Semua Bab After 30: Bab 31 - Bab 40
87 Bab
31. Kopi pelet.
Saat memasuki ruang admin, Lia sempat melirik Mita yang tersenyum sambil mengacungkan jempolnya secara diam-diam. Dia secara sembunyi-sembunyi mendukung Lia, mungkin dia segan pada Rita karena Rita adalah sahabat Novi.Mengetahui dia mendapat dukungan dari salah satu rekan kerjanya, Lia merasa lega. Lia hanya tersenyum membalas acungan jempol dari Mita.“Lia!” Lia yang baru saja menempelkan bokongnya di kursi, secara spontan berdiri dan menatap pintu ruang admin.“Ke ruangan Saya! oh iya, sekalian buatkan kopi,” tanpa menunggu jawaban, Revan langsung meninggalkan ruang admin.Lia hanya bisa mendesah dan menuruti perintah bos nya itu. Dia segera menuju pantry dan memasak air. Setelah pesanan Revan siap, barulah Lia menuju ruangan bos nya itu.‘Tok. Tok. Tok.’ Lia mengetuk pintu tiga kali dan menunggu jawaban Revan.“Masuk,” jawab Revan dan dengan segera Lia menurut."Ini kopinya," Ucap Lia sedikit ketus. “Ada apa Pak Revan memanggil Saya?” lanjutnya. Revan tersenyum, bukannya menjawa
Baca selengkapnya
32. Keputusan Anita
"Lia…” Anita menyerbu ruang admin, tempat kerja Lia saat jam di dinding tepat di angka 12. Mereka berdua sudah janjian mau makan siang bersama, dan Anita sangat antusias karena dia benar-benar penasaran dengan kelanjutan kisah percintaan sahabatnya itu.Lia yang mendengar panggilan Anita, dengan segera berbenah. Sebelum pergi makan siang, Lia selalu merapikan meja kerjanya dan menyimpan semua nota penjualannya dalam brankas. Dia memang sangat teliti.“Mau makan apa kita?” tanya Anita sambil memperhatikan Lia yang sedang beranjak sambil mengambil tas kerjanya.“Terserah, aku ikut aja.”Anita menepuk jidatnya, “Biasanya itu jawaban aku kalau di tanya sama Adam. Pantesan aja Adam selalu marah, ternyata jawaban ‘terserah’ itu bikin pusing.”“Apa sih? jangan lebay lah…” Lia terkekeh sambil mendorong pelan bahu Anita. Tanpa di duga, ternyata Anita oleng dan tubuhnya terdorong ke belakang, untunglah ada sepasang tangan kekar menyangga bahunya sehingga Anita tak terjatuh.Anita terkejut saat t
Baca selengkapnya
33. Pak comblang dadakan.
"Ada apa sih yank? Kok tiba-tiba kamu mau comblangin Lia? Bukannya Lia lagi dekat sama… siapa ya namanya?""Revan! Sudah jangan bahas cowok brengsek itu!" Anita mengepalkan tangannya, menggenggam pisau pemotong daging itu dengan erat. Dia bahkan menghentakkannya beberapa kali di atas meja. Anita dan Adam sedang makan malam berdua. Adam pikir mereka berdua akan makan malam romantis, makannya dia mengajak Anita ke restoran steak karena dia tau Anita sangat suka makan daging. Namun ternyata, kekasihnya itu sedang dalam mood yang buruk. Dia tampak marah-marah dari tadi. "Kenapa memangnya dengan si Revan ini?" Tanya Adam hati-hati, takut jika ucapannya nanti menyulut amarah Anita makin besar. "Aku pikir dia cowok baik! Ternyata dia itu sampah!" Anita memukul meja makannya dengan keras hingga membuat beberapa orang yang ada di dalam restoran menatap dirinya penasaran."Kamu tau nggak! Dia itu sudah menikah! Dia itu lelaki beristri! Dan dengan santainya mendekati Lia, kasih perhatian, k
