Semua Bab Ketika Mertua Ikut Campur: Bab 31 - Bab 40
55 Bab
Part 31
POV Eliza ****Kini tinggal kami berdua yang berada di dalam kamar. Benar sih kata bu Yuni. Mas Lutfan sekarang ini seperti mayat berjalan. Tapi ada saatnya nanti dia mau tersenyum dan sedikit berbicara. Serta akan berubah menjadi buas saat gairahnya mulai bergejolak. Ya, meski tak seperti mas Lutfan yang asli, tapi sudah membuatku tetap bahagia. Menikmati malam berdua saja di dalam kamar seperti ini.Sebelum melakukannya, aku membimbing mas Lutfan untuk duduk di atas kasur. Aku ingin memandanginya terlebih dulu sepuas hati ini. Tak lupa, aku pun bebas melakukan apa saja kepadanya saat ini.Pandangannya kosong. Memang benar hanya raganya saja yang ada bersamaku. Entah dimana jiwa mas Lutfan sekarang ini. Aku tak mau pusing memikirkannya. Itu adalah urusan bibi Susi. Aku hanya melakukan sesuai tugas saja.Tugasku sebelum melakukan hal itu adalah membuatnya terpancing untuk bergairah kepadaku terlebih dulu. Dia m
Baca selengkapnya
Part 32
Kring, kring, kring …. Bunyi alarm terdengar sangat nyaring. Ternyata secepat ini matahari sudah akan menampakkan dirinya lagi. Perlahan kukerjapkan mata untuk mengumpulkan kesadaran. Setelah mataku benar-benar terbuka, aku melihat mas Lutfan yang masih sangat terlelap di sampingku. Segera aku bangkit dari pembaringan dan duduk untuk sesaat. Aku melihat ke arah mas Lutfan. Dia menjadi sering sekali berkeringat. Wajahnya pun terlihat sangat lelah. Aku sengaja memegang bajunya pun sedikit basah karena keringatnya. “Kamu capek banget ya, Mas? Kalau berkeringat karena panas kayaknya nggak mungkin. Ada AC kok. Kamu kalau tidur keluar banyak keringat pasti karena kecapekan. Sampai-sam
Baca selengkapnya
Part 33
Sekitar pukul enam kurang sepuluh menit aku baru keluar dari kamar. Mas Lutfan selalu mencegahku saat akan pergi darinya. Jadi, aku pun menurutinya saja. Toh, ibu mertua yang menyuruhku untuk bersantai. Tidak mungkin jika tiba-tiba beliau datang menyuruhku untuk membantunya. “Dek, dari tadi sebenarnya perutku udah lapar lho.” Kami berjalan menuju ke meja makan. Hanya sekitar sepuluh menit lagi sudah harus sarapan bersama. Jadi langsung saja ke sana. Keperluan toko kami siapkan mendadak saja nanti. “Sekarang porsi makanmu jadi banyak ya, Mas. Ternyata perkataan ibu benar ya?” “Ck! Benar apanya? Kebetulan saja, Dek. Tau sendiri ‘kan, toko ramai terus. Mungki
Baca selengkapnya
Part 34
Ada jeda keheningan yang terjadi, tapi tak lama mereka tersenyum bahagia.“Salwa hamil, Fan? Benar itu Wa?” tanya ibu mertua seraya mendekatiku.“Iya Bu, Alhamdulillah hasi tespek positif.”“Syukur kalau begitu, Wa. Ibu akan segera menjadi nenek.”Beliau memelukku. Sepertinya beliau sangat bahagia dan merasa terharu. Aku melihat matanya berbinar-binar.“Iya Bu, Ibu sama bapak akan menjadi nenek dan kakek.”“Iya, kamu harus berhati-hati. Jangan sampai kecapekan ya?”Beliau melepas pelukannya dan kembali duduk di kursi tepat di sebelahku.“Iya Bu, tapi Salwa mau tetap ke toko.”Sedikit ragu mengucapkannya. Aku takut ibu mertua langsung melarangku untuk pergi ke toko.“Ya nggak apa-apa. Tapi dengan syarat kamu hanya mengawasi. Tidak boleh ikut turun tangan melayani. Sekali pun seda
Baca selengkapnya
Part 35
Mobil sudah rapi terpakir di halaman toko. Ya, lumayan luas karena memang digunakan untuk tempat parkir juga.“Dek tunggu, biar aku yang bukain pintu,” ucap mas Lutfan seraya tersenyum.“Tumben Mas?”Keningku sedikit mengerut, bibirku pun mengembang. Mas Lutfan bertambah manis kepadaku. Atau mungkin aku sedang hamil. Katanya kalau istri sedang hamil, suami akan lebih perhatian. Sebenarnya mas Lutfan dari awal sudah perhatian. Tapi kalau buka pintu mobil tetap saja aku yang akan melakukannya sendiri. Mungkin hanya hari ini saja dia begini. Syukuri saja deh.“Hehe, nggak apa-apa ‘kan?”Kini dia sudah berada dibalik pintu. Dia serius melakukannya.“Iya Mas, nggak apa-apa sih. Makasih ya?”Aku meraih tangannya yang ia julurkan kepadaku. Kami berjalan bersama. Tak lupa aku menggandeng lengannya.Setelah pintu toko terbuka, semua kar
Baca selengkapnya
Part 36
