Semua Bab After 30: Bab 11 - Bab 20
89 Bab
11. Ternyata Novi...
“Kamu sudah cetak email yang dikirim kantor pusat kemarin? Hari ini isi email itu akan dibahas dalam meeting,” tanya Revan, tatapannya tetap fokus ke arah depan, memperhatikan jalan. “Sudah Pak, sudah saya siapkan semuanya di dalam tas,” jawab Novi ketus. Dia masih kesal atas kejadian barusan. Maksudnya apa sih Pak Revan itu? Novi pikir Pak Revan mengajaknya ke Hotel untuk beristirahat sejenak dan bersenang-senang. Ternyata malah dia meninggalkannya di sana seorang diri. Tentu saja Novi langsung mengurungkan niatnya untuk masuk ke Hotel besar tadi. Buat apa dia kesana kalau hanya seorang diri! Ternyata Pak Revan lebih sulit dari yang dibayangkan oleh Novi. Novi pikir Pak Revan akan sama dengan pria-pria yang dikenalnya, yang dengan mudah di dapatkan hatinya h
Baca selengkapnya
12. Jika cerita Novi benar...
Ibu senang sekali Li...” Ibu tersenyum sambil menatap anak perempuannya yang sudah terlewat dewasa. “Kenapa Bu?” tanya Lia penasaran. “Ibu senang, kamu punya teman yang baik seperti Anita. Ibu jadi merasa tenang, walaupun kamu belum punya pasangan sampai sekarang tapi paling tidak kamu punya teman yang baik.” Ibu tak henti-hentinya memuji kebaikan hati Anita. Sore tadi, sepulang dari supermarket Anita dan pacarnya datang ke rumah Lia. Mereka membawa sekeranjang besar buah-buahan dan ngobrol panjang lebar dengan Ibu. Ibu memang terlihat berbeda saat mengobrol dengan Anita, wajahnya tampak sumringah. Sepertinya Ibu memang senang di ajak ngobrol, mungkin karena selalu di rumah sendirian tak ada teman bicara Ibu jadi merasa gampang bosan dan saat ada orang yang mengajaknya bicara dia langsung ceria, Lia pun sangat senang melihatnya.Lia sangat bersyukur, mengenal Anit
Baca selengkapnya
13. Jangan Ge-er Lia...
“Selamat pagi semuanya,” ucap Revan membuka briefing pagi ini. “Pagi Pak...” Jawab seluruh karyawan kompak. "Dua hari Saya absen, nggak ada masalah kan?” “Nggak ada Pak, aman!” ucap Jamal mewakili teman-teman sales nya. “Lia? Kamu pasti kesulitan ya, harus buat tagihan yang lumayan banyak.” Lia tersentak kaget saat namanya disebut oleh bosnya, “oh, nggak Pak," jawabnya singkat. Revan mengangguk puas dengan kinerja Lia. Sebelum briefing dia memang sudah mengecek tagihan-tagihan yang dibawa sales selama dua hari kemarin. Dan pekerjaan Lia ny
Baca selengkapnya
14. Kepergian Ibu
“Bu, Lia sudah masak udang goreng tepung loh, katanya kemarin Ibu pengen udang tepung,” Lia masuk ke kamar Ibunya sambil membawa sepiring penuh udang goreng tepung yang baru saja matang. “Baunya enak banget loh Bu, hmmm... Ibu pasti suka.” Lia meletakkan piring itu di meja dekat ranjang Ibunya dan menatap Ibu yang sepertinya masih lelap tertidur. “Tumben, sudah jam tujuh pagi kok Ibu belum bangun? Biasanya Ibu sudah bangun dari subuh, apa karena sekarang hari minggu?” ucap Amalia bermonolog. “Ibu...” Amalia duduk di tepi ranjang Ibunya dan menyentuh pundaknya dengan pelan mencoba membangunkan sang Ibu. “Badannya di seka dulu yuk? Sama ganti pampersnya, terus sarapan. Sudah jam tujuh loh... Bu...”   Ibu tetap diam tak bergeming.   “Bu? Bu?" Lia langsung merasa cemas, jantungnya berdebar makin kencang saat menyadari tubuh Ibunya sudah terasa dingin.   Dengan tangan gemetar, Lia mendekatkan j
Baca selengkapnya
15. Emosi lagi.
“Pak.. Revan..” “Kamu mau ke mana Lia?” suara baritone yang sangat dalam dari Pak Revan menembus hati Lia membuatnya entah kenapa ingin menangis dalam pelukan hangat ini. Lia tak menjawab, namun malah menangis terisak. Membuat Revan mengurungkan niatnya untuk bertanya hal yang lainnya, dia hanya memeluk Lia makin erat dalam dekapannya. Hampir sepuluh menit, Lia menangis terisak dalam pelukan bos nya, membuat kemeja Revan basah kuyup tepat di bagian dada di mana Lia menyandarkan wajahnya.Setelah reda emosinya, Lia merasa malu. Perlahan dia menjauhkan tubuhnya dari dekapan Pak Revan. Revan yang merasa Lia mulai bergerak menjauh akhirnya mulai melonggarkan pelukannya. 
