Semua Bab After 30: Bab 21 - Bab 30
89 Bab
21. Rayuan Revan.
Lia memarkirkan motornya di pelataran sebuah restoran dengan bangunan yang bergaya belanda kuno.“Benar ini tempatnya kan?” ucap Lia bermonolog.Lia belum pernah datang ke sini sebelumnya, dia hanya mengikuti lokasi yang dibagikan oleh Revan lewat chat. Dia tak menyangka kalau tempat makan kali ini begitu lengang. Bahkan hanya ada dua mobil di halaman parkirnya.Lia jadi sedikit takut jika dia salah masuk tempat. Akhirnya dia mengambil ponselnya untuk menghubungi Revan.“Pak... Saya sudah ada di depan,” ucap Lia saat panggilan teleponnya diangkat oleh Revan. “Ya, masuk aja Lia. Saya sudah ada di dalam.” “Oh... i
Baca selengkapnya
22. Sixpack atau Threepack.
Lia berulang kali menatap pantulan dirinya di cermin. Malam ini, setelah acara baca doa selesai dan Anita pulang, Lia langsung mengganti bajunya dengan baju terbaik yang dia miliki. Tadi siang saat makan siang dengan Pak Revan, dia berjanji untuk makan malam di angkringan dekat rumahnya. Entah kenapa Lia selalu menurut dan tak bisa menolak permintaan atasannya itu. Revan ngotot minta makan malam bersama karena Lia tak bisa ikut makan siang esoknya. Lia tak bisa makan siang dengan Pak Revan karena dia sudah membuat janji makan siang bersama Anita. Besok adalah hari ulang tahunnya, tapi Lia enggan mengatakan yang sebenarnya pada Revan.   Lia terdiam, dia teringat kembali saat Pak Revan mengatakan bahwa dia menyukainya, bahwa dia merasa nyaman saat di dekatnya. Tanpa Lia sadari senyum mengembang di bibi
Baca selengkapnya
23. Ulang Tahun Amalia.
"Selamat ulang tahun Lia.." Anita sengaja menyiapkan sebuah kue tart mungil dilengkapi dengan tiga lilin ulir warna pink. "Ayo tiup lilinnya," Ucap Anita sambil bertepuk tangan.  "Stt! Malu ah, kaya ABG aja pakai tiup lilin segala," Lia menunduk malu. Ini adalah kali pertamanya dia merayakan ulang tahun di sebuah restoran.  Selama ini, Lia selalu merayakan ulang tahunnya sendirian, karena tak pernah ada teman yang memperhatikan hari lahirnya itu. Jujur Lia sangat senang dan terharu atas perhatian Anita namun dia tetap merasa malu, dia merasa terlalu tua untuk melakukan ini semua.  “Maaf aku datang terlambat,” Adam datang dengan sedikit tergopoh-gopoh.“Kerjaan di kantor banyak banget tadi,” lanjutny
Baca selengkapnya
24. Berubah.
"Jadi kamu nggak mau makan siang dengan Saya hari ini karena sudah janji makan siang dengan pacarmu?”Revan berdiri sambil menyandarkan bokongnya diujung meja kerjanya, sedangkan Lia duduk di kursi tepat di depan Revan. Lia merasa heran, tampak dari tatapan matanya saat melihat Revan.“Kok Pak Revan marah?” “Saya nggak marah, memangnya Saya terlihat marah? Saya hanya nggak suka di bohongi!” “Saya mau makan siang dengan siapa itu kan urusan Saya. Privasi Saya! kenapa Saya harus mengatakan semuanya kepada Bapak?” Revan menatap Lia sambil menyilangkan tangannya di dada. Setelah menarik n
Baca selengkapnya
25. Kopi Cinta yang gagal.
Seharian ini Lia merasa kesal, bahkan terus terbawa perasaan itu hingga pulang kerja. Alhasil, Lia jadi malas untuk melakukan apa-apa di rumah. Dia hanya tiduran di atas ranjang milik almarhumah Ibu nya.“Ternyata, sepi sekali hidup sendirian di rumah ini. Rumah terasa terlalu besar dan kosong… apa lebih baik aku kos saja ya? biar punya teman kos dan nggak merasa sepi seperti ini…” gumam Lia. Sejak kepergian Ibu, baru kali ini Lia merasa kesepian. Biasanya selalu ada Pak Revan yang mengirimi pesan atau mengajak makan.“Sadarlah Lia, dia bukan siapa-siapa. Kenapa dia harus bertanggung jawab untuk perasaanmu,” gumamnya lagi sambil memejamkan mata. Kriing..Dengan
Baca selengkapnya
26. Pengakuan Revan
‘Klik. Klik.’Lia mengambil ponselnya karena ada notifikasi pesan masuk.“Pasti Mas Rohman,” gumamnya. Dari pagi Rohman memang sudah wanti-wanti agar Lia segera membuat dokumen permohonan order untuk Rumah sakit XX. Dia terlihat sangat khawatir Lia akan dimarahi lagi oleh Pak Revan sehingga dia terus mengingatkan Lia. Dia bahkan mengajukan diri untuk membantu dan berniat untuk pulang ke kantor lebih awal agar bisa membantu Lia menyelesaikan dokumennya.Rohman memang sangat baik pada Lia, dari dulu.‘Nanti siang kita makan bareng, Saya tunggu kamu di Obonk.’Lia terdiam sambil menatap pesan masuk itu dengan teliti. Benar ini Pak Revan yang kirim? bukankah dari kemarin dia masih marah-marah nggak jelas? tadi pagi pun saat bertemu di ruang absensi dia masih terlihat tak bersahabat. Kenapa tiba-tiba, nggak ada angin, nggak ada hujan dia mengirimi pesan dan mengajak makan siang?Lia mengusap matanya, takut kalau ini hanyalah halusinasinya saja.Atau mungkin Pak Revan salah kirim? mungkin
