Semua Bab Pewaris Tahta Kerajaan : Bab 71 - Bab 80
133 Bab
71.Pertempuran dengan Para Pemberontak
Sebagian dari para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah beristirahat di dalam perkemahan itu, yang mereka dirikan di batas desa yang ada di bibir hutan yang diduga kuat menjadi tempat persembunyian para pemberontak pimpinan Wira Jaya. Demikianlah, malam itu mereka lewati dengan kondisi aman dan terkendali. Tak ada gangguan sedikitpun dari para pemberontak di hutan tersebut. Sebelum matahari terbit, sekitar seribu prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berbaris rapi di sebuah tempat terbuka yang ada di area perkemahan mereka. Pagi itu, Patih Anggadita sudah tiba di lokasi perkemahan para prajuritnya. Sang patih akan terjun langsung dalam misi yang diembankan oleh Prabu Erlangga dalam rangka menumpas para pemberontak yang selama ini telah mengganggu ketertiban dan keamanan di wilayah kepatihan Kuta Tandingan Timur. "Persiapkan diri kalian ... ingat! Bahwa serangan ini bukanlah hal yang mudah, kalian harus waspada dan berhati-hati!" ujar sang patih berbicara di hadapan para prajuritnya ya
Baca selengkapnya
72. Tiba di Wilayah Kadipaten Conan Utara
Para prajurit itu langsung menangkap Hong In dan lima puluh orang pendekar dari kelompok pemberontak itu. Para pendekar itu segera di bawa ke istana kepatihan dan langsung dijebloskan ke dalam penjara. Belum dapat dipastikan hukuman apa yang akan mereka terima? Patih Anggadita dan para prajuritnya langsung kembali ke istana kerajaan. Di tempat itu hanya menyisakan 200 orang prajurit untuk sekadar berjaga-jaga saja, karena pihak kepatihan Kuta Tandingan Timur sudah membangun saung keamanan dan bangunan barak tempat para prajurit. Penduduk yang ada di desa tersebut, tampak bahagia mendengar kabar bahwa para pemberontak sudah berhasil dikalahkan oleh pasukan prajurit kerajaan Sanggabuana. Mereka pun langsung mengadakan pertemuan di balai warga guna membahas langkah-langkah selanjutnya untuk mengamankan wilayah desa tersebut, agar tidak terjadi lagi peristiwa yang sama di masa yang akan datang. "Ini adalah sebuah kemenangan yang harus kita rayakan bersama," ujar seorang pria paruh baya
Baca selengkapnya
73. Bermalam di Desa Kondari
Setelah selesai melaksanakan Salat Magrib berjamaah, Junada dan Abdullah langsung kembali ke saung yang ada di depan warung makan tempat Saketi dan Sami Aji tengah beristirahat. "Mereka sudah tidur, Paman," ucap Abdullah melangkah mendekat ke arah saung. Kemudian duduk di pinggir saung tersebut. Demikian juga yang dilakukan oleh Junada, ia langsung duduk dan bersandar ke tiang saung itu. Mereka tidak berani membangunkan dua orang kesatria istana yang tertidur pulas di atas bebalean saung tersebut. "Desa ini sangat sepi, padahal pemukiman penduduk sangat padat di desa ini. Tapi, orang-orangnya terlihat sedikit," kata Junada sambil meraih kendi keramik yang berisi air minum, lalu menuangkan air dalam kendi itu ke sebuah gelas keramik berukuran sedang. "Bismillahirrahmanirrahim," ucap Junada langsung meminum air dalam gelas itu. "Aku rasa, sebagian dari penduduk yang ada di desa ini pergi ke kuta untuk bekerja, Paman. Mungkin saja mereka pulang satu bulan sekali atau lebih," kata Abd
