All Chapters of Pewaris Tahta Kerajaan : Chapter 61 - Chapter 70
133 Chapters
61. Tewasnya Pemimpin Pasukan Sirnabaya
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Panglima Suta Wira, Saketi tersenyum lebar. Lalu berkata, "Jangan tanya siapa diriku! Jika kau hendak mencelakai Paman Junada, maka kau akan aku binasakan!" bentak Saketi penuh ancaman. "Persetan dengan ancamanmu!" Panglima Suta Wira mengangkat pedangnya hendak menghujamkan ke arah Saketi. Dengan sigap, Saketi langsung menghindari serangan tersebut. Tanpa banyak basa-basi lagi, ia meraih sebongkah batu padas, dan langsung melemparkan batu tersebut ke arah Panglima Suta Wira, tepat mengenai wajahnya. Hanya dengan satu serangan saja, Saketi berhasil melumpuhkan lawannya yang bersikap jemawa dan keras kepala itu. "Bangkitlah! Katakan kepada rakyat Hoda Buana, bahwa kau ini seorang kesatria tangguh yang dapat menguasai wilayah ini!" bentak Saketi menatap tajam wajah pemimpin prajurit Sirnabaya. "Siapakah kau, Anak muda? Kehebatanmu sungguh luar biasa. Aku menyerah, Anak muda." Panglima Suta Wira berkata sambil meringis-ringis menahan rasa sak
Read more
62. Berdirinya Kerajaan Hoda Buana
Tindakannya itu, diikuti pula oleh puluhan prajurit lainnya. Mereka yang merasa memiliki darah Hoda Buana beramai-ramai menyerahkan diri, dan menyatakan dengan tegas bahwa mereka akan mendukung berdirinya kerajaan Hoda Buana yang mandiri. Meskipun demikian, tidak sedikit dari para prajurit tersebut yang berlari meninggalkan tempat itu. Mereka yang masih setia dengan pihak istana tetap bersikeras untuk tidak tunduk kepada seruan Saketi, dan mereka lebih memilih untuk kabur dari wilayah Hoda Buana kembali ke istana kerajaan Sirnabaya. "Bawa segera jasad kawan-kawan kalian yang sudah tewas, dan rawat kawan-kawan kalian yang terluka!" seru Panglima Lomaya kepada para prajuritnya. "Baik, Panglima," sahut para prajurit itu, langsung melaksanakan tugas dari Panglima mereka. Demikian pula yang dilakukan oleh para prajurit pemberontak pro kemerdekaan, mereka secara bersama-sama turut membantu mengevakuasi jasad para para prajurit kerajaan Sanggabuana, dan juga jasad kawan-kawan mereka untuk
Read more
63. Hari Terakhir di Barak Prajurit
Saketi memandangi wajah Panglima Serta Madya. Ia sangat kagum dengan sikap bijaksana pria paruh baya itu, yang berani melakukan tindakan tegas keluar dari barisan prajurit kerajaan Sirnabaya, demi mewujudkan sebuah perjuangan untuk kemerdekaan wilayah Hoda Buana. “Kadang seseorang berjuang dengan maksud yang tidak baik, memanfaatkan situasi konflik demi kepentingan pribadi. Tapi itu tidak ada dalam diri Panglima, aku kagum sekali dengan sikap, Panglima," kata Saketi menanggapi perkataan dari Panglima Serta Madya. Panglima Serta Madya tersenyum, dan menjura kepada sang pangeran. Lantas berkata lagi, "Mereka yang seperti itu hanya mengambil keuntungan saja dari kemelut yang terjadi, tanpa menghiraukan banyaknya korban yang berjatuhan karena konflik tersebut. Semoga saja kita yang ada di tempat ini termasuk barisan orang-orang yang tidak seperti itu." "Semua karena ambisi!" tandas Saketi. "Seperti apa yang dilakukan oleh pihak kerajaan Turana. Mereka mendukung kejahatan pihak kerajaan
Read more
64. Kasih Sayang untuk Rangkuti