Baca selengkapnya
27. Kegundahan Lia.
“Lho? Lia? kok sudah balik kantor? cepat sekali makannya?” tanya Rita yang melihat kemunculan Lia di ruang admin. Padahal Rita, Mita dan Novi bahkan belum menyelesaikan makan siang mereka.Lia memaksakan senyum sambil duduk di kubikelnya, “Aku ingat kerjaanku masih banyak jadi nggak tenang makan,” lalu Lia mulai berkutat dengan berkas-berkas pekerjaannya yang masih menumpuk.Lia bersyukur hari ini pekerjaannya sangat banyak, sehingga dia bisa sejenak melupakan kejadian tak menyenangkan saat makan siang tadi.Tapi benarkah Lia bisa melupakannya begitu saja?Lia menelan salivanya di tengah-tengah kegiatannya, dia berusaha fokus namun tetap tak bisa. Mengingat ucapan Pak Revan benar-benar membuat Lia terpukul.Jadi selama ini, tanpa dia sadari dia telah menyukai suami orang? itu sangat menakutkan! membayangkannya pun Lia tak sanggup.“Kencannya nggak lancar ya?” celetuk Novi sambil mengunyah nasinya.“Ya biasalah, namanya juga lelaki. Maunya itu yang muda, cantik, bohay. Jadi nggak usah
Baca selengkapnya
28. Usaha Revan
Saat melihat bosnya, jantung Lia berdebar sangat kencang. Tangannya gemetar. Lidah pun kelu, Lia tak bisa mengeluarkan kata-kata. "Kita lagi menyelesaikan dokumen permohonan Rumah Sakit, Pak," jawab Rohman dengan santai. Dia tak merasa apa yang dia lakukan bersama Lia di ruang meeting adalah sebuah masalah, toh sejak dulu mereka sering membuat dokumen bersama di ruang meeting. Yang membuat berbeda adalah perasaan Lia sendiri. “Kenapa sales mau bersusah payah mengerjakan dokumen?” Revan masih tampak sedikit kesal, dia pun duduk persis di depan Lia, untunglah ada monitor komputer yang bisa membantu Lia bersembunyi dari tatapan Revan.“Nggak apa-apa Pak, Saya cuma kasihan sama Mbak Lia. Kerjaannya banyak. Niatnya mau bantuin eh malah sudah selesai,” Rohman mengambil hasil print out dokumen yang dikerjakan Lia, mengumpulkannya dan menatanya dengan rapi. Lalu menyerahkan semuanya kepada Pak Revan, “tolong ditandatangani ya Pak,”Revan mengambil setumpuk dokumen tadi, dan memperhatikan se
Baca selengkapnya
29. The Right Man at the wrong time
Gila! Wajah Lia berubah pucat setelah membaca pesan dari Revan. Dia tak punya pilihan lain selain menurut, dia tak ingin Revan nekat.Akhirnya Lia bangun dari duduknya. Dia hendak menemui atasannya di lapangan badminton sebelum hal yang berbahaya terjadi. "Sibuk amat sih! Dari tadi bolak balik terus. Pusing lihatnya," gerutu Novi. Mungkin dia sedikit terganggu karena Lia duduk persis di sebelahnya. Lia memilih tak ambil pusing, dia enggan menjawab celotehan Novi. Ada yang harus dia kerjakan dan itu lebih penting daripada nyinyiran rekan kerjanya itu. Setelah keluar dari ruang admin, Lia segera berlari ke halaman belakang kantor yang ada lapangan badminton terbuka, namun sudah terbengkalai karena lama tak pernah di pakai. Dan saat sampai di lapangan, Lia bisa melihat atasannya yang sedang menginjak puntung rokok yang sudah habis. Dia menunggu Lia di ujung lapangan. Dengan jantung berdebar kencang, Lia mendekati Revan perlahan. Revan tersenyum saat melihat kedatangan Lia. Walaupu
Baca selengkapnya
30. Keberanian Lia
"Mbak Lia, gimana?” Rohman masuk ke ruang admin dan langsung menemui Lia.“Ini, tagihan Mas Rohman. Dokumen permohonan sudah di bawa?” tanya Lia sambil menyerahkan setumpuk nota tagihan pada Rohman.“Sudah,” jawab Rohman sambil menepuk tas ransel yang tergantung di depan dadanya, lalu Rohman menerima tagihan dari Lia tanpa mengecek isinya, dia sudah sepenuhnya percaya pada kerja Lia. Dengan segera Rohman memasukan tagihan tadi ke dalam tas ranselnya.“Mbak…” Rohman melirik ke arah Novi yang sedang sibuk mengobrol dengan Rita, “gimana masalah ‘itu’?” bisiknya.Lia mengangguk, “Aku akan coba saran mas Rohman kemarin, semoga berhasil ya,” jawab Lia lirih. Dia juga tak mau Novi mendengar pembicaraan mereka berdua.Rohman tersenyum sambil mengacungkan jempolnya, “Aku yakin bakal berhasil Mbak, aku tau banget dia pasti nggak bakal mau.”Lia menganggukkan kepala beberapa kali sambil tersenyum.“Ayo briefing! Rohman! ngapain kamu pagi-pagi sudah di ruang admin! bukannya ke ruang meeting dulu!
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status