Baca selengkapnya
74. Kisah Kelam Yang Dialami oleh Penduduk Desa Kondari
Ada banyak hal yang dibicarakan oleh Ki Jenang di hadapan Saketi dan semua yang ada di saung tersebut. Salah satunya terkait peristiwa kelam yang pernah dialami oleh warga desa Kondari beberapa tahun silam, ketika pergerakan para pemberontak Conan masih berlangsung. Teror pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan marak terjadi pada masa itu. Suasana di wilayah Conan hampir keseluruhan dalam kondisi genting. Waktu itu, Ki Jenang masih dalam kondisi jagjag waringkas (gagah perkasa). "Dulu ... aku ini merupakan pimpinan badega desa yang bertugas mengamankan wilayah desa ini dari gangguan kelompok-kelompok perampok dan pemberontakan di masa lampau," ujar Ki Jenang menuturkan. Saketi, Sami Aji, dan kedua pengawalnya itu tampak penasaran dan semakin tertarik dengan kisah masa lalu yang dituturkan oleh pria paruh baya itu. Dengan demikian, Ki Jenang langsung menceritakan kejadian yang pernah ia alami bersama para penduduk desa itu. Enam tahun silam.... “Apakah Ki Sanak bertiga tidak memer
Baca selengkapnya
75. Perjalanan Menuju Conan Utara
Ki Jenang tersenyum lebar sambil mengangguk pelan. "Alhamdulillah ... memang ini semua merupakan sebuah mukjizat dari Allah, karena sudah menyelamatkan nyawaku," kata pria paruh baya itu lirih. "Jika bukan pertolongan dari Allah, maka sudah dapat dipastikan aku akan tewas disiksa oleh para penjahat itu," sambungnya dengan bola matanya yang berkaca-kaca. Setelah berbicara panjang lebar dengan Junada dan semua yang ada di saung tersebut, Ki Jenang langsung mengajak Junada dan semuanya untuk menginap di kediamannya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi warung makan tersebut. "Sebaiknya malam ini kalian menginap di rumahku saja! Di sini terlalu dingin udaranya, aku rasa ruangan rumahku cukup untuk tidur kalian berempat," kata pria paruh baya itu. Dengan demikian, Junada dan yang lainnya tidak dapat menolak tawaran baik tersebut. Mereka pun segera beranjak dari saung tersebut, dan langsung ikut dengan Ki Jenang untuk menginap di kediamannya. Keesokan harinya.... Saketi dan Sami
Baca selengkapnya
76. Sebuah Perjalanan
Dengan demikian, mereka langsung mendirikan saung sederhana untuk dijadikan tempat bermalam mereka di tempat tersebut. "Sebaiknya Paman dan Abdullah Salat Magrib saja dulu! Biarkan saja saung ini aku dan Sami Aji yang merapikannya," ucap Saketi lirih. Ia sangat menghargai perbedaan di antara mereka. Karena walau bagaimanapun, Junada dan Abdullah memiliki kewajiban yang lebih penting dari itu, yakni ibadah salat yang secara rutin harus mereka tunaikan di setiap datang waktunya. "Baik, Pangeran." Junada tersenyum lebar menatap wajah Saketi. Setelah itu, ia langsung mengajak Abdullah mencari sumber air yang ada di sekitar tempat tersebut, untuk segera mereka mensucikan diri sebelum menjalankan ibadah Salat Magrib yang sudah hampir tiba. "Aku rasa tempat ini aman untuk dijadikan tempat istirahat kita malam ini," desis Sami Aji yang baru selesai memasang atap saung tersebut. "Kita harus segera mencari kayu bakar, sebentar lagi gelap!" ajak Saketi lirih. "Baiklah, kita ke sana saja!"