Menjelang matahari terbit, Junada dan Abdullah yang baru saja selesai menjalankan Salat Subuh, langsung berkemas. Karena pagi itu, mereka akan menemui Patih Akilang di istana kepatihan bersama Saketi dan Sami Aji. "Apakah semua barang-barang bawaan kita sudah dikemas?" tanya Saketi kepada Abdullah. "Sudah, Pangeran. Kita tinggal berangkat saja," jawab Abdullah lirih. "Baiklah, kita pamit dulu kepada Panglima Lomaya dan para prajurit di sini!" Saketi langsung melangkah menghampiri Sami Aji yang sudah berada di beranda barak bersama Panglima Lomaya dan para prajurit senior. Demikian pula dengan Junada dan Abdullah, setelah menaikan barang-barang bawaan di atas punggung kuda. Mereka langsung mengikuti langkah Saketi untuk berpamitan kepada semua yang ada di barak tersebut. Bagaimana pun juga Saketi harus memastikan kesiagaan di barak tersebut, karena dirinya akan segera meninggalkan tempat itu. “Aku tidak akan turut campur lagi terhadap semua urusan yang ada di barak ini. Karena, a
Read more
65. Dihadang Para Perampok
Di samping istana, tampak seorang gadis cantik berkulit putih tengah duduk sendirian sambil memperhatikan kesibukan para pelayan istana. Tiba-tiba saja, ada seorang pemuda di antara kesibukan para pelayan memanggil gadis cantik itu, "Yunada!" Mendengar teriakan tersebut, Yunada mengangkat wajahnya, lalu melambaikan tangan ke arah pemuda itu. "Ke sinilah, Kakang. Temani aku!" teriak Yunada. "Kau saja yang ke sini, aku sedang sibuk!" jawab pemuda itu. Dia adalah Anggareksa—Putra Patih Anggadita. Anggareksa turut pula mengatur persiapan jelang pesta hari lahir Rangkuti—putra angkat Prabu Erlangga, meskipun pemuda itu masih tetap berpakaian seperti seorang bangsawan pada umumnya. Dengan demikian, Yunada pun bangkit dan langsung melangkah menghampiri Anggareksa. "Kenapa kau hanya duduk-duduk saja? Bantu sini!" kata Anggareksa kepada Yunada yang sudah berdiri di hadapannya. "Aku sedang malas Kakang," sahut Yunada dengan entengnya. Anggareksa tersenyum lebar menatap wajah cantik gadis
Read more
66. Pertarungan dengan Para Perampok
Mendengar perkataan dari pria tersebut, Junada tampak semakin gusar. Tanpa banyak bicara lagi ia langsung melakukan serangan terhadap orang-orang tersebut, terutama kepada pemimpin dari kelompok para pendekar itu yang sudah berkata kasar terhadapnya. Demikianlah, pertarungan itu pun tidak dapat terelakkan lagi. Saketi dan yang lainnya pun turut membantu Junada dalam melakukan perlawanan terhadap para pendekar yang menghadang perjalanan mereka. "Jangan mundur kalian! Lawan orang-orang itu!" seru salah seorang dari mereka langsung menghunus pedangnya. Saketi pun sudah melakukan pertarungan dengan salah seorang pendekar dari kelompok itu. Semula mereka tampak garang dan sangat ganas dalam melakukan penyerangan terhadap Saketi dan para pengikutnya. Namun, ketika salah seorang dari mereka berhasil dijatuhkan oleh sang pangeran, serangan tersebut mulai mengendor. Para pendekar itu mundur beberapa langkah ke belakang sambil membantu kawannya yang sudah terluka parah. "Hei! Kenapa kalian m
Read more
67. Pemberontak di Kuta Tandingan Timur
Demikianlah, maka Saketi dan para pengikutnya kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju kediaman Ki Wilata yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat tersebut. Ketika matahari hampir terbenam, Saketi dan para pengikutnya sudah tiba di sebuah gubuk yang berdiri di bibir hutan belantara. Gubuk tersebut milik Ki Wilata dan Arini sang pemilik pedang pusaka Sulaiman. Dua pasang pendekar paruh baya tampak semringah ketika melihat kedatangan sang pangeran dan para pengawalnya itu. Mereka langsung menyambut hangat penuh kebahagiaan. "Ambuing-ambuing ... tidak kusangka kita akan akan bertemu lagi," sambut seorang pria paruh baya. "Silahkan duduk!" sambungnya lirih, raut wajah pria paruh baya itu tampak semringah. "Terima kasih, Ki," sahut Saketi menjura hormat kepada sang pemilik rumah. Dengan demikian, mereka pun langsung duduk bersama di beranda rumah tersebut. Rumah yang dulu pernah disinggahi oleh Saketi, Sami Aji, dan Junada. Ki Wilata terus memandangi wajah Abdullah, karena Abd
