Semua Bab Pewaris Tahta Kerajaan : Bab 81 - Bab 90
133 Bab
81. Kehadiran Jaka Dula dan Ki Kunda
Mendengar teriakkan Abdullah, orang itu langsung melesat cepat ke arah timur. Ia terbang melewati danau. Dari cara terbang dan kecepatan gerakannya, sudah dapat dipastikan bahwa orang tersebut bukanlah seorang pendekar biasa. Tentu, ia merupakan seorang pendekar yang memiliki kepandaian ilmu bela diri yang sangat tinggi. Dengan penuh keberanian, Abdullah langsung mengejarnya. Demikian pula dengan Junada, ia bergerak cepat mengikuti Abdullah. Ketika Abdullah dan Junada sudah berada di batas desa, orang tersebut menghentikan langkahnya, lantas berkatalah orang itu sambil tertawa dingin, "Baiklah, saudaraku, aku takut pada kalian. Kalian jangan mengejarku lagi!" Setelah berkata demikian, orang tersebut kembali berlari. Namun, Abdullah dan Junada tetap melakukan pengejaran. "Hai! Mau lari ke mana kau?" teriak Abdullah. "Awas kau! Kupukul kepalamu nanti?" bentak Junada ikut berlari mengikuti langkah Abdullah. Orang itu mengeluarkan gerakan lari pasang surut, kadang cepat dan kadang pe
Baca selengkapnya
82. Pertarungan Abdullah dengan Jarim
Setibanya di saung, Junada dan Abdullah kembali duduk di beranda saung tersebut. Malam itu, Junada dan Abdullah memutuskan untuk tidak tidur, karena mereka merasa khawatir jika para penjahat itu akan kembali lagi. "Paman mau minum rempah hangat?" tanya Abdullah lirih. "Iya, Abdullah. Tapi jangan terlalu manis!" jawab Junada. "Baik, Paman." Abdullah segera membuatkan minuman rempah untuk pria paruh baya yang sangat ia hormati itu. Ketika dirinya tengah menumbuk gula Ganting, di belakang saung terdengar suara langkah kaki. Seolah ada seseorang yang berjalan menginjak ranting kering di belakang saung tersebut. Bukan hanya Abdullah saja yang mendengar suara tersebut. Namun, Junada pun mendengarnya. Tapi, Junada meminta Abdullah agar mengabaikannya. "Biarkan saja! Yang terpenting siapa pun orangnya yang ada di belakang saung ini tidak jahat terhadap kita," kata Junada pada Abdullah yang baru selesai membuatkan minuman hangat untuknya. "Iya, Paman." Junada langsung meletakkan dua gela
Baca selengkapnya
83. Titah Sang Raja untuk Anggareksa dan Senapati Lintang
Dengan demikian, Jarim tak dapat menahan perasaannya, sehingga mulutnya yang kotor itu berbohong kepada Junada, "Sungguh sial, seorang penduduk telah menyesatkan aku hingga nyasar ke tempat ini," desis Jarim berusaha untuk menutupi jati dirinya. Junada sudah paham dengan kebohongan Jarim, ia hanya tertawa dingin. Tanpa terduga pundak Jarim ia pukul dengan sangat keras. Hanya dipukul pelan saja, Jarim merasakan seolah tulangnya seperti lepas. "Kenapa Ki Sanak memukulku?" tanya Jarim kaget sambil meringis menahan rasa sakit di pundaknya. "Karena kau sudah berbohong!" bentak Junada. 'Sial! Ternyata orang ini sudah mengetahui kebohonganku,' batin Jarim. Dengan gerakan yang sangat cepat, Jarim bangkit dan langsung melesat terbang meninggalkan tempat tersebut. Saketi, Sami Aji, dan Abdullah tampak kaget melihat pemandangan seperti itu. Mereka saling berpandangan. Lantas Saketi pun bertanya kepada Junada, "Mengapa Paman memukul orang itu?" "Orang itu sudah membohongi kita, Pangeran. Pa
Baca selengkapnya
84. Anggareksa Dihadang Dua Penjahat di Bukit Kuta