Baca selengkapnya
34. Kopi Saya mana Lia!
“Hoaaammm…” Lia menguap dengan lebar, susah payah dia berusaha menahan rasa kantuk namun semua itu percuma. Sejak mengetahui kenyataan yang sebenarnya tentang status Revan, Lia menjadi kesulitan untuk tidur setiap malam. Namun saat jam dinding menunjukkan pukul 4 pagi, rasa kantuk mulai menyerang. Semua itu membuat ritme tidur Lia tak normal dan hasilnya dia selalu mengantuk setiap berangkat bekerja.“Habis begadang?”Lia terkejut saat mendengar suara parau dari arah belakang. Suara ini suara yang sangat dia kenal dan sangat dia rindukan.Lia memejamkan matanya dengan rapat dan mengutuk dirinya sendiri karena masih saja menyimpan rasa untuk lelaki yang tak boleh dia miliki.“Kenapa begadang? nonton drakor?” tanya Revan lagi, kali ini dia sudah berdiri di sebelah Lia.Lia tetap cuek dan menempelkan ibu jarinya di mesin absensi. Setelah itu, tanpa menjawab pertanyaan Revan, Lia langsung bergegas pergi meninggalkannya.Lia tak mau berlama-lama di dekat Revan. Magnetnya terlalu besar! bi
Baca selengkapnya
35. Tak seperti yang di bayangkan
Lia memarkirkan motornya di halaman sebuah warung yang tampak ramai. Asap mengepul di mana-mana membuat sesak.Sebenarnya sebuah pilihan yang tidak tepat makan sate buntel di siang hari di jam istirahat kerja. Bukan berarti Lia tidak suka makanan yang terbuat dari daging kambing yang sudah dilumatkan dan di lilit ke batang kayu yang lebih besar dari tusuk sate, tapi menurut dia, makan makanan ini di siang hari dan dengan waktu kurang lebih satu jam, jadi tidak begitu nikmat.Tapi mau bagaimana lagi, Ivan mengajaknya makan di sini.Lia celingukan lalu mengambil ponselnya untuk menelpon Ivan, tepat saat ada sebuah motor vixi*n datang dan berhenti di depannya. Pengendara motor tadi mmbuka helm full face nya, dan ternyata dia adalah Ivan.Lia terdiam sejenak menatap teman sekolahnya dulu. Tak ada yang berubah dari Ivan, dia masih sama seperti dulu. Tinggi, putih, ganteng dan tubuhnya atletis. Pasti dia masih suka main basket sampai sekarang sehingga tubuhnya terjaga dengan baik.“Hai Li
Baca selengkapnya
36. Ancaman Revan.
‘Klik.’‘Klik. Klik.’‘Klik. Klik. Klik’“Ugh!! ya ampun! siapa sih yang kirim pesan! banyak banget! ganggu konsentrasi aja!” Novi kehabisan kesabaran gara-gara ponsel Lia terus berbunyi. Lia mendesah sambil melirik ponselnya.Ivan sejak tadi mengirimkan pesan dan tak mau berhenti. Padahal Lia sudah tak membalas pesannya, tapi bukannya berhenti Ivan malah mengirimkan pesan makin banyak.Lia mengambil ponselnya lalu membaca pesan dari Ivan.Dan ternyata isinya adalah ajakan menonton bioskop malam minggu nanti. Sedang pesan lainnya hanya kata ‘ping’ yang dikirim sebanyak sepuluh kali.[Maaf Van, malam minggu aku tak bisa.] Jawab Lia, berharap Ivan mengerti dan berhenti mengirimkan pesan. [kamu sudah ada acara?] balas Ivan.[Iya] jawab Lia berdusta.[Oke. kalau begitu hari minggu, jam 1 aku tunggu di bioskop. Titik.]Lalu setelah itu, Ivan berhenti mengirimkan pesan pada Lia.Lia meletakkan ponselnya perlahan di atas meja, walau sebenarnya dia sedikit kesal dan ingin melempar ponselnya
Baca selengkapnya
37. Kencan yang gagal.
Ruangan di dalam bioskop tidak begitu ramai, padahal kan sekarang hari minggu. Mungkin banyak orang lebih suka menonton film-film di jaringan TV kabel berbayar daripada nonton di bioskop. Sebenarnya Lia pun sama, dia malas nonton di bioskop. Dia lebih senang menonton drakor lewat ponselnya sambil rebahan. Saat film sudah dimulai dan lampu-lampu telah dimatikan, tiba-tiba Ivan menyandarkan kepalanya di bahu Lia. Lia sempat terkejut, dia berusaha menjauhkan bahunya agar Ivan tidak seenaknya bersandar di sana. Namun ternyata kepala Ivan terlalu berat sehingga membuat Lia sulit bergerak.“Van,” panggil Lia. Namun Ivan diam dan berpura-pura tertidur.Lia mendengus. Kalau hanya ingin tidur, kenapa harus mengajak dirinya nonton? Lia sudah kesal karena Ivan datang terlambat lalu dia pula yang harus mengantri membeli tiket dan sekarang Ivan malah tertidur.Kalau bukan karena Anita dan Adam, Lia sudah enggan pergi dengan Ivan. Lia merasa tak sreg dengan sikap Ivan yang seenaknya.Tiba-tiba