Read more
68. Perintah Sang Raja
Sokala tidak langsung menjawab pertanyaan dari Wira Jaya. Hal tersebut membuat kawannya itu semakin dibuat penasaran. "Sokala, kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" tanya Wira Jaya mengerutkan kening. "Hahaha ... maafkan aku, Wira!" jawab Sokala. " Apa kau kenal dengan pendekar yang bernama Hong In?" sambung Sokala balas melontarkan pertanyaan kepada Wira Jaya. "Ya, aku mengenalnya," jawab Wira Jaya lirih. "Hong In seorang pendekar keturunan Tonggon, ayahnya seorang panglima prajurit perang yang menikahi seorang perempuan dari bangsa Buana?"sambungnya menuturkan. "Benar sekali, Hong In sudah menyatakan diri untuk bergabung dengan kelompok kita, dan ia sudah mempersiapkan para pendekar didikannya untuk membantu kita!" tegas Sokala menjawab pertanyaan dari kawannya itu. Seketika raut wajah Wira Jaya tampak semringah. Dengan demikian, ia pun langsung menyetujui gagasan dari kawannya itu. Bahkan, Wira Jaya menyatakan dukungan penuh kepada Sokala, meskipun awalnya Wira Jaya merasa r
Read more
69. Persiapan untuk Menggempur Para Pemberontak
Demikianlah, maka Patih Anggadita pun langsung pamit kepada sang raja dan juga kepada para petinggi istana lainnya. Setibanya di istana kepatihan, ia langsung memanggil para punggawanya, dan segera memberi perintah kepada mereka agar segera menyiapkan pasukan untuk melakukan penyisiran ke dalam hutan yang diduga kuat menjadi tempat persembunyian para pemberontak itu. "Aku harap kalian dapat melaksanakan tugas ini dengan baik, ini adalah perintah langsung dari sang raja. Sang raja menginginkan agar kita harus menumpas para pendekar dari kelompok pemberontak itu!" tegas sang patih di sela perbincangannya dengan para punggawanya. Kemudian, Patih Anggadita langsung menunjuk Runada untuk memimpin pasukan yang hendak melakukan penyisiran ke dalam hutan belantara yang ada di pinggiran desa tidak jauh dari lokasi istana kepatihan. "Baik, Gusti Patih. Hamba akan melaksanakan tugas ini dengan baik," sahut Runada menjura hormat kepada sang patih. Demikianlah, maka ia dan seribu pasukan khusu
Read more
70. Kewaspadaan Penduduk dalam Menghadapi Perang
Dengan demikian, para pendekar itu langsung berkumpul di halaman barak tersebut. Mereka tampak antusias dalam memenuhi panggilan Wira Jaya sebagai panglima mereka. Setelah para pendekar itu berkumpul semua, maka Wira Jaya pun langsung berkata di hadapan ratusan pendekar tersebut. Ia menghimbau kepada para pendekar itu, untuk segera bersiap dalam melakukan perlawanan terhadap para prajurit kerajaan Sanggabuana yang akan melakukan serangan terhadap mereka. "Apakah benar mereka sudah berada di bibir hutan?" tanya salah seorang pendekar tampak ragu dengan apa yang dikatakan oleh Wira Jaya. "Ya, mereka sudah berada di sana semenjak siang tadi," jawab Wira Jaya. "Malam ini kita harus berhati-hati! Jangan sampai lengah! Kita harus waspada khawatir jika mereka menyerang secara mendadak!" sambungnya. "Baik, Panglima. Kami akan mempersiapkan diri menghadapi serangan mereka!" tegas salah seorang di antara ratusan para pendekar itu. Dengan demikian, mereka pun langsung membagi tugas masing-ma
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status