Anggareksa langsung kembali ke istana kepatihan dengan menunggangi kuda putih, memacu derap langkah kudanya melewati pedesaan dan hutan yang ada di wilayah kepatihan Kuta Tandingan Barat yang berbatasan langsung dengan wilayah kepatihan Kuta Tandingan Timur. Tiba di sebuah desa di ujung wilayah Kuta Tandingan Barat, Anggareksa dikagetkan dengan munculnya dua orang pria berjubah hitam. Tiba-tiba saja mereka menghadang perjalanannya, tepat di sebuah perbukitan yang ada di daerah kademangan Sertajaya wilayah kadipaten Kuta Jaya Utama. Anggareksa segera menghentikan laju kudanya. Kemudian turun dan langsung melangkah menghampiri dua orang pria asing itu. "Mohon ma†af, Ki Sanak. Kenapa kalian menghadang perjalananku?" tanya Anggareksa dengan sikap tenang. Dua orang tersebut bersikap angkuh, mereka tertawa lepas mendengar pertanyaan dari putra sang penguasa kepatihan Kuta Tandingan Timur. Lantas, salah seorang dari mereka menjawab, "Kami mendapatkan tugas untuk membawamu menghadap pimp
Baca selengkapnya
85. Anggareksa Berhasil Mengalahkan Dua Pendekar Jahat
Namun, Anggareksa tak tinggal diam. Ia bergerak lebih cepat dari gerakan pendekar tersebut. Sehingga dirinya dapat menghindar dari serangan yang sangat mematikan itu. Jika tidak, sudah barang tentu tubuhnya akan hancur terkena serangan yang berkekuatan tinggi dari lawannya. Gelombang besar dari kekuatan tenaga dalam yang dikerahkan oleh pendekar tersebut, tidak menemui sasaran dan membentur batu padas yang ada di tempat itu, hingga menyebabkan batu tersebut hancur berkeping-keping. Sementara itu, kawan dari pendekar yang gagal melakukan serangan terhadap Anggareksa menghentakkan kakinya, dan langsung memburu Anggareksa yang baru saja menginjakkan kakinya di atas tanah setelah terbang tinggi untuk menghindari serangan lawannya. "Kau akan aku buat menderita, Anak muda!" bentak pria tersebut sambil meluncur ke arah Anggareksa. "Bedebah!" teriak Anggareksa langsung menangkis serangan tersebut. Dua kekuatan saling berbenturan hingga menimbulkan kegaduhan yang luar biasa, sehingga para
Baca selengkapnya
86. Pertarungan Jasinga dengan Ki Jombang
Setelah hampir seharian berada di istana kepatihan, Jasinga pun langsung pamit kepada Patih Anggadita. "Mohon maaf sebelumnya, Gusti Patih. Hamba tidak bisa berlama-lama di sini, karena hamba akan langsung ke istana kerajaan," ujar Jasinga seraya pamit kepada sang patih. "Ini sudah sore, kau dan pengawalmu akan kemalaman di jalan. Sebaiknya besok saja, Jasinga!" "Tidak apa-apa, Gusti Patih. Hamba dan kedua pengawal hamba akan tetap melakukan perjalanan ini. Karena esok harinya, kami harus segera kembali ke Kuta Gandok," kata Jasinga merangkapkan kedua telapak tangannya. "Baiklah jika memang seperti itu, kau dan kedua pengawalmu harus berhati-hati dalam perjalanan!" "Baik, Gusti Patih." Jasinga menjura penuh rasa hormat terhadap sang patih. Saat itu, ia bersama dua pengawal pribadinya langsung berlalu dari istana kepatihan hendak melanjutkan perjalanan mereka menuju istana kerajaan untuk bertemu dengan Prabu Erlangga. Karena Jasinga telah diundang oleh Prabu Erlangga untuk menghad
Baca selengkapnya
87. Senapati Lintang dan Anggareksa Berangkat ke Perbatasan
Jasinga hanya tersenyum, ia mula ambil ancang-ancang bersiap menghadang serangan dari Ki Jombang. Dua tangannya membentang, kemudian muncul asap tebal dari kedua telapak tangannya. Menyambar deras ke arah Ki Jombang hingga membuat tubuh pria itu jatuh bergelimpangan. "Aku tidak ada maksud untuk membunuhmu sekarang. Tapi, jika kau terus menyerangku, maka aku akan mengirimmu ke neraka malam ini!" "Kurang ajar sekali kau ini!" bentak Ki Jombang kembali bangkit sambil meringis. Ki Jombang kembali mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya untuk melanjutkan pertarungannya dengan Jasinga. Namun, ia sudah tak mampu lagi berbuat banyak, karena tenaganya sudah hampir terkuras. Jika dirinya memaksakan kehendak untuk kembali mengeluarkan jurus tenaga dalamnya, tentu hal tersebut akan membahayakan dirinya. 'Ternyata tenaga dalamku sudah terkuras habis, aku akan binasa jika memaksakan diri,' kata Ki Jombang dalam hati. Sementara itu, Jasinga dan kedua pengawalnya hanya tertawa dingin melihat Ki Jomb
