All Chapters of After 30: Chapter 41 - Chapter 50
87 Chapters
41. Perhatiaan Revan yanag meluluhkaan hati.
Jantung Amalia berdebar dengan kencang. Bagaimana tidak? seumur hidupnya, dia tidak pernah menginap di hotel. Jangankan dengan lelaki, dengan teman perempuan pun tidak pernah.Tapi sekarang, dia berdiri di depan pelataran sebuah hotel mewah yang menjulang tinggi. Hotel yang sangat mahal pastinya.“Pak, kita serius mau menginap di sini?” ulang Lia sambil mengikuti langkah Revan yang panjang.“Iya,” jawab Revan dengan singkat.“Kenapa? kamu takut Saya macam-macam?” lanjut Revan sambil tersenyum.Lia terdiam. Bohong kalau dia tidak merasa takut. Kejadian kemarin saja masih membekas dalam ingatannya. Kejadian saat Ivan mencium pipinya di bioskop. Bagaimana jika Revan juga sama mesumnya dengan Ivan.Lia memejamkan matanya, takut.“Ki-kita, tidak tidur dalam satu kamar kan?” tanya Lia, gugup.Revan menoleh. “Kalaupun satu kamar, Saya nggak akan macam-macam, kok. Nggak usah takut.”“Siapa yang berani jamin?” tanya Lia mencari kepastian.Revan mengangkat kedua bahunya, lalu kembali melanjutk
Read more
42. Badmood.
“Memangnya, kita mau ke mana, Pak?” tanya Lia yang penasaran. Dia tak bisa menutupi rasa gembiranya karena akan jalan-jalan di kota yang belum pernah dia kunjungi.Revan menyeruput kopinya sambil melirik ke arah Lia. “Kamu beneran belum pernah ke Semarang dan jalan-jalan di kota ini?” tanyanya tak percaya.Mereka berdua sedang asyik sarapan sambil ngobrol di restaurant Hotel. Pagi ini, karena bukan weekend, suasana sarapan di Hotel tampak lengang. Membuat Revan dan Lia leluasa untuk makan dan mengobrol berdua.Lia menggeleng. “Sama sekali belum pernah, makanya Saya penasaran.”Revan meletakkan cangkir kopinya sambil mendesah. “Kalau belum pernah, berarti kamu harus ke Klenteng Sam Poo Kong, lalu ke lawang sewu, atau kalau kamu nggak suka tempat-tempat itu, kita bisa jalan-jalan ke mall saja.” Revan menggigit roti bakar yang sudah di oles selai kacang sambil memperhatikan Lia yang terus menatapnya.“Saya mau, kita ke Klenteng Sam Poo Kong ya, Pak? nggak usah ke mall. Kalau cuma Mall si
Read more
43. Meriang.
“Hasil meeting kemarin, cabang Solo masih memegang rekor penagihan terbaik. Dan itu semua karena Lia,” Revan menatap Lia yang berdiri tepat di seberangnya. Lalu dia bertepuk tangan dan diikuti para sales.Lia hanya tersenyum sambil tertunduk malu.“Dan, Saya dapat pesan langsung dari Pak Rudi, Direktur utama kita. Agar Novi belajar lebih banyak lagi pada Lia, agar omzet tagihan consumer bisa sebaik Ethical.”Novi yang mendengar ucapan Revan langsung tertunduk, dia berusaha menyembunyikan wajah cemberutnya. Dia kesal.“Bisa, Nov?”“Eh? kenapa Pak?” ulang Novi, dia tampak bingung.“Kamu bisa belajar pada Lia, kan? harus bisa dan harus mau! orang kalau ingin maju itu nggak boleh malas belajar!” ucap Revan, mengingatkan.“Iya, Pak.” Novi mengangguk pelan.“Hari ini, mungkin, Saya nggak bisa full di kantor. Saya mau ijin setengah hari ya. Saya harap kalian tetap bekerja maksimal walaupun Saya tidak ada di kantor,” lanjut Revan sebelum menyelesaikan briefing paginya.“Lho kenapa, Pak?” tany
