Axe. Astaga, posisiku di sini serba salah.“Ya, jawab aku, baby girl.”“Aku—“Kalimatku kembali terhenti. Bukan, bukan karena aku melakukannya. Tapi ketukan dan suara Edward-lah yang menyelamatkanku dari perasaan tak menentu ini. Interupsi yang dia berikan jelas membebaskanku dari pertanyaan Axe. Aku yakin dia ke sini membawa berita penting. Kalau tidak, tak mungkin dia datang mengganggu tuannya yang sedang beristirahat.“Tuan, tuan besar dan nyonya menghubungi saya. Mereka ingin bicara pada Anda,” ujar Edward sembari menunduk hormat pada Axe. Posisinya saat ini berdiri di dekat kami, tidak heran mengapa Axe membiarkan jawabanku terlupakan begitu saja.Tapi yang menarik perhatianku hanya satu, kata tuan besar dan nyonya yang Edward ucapkan. Apa yang dia mak
Read more
Consultation
“Axe, ayo bangun!”“Hari ini jadwalmu konsul.” Aku berusaha menarik tangan Axe agar dia segera bangun. Bukannya membantuku, Axe malah sengaja memberatkan tubuhnya sendiri hingga aku tak sanggup mengangkatnya bangun. Aku mendesah melihatnya tak kunjung bergerak atau sekadar membuka mata. Mungkin Axe lupa bahwa nyaris satu minggu ini sejak dia tertembak, yang dia lakukan hanya istirahat total di atas ranjang. Untungnya kondisi Axe saat ini jauh dari kata tidak baik, hanya saja dia menjadi sangat malas akhir – akhir ini. mungkin karena aku terlalu memanjakannya.“Axe, cepat bangun. Jangan sampai aku menyirammu dengan air dingin!” ancamku tak lagi sabar menghadapi tingkahnya.Aku segera mengangkat kakiku menuju kamar mandi. Kuambil apa pun yang ada di sana untuk menampung seperempat air dari shower. Aku memang tidak main – main dengan perkataanku, jika Axe masih tidak mau bangun, aku tidak akan segan – segan
Read more
London
Aku menghela napas memperhatikan gedung besar yang menjulang tinggi di depan. Mataku memanas mengingat ini adalah rumah yang kutinggal pergi selama lima tahun. Banyak kenangan, ntah itu manis atau pahit yang kupaksa berhenti hidup. Meski kenangan itu sampai sekarang, bahkan sampai kapan pun akan tetap bersarang di memori otakku. Hanya bagaimana aku mengelolah kenangan buruk itu menjadi sebuah motivasi dan tetap menyeram indah bersama kenangan manis. Toh, memang kenangan buruk itu tidak sebanyak kenangan manis yang kudapatkan di sini.Aku takkan goyah hanya karena harus mengingat bagaimana, untuk pertama kalinya Axe mengambil kesucianku secara paksa. Masa – masa siram itu sudah lewat, bukankah saat ini aku sudah bisa menerima segala kekurangannya? Bahkan aku tidak masalah bila Axe ingin menyentuhku.Ya, aku tidak akan munafik. Aku juga menikmatinya, menikmati dosa teramat besar dalam hidupku. Seharusnya, ada baiknya aku memilih menjaga jarak dari
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status