Baca selengkapnya
16. Sepi.
"Tanah di makam Ibu masih basah, tapi mas Toni sudah ribut mau jual rumah Ibu! Kebangetan kamu Mas!" Ucap Lia sambil berusaha menahan emosi nya yang meletup-letup di dada. "Ya bukan begitu maksudku, biar semuanya clear," jawab kakak kedua Lia dengan santai. "Aku juga setuju dengan usul Toni," tiba-tiba Sandy, kakak pertama Lia muncul dan ikut berkomentar."Nanti kamu bisa ikut mas atau mau ikut Toni juga nggak apa-apa." Lia merasa tak bisa berkata-kata lagi, lidahnya terasa kelu."Nggak perlu! Aku bisa mengurus diriku sendiri!" Lia menghentikan kegiatan makannya yang belum selesai. Dia sudah tak punya napsu makan sama sekali. 
Baca selengkapnya
17. Makan siang dengan Pak Revan
Lia diajak masuk ke dalam restaurant yang sangat besar itu dan digiring menuju tempat duduk yang ada di dekat jendela dengan pemandangan taman yang sangat indah. Revan memperlakukannya dengan sangat sopan, dia bahkan menarik kursi yang akan diduduki Lia agar Lia dapat duduk dengan mudah. “Te.. terima kasih,” ucap Lia gugup. “Nggak usah gugup, Saya nggak akan macam-macam. Cuma mau temani kamu makan siang,” Revan mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum, sangat menawan. “Ehm.. “ Lia berdehem untuk menghilangkan rasa gugupnya, dan duduk dengan tenang di kursinya. Ini benar-benar kali pertama baginya makan di tempat semewah ini, apalagi dengan seorang pria setampan atasannya itu.
Baca selengkapnya
18. Genit.
Amalia kembali ke kantornya dengan jantung yang berdebar-debar tak karuan. Dia merasa takut.Takut jika dia ketahuan telah makan siang dengan Pak Revan, pasti semua teman kantornya sangat heboh walau sebenarnya Pak Revan mengatakan kalau itu semua tidak masalah buatnya.Apalagi kalau Novi sampai tahu, ahh... Lia tak berani membayangkannya. Lia berusaha memasang wajah senormal mungkin saat masuk ke dalam ruang kerjanya dan duduk dengan manis di kursinya.Lia merasa sangat konyol, memangnya dia melakukan kesalahan apa? Hanya makan siang dengan atasannya, itu bukan sebuah dosa kan? Hanya makan siang! Iya hanya makan siang! Namun entah kenapa, hati Lia menginginkan lebih dari sekedar makan siang. Salah
Baca selengkapnya
19. Jatuh cinta?
Saat waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, Lia dengan terburu-buru menyelesaikan semua pekerjaannya dan bergegas untuk pulang.Hari ini, setelah magrib akan ada acara baca doa lagi di rumahnya, dia harus bergegas beberes rumah. Karena kedua kakaknya sudah pulang ke Jogja jadi semuanya harus Lia urus sendiri. “Lia! Lia!” Saat Lia hendak menyalakan motornya, Anita berlari tergopoh-gopoh mendekatinya. Lia pun menurunkan standar motor dan menunggu Anita hingga mendekat.“Ada apa Nit?” “Nanti acara baca doanya jam berapa?” “Habis magrib, makanya aku buru-buru mau pulang.” “Wah, mepet sekali! Sekarang kan sudah jam lima!” tanpa bicara lagi Anita langsung naik ke atas motor Lia. “Loh, Nit? Ngapain?” “Aku ikut ke rumahmu, bantu-bantu. Aku kira acaranya
Baca selengkapnya
20. Restu Anita.
“Kali ini kamu nggak bisa mengelak lagi! Ayo bilang, atau aku akan terus di sini menunggu!” Amalia duduk sambil menundukkan kepalanya persis seorang murid yang ketahuan mencontek saat ulangan oleh Guru yang galak. Dan Anita adalah guru galak itu.Anita menyilangkan tangannya di dada sambil menatap Amalia yang masih terus tertunduk. Posisinya yang berdiri membuat Amalia semakin terintimidasi. “Semalam kamu bisa mengelak dengan alasan sudah lelah, aku maklum karena aku juga merasa lelah. Tapi sekarang nggak ada alasan kan? Ayo cerita, mumpung kita hanya berdua di sini!" Ya, ruang klaim memang saat ini sedang kosong.  Saat jam istirahat, admin klaim yang hanya terdiri dari dua orang yaitu Anita dan Pak Anhar  tak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status