Read more
44. Aku butuh kamu, Lia.
"Nomor 14, bener ini deh, kayaknya," Lia bergumam sambil memperhatikan rumah yang ada di depannya. Rumah kuno bergaya belanda, dengan teras yang luas."Ah, coba aku ketuk dulu," dengan keberanian penuh, Lia mendekati pintu dan mengetuknya beberapa kali.Namun tak ada jawaban dari dalam. "Jangan-jangan Pak Revan pingsan?" Lia semakin khawatir. Dia berusaha mendobrak pintu yang ternyata tidak terkunci hingga Lia hampir terjatuh ke dalam rumah."Pak?" Lia berusaha memanggil Revan, namun tak juga ada jawaban.Lia berjalan semakin masuk kedalam rumah besar itu. Rumah kuno seperti ini memang biasanya berplafon tinggi hingga ruangannya terasa begitu luas dan besar, tapi bagi Lia jadi terasa menyeramkan. "Pak?" Lia melihat sebuah ruangan dengan pintu terbuka, dan dia bisa melihat Revan sedang tertidur di atas ranjang besar. "Dia tidur atau pingsan?" gumam Lia, sambil berjalan mendekati Revan."Pak?" kali ini Lia memberanikan diri menepuk pundak Revan dengan pelan."Ehmm ….""Pak, ini Saya, P
Read more
45. Jawaban Lia.
Bagaikan disambar petir di siang bolong, Lia hanya bisa terdiam menatap Revan. Untunglah, Lia tak jadi mengangkat telepon barusan. Jika sampai Lia mengangkatnya, bisa-bisa akan ada perang dunia ketiga disini. Melihat Revan hendak mengangkat telpon dari istrinya, Lia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Revan. Dia ingin memberikan kesempatan Revan agar bisa berbicara dengan nyaman. Namun saat Lia hendak menarik tangannya, Revan malah menariknya kembali lalu mendekap nya lagi di dada. "Pak, biar Saya keluar dulu, supaya Pak Revan bisa bicara dengan santai dan nyaman," Lia berusaha tetap tegar saat mengucapkan kata-kata itu dari mulutnya. Tapi kenapa juga dia harus sedih dan merasa nelangsa? Bukankah Lia sudah tau jika Revan sudah memiliki istri? Lia juga sudah menolak cinta Revan. Lalu kenapa dia harus merasa sedih? "Jangan kemana-mana, Lia. Kamu tetap di sini," Ucap Revan. "Tapi-""Tidak ada yang ingin Saya sembunyikan dari kamu, biarpun itu pembicaraan dengan Asti." Rev
Read more
46. Rindu itu berat.
"Pagi, Jamal. Keren sekali kemejanya, jadi kelihatan ganteng kamu, hari ini." Revan tersenyum cerah saat menyapa salah satu anak buahnya. Mereka berpapasan di luar pagar, tepat di depan pintu gerbang kantor.Jamal tersenyum bingung. Tumben sekali bosnya itu sudah berwajah ceria pagi pagi sekali. Bukannya kemarin dia sakit ya?"Pagi, Pak. Kok naik Jocar?" tanyanya, penasaran."Mobil Saya, kemarin Saya tinggal," jawab Revan singkat."Ayo, Saya duluan." Revan bergegas menuju ke dalam bangunan kantor. Tentu saja dia sudah sangat tak sabar bertemu Lia. Padahal semalam mereka bertemu, namun saat membuka mata di pagi hari, Revan langsng merasa Rindu."Benar kata Dilan…," gumam Revan sambil tersenyum."Dilan, bilang apa?"Revan tersentak kaget, karena ternyata ada yang mendengar gumamannya."Guntur, bikin kaget aja." Revan mengelus dadanya karena kaget."Dilan bilang apa, Pak?" Guntur masih penasaran."Dilan bilang, kalau rindu itu berat," jawab Revan sambil tersenyum."Siapa Dilan?" sambung