“Kamu nggak pakai peniti dan gunting lipat yang Ibu berikan tadi pagi, Wa?”Akhirnya pertanyaan keluar dari mulut beliau setelah sekian lama mengoreksiku.Sudah pasti, rasaku ingin meledak dibuatnya. Kenapa harus membahas hal itu lagi sih? Aku hanya ingin ke kamar dan menenangkan perasaanku saja. Bukan justru ditambah dengan pertanyaan seperti ini.“Ada kok, Bu. Tadi aku lihat Salwa menyimpannya di dalam tas,” jawab mas Lutfan.“Kenapa nggak dipakai?”“Kata siapa, Bu? Dari tadi Salwa memakainya terus. Ini saja sudah di rumah. Jadi, tadi di mobil sengaja dicopat untuk disimpan di dalam tas.” Mas Lutfan yang selalu menjawab pertanyaan beliau. “Yuk Dek, kamu ngantuk ‘kan?”Meski aku mendiamkannya, ternyata mas Lutfan masih saja perhatian. Dia menyelamatkanku dari intrograsi yang dilakukan oleh ibu mertua.Kami kembali berjalan menu
Baca selengkapnya
Part 37
POV Ibu Mertua ****Setelah Lutfan dan Salwa pergi. Segera kuhampiri Eliza yang masih muntah di dalam kamarnya. Jarak haid terakhir Salwa dan Eliza tak terlalu lama, sudah pasti Eliza pun hamil. Sungguh senang jika memang seperti itu. Sudah akan punya cucu, kini tahap terakhir akan segera kulakukan.Menumbalkan janin yang ada di dalam rahim Eliza adalah sebuah pungkasan yang akan membuat uang yang didapat Lutfan berlimpah ruah. Kebahagiaanku ternyata berlipat-lipat.Waktu itu pun Eliza bersedia akan melakukan tahap ke dua. Dia memang wanita yang cerdas dan baik hati. Dia bisa memilih kesempatan emas yang sedang menghampirinya.Setelah ritual menumbalkan janin, mungkin dalam waktu dua bulan aku hanya mengandalkan penglaris yang berasal dari tanah kuburan itu saja. Eliza harus pulih dulu dan baru boleh berhubungan lagi dengan Lutfan. Setelahnya uang akan kembali mengalir dengan derasnya. Atau mungkin proses itu tidak m
Baca selengkapnya
Part 38
“Benar-benar ya, Mas? Kita setiap hari harus bersandiwara seperti ini. Setiap hari harus berbohong. Huft!”Kami sudah ada di dalam mobil. Aku menghela napas seraya mencopot peniti itu. Sudah aman sekarang. Tak ada lagi sandiwara yang akan kami lakukan. Tenang untuk beberapa waktu ke depan.“Iya Dek. Kalau kita jadi artis sudah pasti akting kita akan mendapat penghargaan ya? Hehe.”“Huh! Kamu ini. Capek tau Mas. Setiap hari harus kucing-kucingan sama Ibu. Ibu itu kenapa juga masih percaya sama hal semacam itu sih. Tradisi sih memang. Tapi, ah … sudahlah. Percuma saja kalau mengeluh. Ibu pasti tetap akan keras kepala.”“Dek, maafin aku banget ya? Masa selama ini aku belum bisa membahagiakanmu ya? Ck! Payah!”Tak kuduga, ternyata mas Lutfan menyalahkan dirinya sendiri. Padahal aku hanya sedikit mencurahkan sedikit perasaanku saja.“Nggak gitulah, Ma
Baca selengkapnya
Part 39
POV Eliza ****Kebetulan ada bu Yuni di dapur. Selama sebulan ini aku benar-benar merasa sangat rindu dengan sentuhan mas Lutfan. Kandunganku kini sudah tiga bulan lebih, mungkin boleh jika aku meminta izin untuk melakukan ritual itu kepada beliau. Toh dengan begitu, tokonya mas Lutfan akan kembali ramai.“Bu maaf, aku sudah hamil tiga bulan. Emmm … apa boleh melakukan ritual itu lagi?”Aku sedikit ragu mengatakannya. Namun, karena gairahku yang sangat tinggi, akhirnya kuberanikan saja untuk mengatakannya.“Kamu sudah nggak sabar ya?” ucap bu Yuni seraya tersenyum.Aku tersipu karenanya. Tapi tak mengapa, memang itu yang sedang kurasakan saat ini. Kami saling menguntungkan. Jadi, tak ada yang akan merugi.“Iya Bu, maaf.”Tak enak rasanya, namun tetap kuberanikan saja.“Ya sudah, taruh saja air mawarnya. Hati-hat
Baca selengkapnya
Part 40
“Dek, temanku akhirnya ada yang mau membantu kita untuk menyelidiki kasus tanah kuburan.”“Beneran Mas?” tanyaku lumayan terkejut. Mengingat sudah beberapa kali banyak yang menolak tawaran itu.Kami sudah ada di toko. Meski hari ini sangat ramai, aku dan mas Lutfan menyerahkan sepenuhnya kepada karyawan yang ada. Kami sengaja membahas rencana untuk segera melakukan penyelidikan. Semakin lama rasanya semakin tak tenang. Bukan hanya memikirkan diri sendiri. Kami pun memikirkan keselamatan karyawan yang sudah berkomitmen bekerja di sini.“Iya Dek. Afif, dia mau melakukannya. Tapi dua mingguan lagi, dia baru longgar, Dek. Gimana?”“Ya, daripada nggak ada yang mau. Ya udah, Mas. Nggak apa-apa. Dua minggu pasti nggak lama kok.”“Penyelidikan kayak gitu nggak langsung sekali jadi ‘kan, Dek? Harus benar-benar diselidiki sampai menemukan keterangan yang benar-benar val
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status