Baca selengkapnya
77. Dihadang Para Prajurit Penjaga Keamanan
Setelah kembali dari sungai, Saketi dan Sami Aji langsung menghampiri Junada yang tengah duduk bersama Abdullah di depan saung. "Paman belum makan?" tanya Saketi menatap wajah pria paruh baya yang sudah beberapa bulan ini setia menjadi pengawalnya. "Belum, Pangeran. Paman dan Abdullah sengaja menunggu Pangeran dan Raden Sami Aji," jawab Junada sambil tersenyum. "Oh, ya, sudah. Kita makan sekarang!" ajak Saketi langsung duduk di hadapan Junada. Dengan demikian, Abdullah bangkit dan segera menyiapkan makan yang sudah ia masak sedari tadi. Mereka pun langsung menikmati sarapan pagi bersama di depan saung tersebut. Usai makan, mereka hanya beristirahat sebentar saja. Kemudian langsung merapikan tempat tersebut dan segera membuang sampah-sampah bekas mereka selama berada di tempat tersebut, karena tempat itu merupak perkebunan milik warga. Mereka tidak mau meninggalkan kesan tidak baik bagi sang pemilik kebun, karena tempat tersebut sudah mereka jadikan tempat persinggahan itu. Ketika
Baca selengkapnya
78. Sang Pangeran Tiba di Kediaman Adipati Sargeni
Demikianlah, maka Junada pun akhirnya mengalah dan memilih untuk mengikuti aturan yang berlaku di wilayah tersebut. Junada langsung mengajak Saketi untuk segera menghampiri pos keamanan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi para prajurit yang melakukan penghadangan terhadap mereka. Sementara Sami Aji dan Abdullah hanya menunggu di tempat semula dengan diawasi ketat oleh para prajurit yang bertugas di wilayah perbatasan kadipaten Conan Utara. Setibanya di saung keamanan, Junada dan Saketi langsung melakukan perbincangan dengan seorang prajurit yang tengah bertugas di saung tersebut. "Apakah kau masih ragu jika ini adalah putra Gusti Prabu Erlangga?" tanya Junada menanggapi sikap prajurit senior yang masih bersikeras tidak mempercayai jika pemuda yang ada dihadapannya itu adalah Saketi putra Prabu Erlangga. "Mohon maaf, Ki Sanak. Sebaiknya tunggu pimpinan kami dulu! Sebentar lagi beliau akan tiba di saung ini, mungkin dia akan mengenali kalian, karena pemimpin kami sudah lama
Baca selengkapnya
79. Bermalam di Tepi Danau
Singkat cerita.... Selama tiga tahun, Saketi dan Sami Aji melakukan perjalanan ke seluruh kerajaan Sanggabuana ditemani pula oleh Junada dan Abdullah sebagai pengawal mereka. Semua itu, berdasarkan perintah raja. Kini, sudah waktunya bagi kedua kesatria tersebut untuk kembali ke istana kerajaan. "Maaf, Pangeran. Apakah kita akan kembali ke istana sore ini?" tanya Abdullah dengan hormat kepada pangeran. "Sebentar lagi matahari akan terbenam dan sebentar lagi malam akan tiba. Sebaiknya kita istirahat dulu. Besok pagi saja kita melakukan perjalanan pulang!" Saketi menjawab pelan pertanyaan dari Abdullah. "Baik, Pangeran jika memang seperti itu. Hamba akan segera mendirikan saung di tempat ini," kata Abdulah merangkapkan kedua telapak tangannya sedikit membungkukkan badan. "Tidak perlu, Abdullah!" kata Junada. Abdullah dan Saketi langsung berbalik ke arah pria paruh baya itu. Lalu, Saketi bertanya, "Memangnya kenapa, Paman?" "Pangeran, lihat itu!" jawab Junada, menudingkan jari tel
Baca selengkapnya
80. Penampakan Orang Tidak Dikenal di Tepi Danau
Ketika Abdullah duduk santai sambil menikmati ubi bakar dan minuman rempah kesukaannya. Tiba-tiba saja, ia mendengar langkah kaki di balik semak-semak yang ada di belakang saung. Saat itu sudah menginjak waktu tengah malam. Dengan cepat, Abdullah bangkit dari duduknya dan langsung melangkah ke arah belakang saung untuk menyelidiki sumber suara tersebut. Sementara itu, Junada, Saketi, dan Sami Aji sudah terlelap tidur. Dengan penuh kewaspadaan, Abdullah melanjutkan langkahnya mengamati sekeliling tempat tersebut dengan sorot mata yang tajam penuh selidik. "Aku percaya ada banyak orang-orang jahat di wilayah ini, dan mereka pasti marah karena ada orang lain di danau ini," kata Abdullah pelan. Tiba-tiba saja, tampak ada sebuah bayangan putih terbang dari satu pohon ke pohon berikutnya di perbatasan hutan dalam sekejap saja menghilang tanpa bekas. "Siapa kau?" Abdullah berseru dengan suara keras. "Aku penghuni rimba ini," sahut orang tersebut. Ia meluncur deras ke arah Abdullah, kemud
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status