Read more
47. Wejaangan Anita.
"Kamu mau pesan apa?" Anita membuka buku menu, dan mulai membolak balik halaman sambil berpikir akan memilih makanan apa untuk makan siangnya. "Aku… bakmi kuah balungan," jawab Lia tanpa membuka buku menu. Dia sudah pernah kesini sebelumnya dengan Revan dan dia sudah punya menu favoritnya sendiri."Enakkah?" tanya Anita sambil menatap Lia. Lia mengangkat jempolnya. "Kalau hujan begini, paling mantap ya yang kuah. Sama teh panas… uuhh, sempurna." Anita mengangguk, "Kalau gitu, aku juga sama."Lia tersenyum lalu kemudian menatap rintik air yang turun lumayan deras dari jendela kaca. "Hujan-hujan gini enaknya tidur di rumah ya Li? Bukan kerja," gerutu Anita. Lia tersenyum, "Jangan ngeluh. Masih untung kita, kerjanya di dalam kantor, hujan gini nggak masalah. Kasihan sales-sales yang kerja di lapangan. Kehujanan."Anita langsung manyun mendengar ucapan Lia, "Iya iya bu ustazah.""Hus! sembarangan!" kesal Lia sambil memukul pelan bahu Anita.Anita hanya terkekeh, lalu dia mengambil po
Read more
48. Sama-sama salting
Lia berada di kamarnya yang berantakan karena semua bajunya berserakan. Lia merasa kesal karena semua baju yang dia miliki hanya kemeja lengan panjang yang biasa dia pakai untuk berangkat ke kantor dan celana panjang bahan kain. Ada satu celana jeans yang sudah sangat lusuh dan satu-satunya celana jeans yang bagus dan layak dipakai, hanyalah celana yang waktu itu dia beli di Semarang.Lia mendesah frustasi. Kemarin saat akan berkencan dengan Ivan, dia tak merasa se bingung ini, kenapa hanya akan pergi makan sate dengan Revan, dirinya begitu frustasi karena tak punya baju bagus? "Masa aku pakai kaos yang beli di Semarang juga, ya ampun!" gerutunya, kesal."Mulai besok, aku harus menyisihkan uang untuk membeli baju, sepatu, dan tas untuk dipakai jalan, bukan untuk kerja saja," gumam Lia sambil terus mengobrak abrik lemari bajunya. Berharap menemukan sebuah blouse cantik agar bisa dipakai untuk kencan perdananya dengan Revan.Mata Lia berbinar saat melihat sebuah blouse berwarna ungu
Read more
49. Lagi lagi Ivan.
Ivan tersenyum lebar sambil menatap Lia. Wajahnya terlihat begitu mengejek Lia."Oke, aku bakal kasih kamu kesempatan sekali lagi." Tanpa permisi, Ivan langsung duduk di bangku kosong yang ada di depan Lia."Aku mau kok, kita kencan lagi. Ya, ini semua karena kita dulu satu SMA. Aku kasihan lihat kamu seperti ini." Ivan terus nyerocos tanpa memberi kesempatan Lia untuk bicara."Maaf, Van. Kursi itu sudah ada yang punya. Silahkan kamu cari kursi yang lain," ucap Lia, tegas. Lia enggan berurusan lagi dengan Ivan."Puft! memangnya kamu janjian makan sama siapa? temen cewek? nggak apa apa, kita bisa jalan bertiga. Mungkin dia juga cewek nggak laku kayak kamu? iya kan?" cibir Ivan, dia tetap tak peduli dengan ucapan Lia."Aku mau duduk dengan siapa, itu urusanku! sekarang , tolong pergi! sebelum pemilik kursi itu datang!" ketus Lia."Memangnya ini warung punya kakek Lo? bebas dong! siapa saja boleh duduk di sini." Ivan mengangkat satu kakinya untuk menunjukkan jika dirinya tak mau pergi.L
Read more
50. Curiga
Hari ini, dari pagi, Lia merasa tak bersemangat. Dia merasa ada yang berbeda dari sikap Revan sejak kejadian semalam. Lia jadi makin penasaran, apa sebenarnya yang diucapkan Ivan. "Huft…" Lia menghela napas sambil melirik jam tangannya. Sudah pukul 10 pagi, dan Revan belum muncul di kantor. Ada apa gerangan dengannya? Revan bahkan tak memberi kabar jika hari ini akan terlambat masuk kantor. Lia memandangi jari manisnya yang sudah di lingkari cincin pemberian Revan. Awalnya, Lia ingin memberi kejutan pagi ini pada Revan dengan mengenakan cincin pemberiannya waktu itu. Namun ternyata, Revan belum muncul sampai se-siang ini.Lagi-lagi Lia menghela napas. "Pacar kamu kasih cincin, Li?" Teriakan Mita membuyarkan lamunan Lia. Rita dan Novi yang mendengar ucapan Mita, langsung menoleh ke arah Lia. Dengan serentak, mereka berdua memandang jemari Lia. Dengan spontan, Lia menutupi cincin yang melingkar di jari manisnya. Karena bingung harus menjawab apa, Lia hanya tersenyum kaku."Coba
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status