Baca selengkapnya
38. Kurangnya Saya apa coba?
‘Tok. Tok. Tok.’“Siapa?” dengan lesu Lia berjalan menuju ruang tamu, hendak membuka pintu, karena sedari tadi pintu rumahnya terus menerus diketuk.“Lia? kamu belum siap?” Revan tanpak terkejut melihat Lia yang masih mengenakan piyama warnapink, rambut acak-acakan dan mata yang masih merah karena mengantuk.“Pak Revan? ngapain pagi-pagi ke rumah Saya?” Lia pun tak kalah kagetnya.Semalam dia tak bisa tidur karena badanya menggigil. Lia tak punya obat dan tak bisa pergi keluar untuk membeli obat karena hujan tak juga reda hingga larut malam.“Kita mau meeting ke Semarang, memangnya kamu lupa?”Lia melongo, dia lupa sama sekali. Padahal niatnya setelah diantar Anita kemarin sore, Lia hendak beberes untuk berangkat meeting esok paginya. Namun setelah sampai di rumah, Lia malah lupa dan langsung rebahan karena kepalanya pusing.“Saya… belum siap-siap, gimana dong, Pak?” Lia langsung panik.“Nggak apa-apa, masih jam 6. Saya tunggu kamu beberes dan mandi,” Revan menatap arloji yang tampak
Baca selengkapnya
39. Meeting yang dinanti
"Mau pesan apa Lia?” Revan menatap Lia yang duduk sambil menundukkan kepalanya. Mereka berdua berhenti di sebuah Rumah Makan yang biasa menjadi tujuan bus wisata ataupun travel untuk beristirahat.Karena makanannya banyak dan beraneka ragam, membuat Revan tak akan pusing jika Lia ingin makan makanan yang dia inginkan.“Saya ingin yang panas dan berkuah, Pak,” jawab Lia lesu.Kepalanya masih berdenyut-denyut dan pusing. Bahkan sendi-sendinya mulai terasa linu dan lemas. Tapi, Lia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Semoga saja setelah makan, tubuhnya bisa sedikit enakan.Revan menatap Lia sekejap, “Sop buntut, suka?”Lia mengangguk. Sebenarnya sop buntut terlalu mewah buat dia. Lia hanya ingin makanan berkuah dan hangat dan murah. Seperti sop ayam seharga sepuluh ribu, atau soto semarang seharga enam ribu. Tapi dia sudah tak ada tenaga untuk berdebat. Lebih baik Lia menurut daripada kepalanya bertambah pusing.Revan menghela napas, “Kamu duduk saja, biar Saya yang pesankan.” La
Baca selengkapnya
40. Jangan sakit hati, Lia. Ada Saya.
“Hachih!”Hampir seluruh peserta rapat di ruangan, menoleh ke arah Lia.Lia tersenyum dan meminta maaf beberapa kali karena sudah menginterupsi jalannya rapat, siang ini.Ini sudah ketiga kalinya Lia bersin. Dari tadi pun, tissue yang Lia gunakan sudah sangat menggunung di saku blazer nya.Lia sungguh merasa canggung dan tak enak hati, apalagi ada Pak Rudi, sang Direktur, duduk di ujung meja rapat.“Tolong, yang pegang remote Ac, di kecilkan saja. Kasihan dia kedinginan,” ucap sang Direktur.Lia langsung menunduk, malu. Padahal dia sudah sengaja memakai blazer agar tidak kedinginan, namun gagal. Karena tubuhnya memang sedang tidak fit, angin Ac benar-benar membuatnya menggigil kedinginan.“Istirahat saja, nggak usah ikut meeting,” Revan mendekatkan bahunya ke arah Lia dan berbisik.“Saya nggak enak hati, Pak,” jawab Lia. Walau sebenarnya dia memang ingin sekali berbaring, karena badannya terasa nyeri.“Pak Revan, Saya tau, Lia ini Admin inkaso andalan cabang Solo. Tapi jangan juga dif
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status