Baca selengkapnya
88. Tiba di Wilayah Kerajaan Kuta Waluya
Dalam perjalanan tersebut, Senapati Lintang dan Anggareksa memacu derap langkah kuda mereka dengan kecepatan rendah. Mereka terus berbincang menyusuri jalur yang mengarah ke wilayah kadipaten Kuta Malaka. "kita akan menempuh jalur mana, Paman?" tanya Anggareksa memacu derap langkah kudanya sejajar dengan kuda yang ditunggangi oleh sang senapati. "Kita lurus saja! Nanti kita singgah terlebih dahulu di kadipaten Kuta Malaka, Paman hendak menyampaikan pesan dari sang raja kepada Adipati Lodaya," jawab Senapati Lintang. "Baik, Paman." Setelah itu, mereka kembali memacu kuda mereka dengan kecepatan tinggi agar segera tiba di kadipaten Kuta Malaka. Menjelang tengah hari, Senapati Lintang dan Anggareksa sudah tiba di halaman rumah megah miliki Adipati Lodaya. "Ini adalah rumah Adipati Lodaya, kita beristirahat dulu di sini sekalian menyampaikan pesan dari sang raja kepada beliau!" kata Senapati Lintang. Anggareksa hanya mengangguk sambil mengamati sekitaran rumah tersebut. Kemudian mere
Baca selengkapnya
89. Dihadang Para Prajurit Keamanan
Pemimpin prajurit itu menjawab dengan nada tinggi, "Kalian lurus saja! Nanti kalian akan tiba di sebuah saung penjaga keamanan berikutnya, jaraknya lumayan jauh dari tempat ini." "Baik, Prajurit. Terima kasih banyak," ucap Senapati Lintang tetap bersikap tenang dan tidak menampakkan sikap gusar seperti apa yang ditunjukkan oleh Anggareksa. Demikianlah, maka Senapati Lintang pun langsung pamit kepada para prajurit tersebut. Ia bersama Anggareksa kembali memacu kuda mereka meninggalkan pos keamanan para prajurit Kuta Waluya. Hari pun mulai gelap. Segumpal awan yang hitam telah menyelubungi ujung wilayah itu. Sejenak kemudian para prajurit kerajaan Kuta Waluya yang sedang mengawal wilayah kedaulatan kerajaan tersebut, melihat dua ekor kuda berlari memasuki wilayah yang tengah mereka jaga. “Kejar kuda itu! Dan tangkap mereka!” seru pemimpin dari puluhan prajurit itu. Namun para prajurit itu tampak kebingungan. Senapati Lintang dan Anggareksa kembali berbalik arah memacu kuda mereka me
Baca selengkapnya
90.Senapati Lintang Merancang Strategi Perang
Mendengar penjelasan dari Anggareksa, sontak para prajurit itu langsung menjura hormat dan meminta maaf kepada Senapati Lintang dan Anggareksa. Dengan demikian, pemimpin prajurit itu langsung memberikan izin kepada Senapati Lintang dan Anggareksa untuk masuk ke wilayah kerajaan Randakala Dengan demikian, Senapati Lintang dan Anggareksa kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju barak prajurit Sanggabuana yang berada di wilayah tersebut. "Silakan kalian lanjutkan perjalanan! Beberapa hari lagi, pimpinan tertinggi prajurit kami akan segera datang ke barak prajurit Sanggabuana, beliau akan memimpin langsung pasukan Randakala yang lengkap guna membantu pasukan kerajaan Sanggabuana," kata pemimpin prajurit tersebut sambil menjura kepada Senapati Lintang dan Anggareksa. Senapati Lintang diam termangu, kemudian Anggareksa berbisik, “Sebaiknya kita berangkat sekarang, Paman!" Senapati Lintang pun mengangguk-angguk. Sejenak kemudian, setelah pamit kepada para prajurit yang menghadangnya,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status