All Chapters of Sebenarnya Dia Mesum Ma!: Chapter 31 - Chapter 40
68 Chapters
31. Paket
Keesokan paginya aku sangat panik saat mama mengetuk pintu kamarku. Aku buru-buru membangunkan Serafin dan menyuruhnya sembunyi di kamar mandi. "Serafin cepatan. Sembunyi sana!" kataku panis sekali dan buru-buru mendorongnya ke dalam kamar mandi. "Iya bentar ma. Maaf Lunar baru saja bangun," kataku setenang mungkin dan mengatur nafasku. Padahal jantungku sudah mau meledak, takut ketahuan kalau aku tidur dengan Serafin semalam.Aku membuka pintu kamarku yang kebetulan kukunci semalam. Memasang senyum manis pada mama. Sesekali mataku melirik kearah kamar mandiku. Tempat Serafin bersembunyi sekarang.Mama menatapku dengan heran, karena terus melirik ke arah kamar mandi. Semoga saja mama tidak mencurigai apapun. Aku benar-benar takut sekarang.
Read more
32. Jangan Ada Rahasia Diantara
Aku kaget dan melempar paket itu sampai ke balkon kamarku. Isinya adalah boneka yang dipotong-potong dan berlumuran darah. Tangan ku dan tubuhku gemetaran. Aku sampai tidak bisa berdiri. Aku duduk di atas lantai yang dingin. Ternyata terornya masih belum berhenti. Sekarang tidak hanya menggunakan pesan saja. Sekarang bahkan orang itu menerorku di dunia nyata. Aku juga sangat kaget dan berteriak kencang. Saat Serafin dengan mudahnya melompat ke balkon kamarku. Matanya langsung berkilat marah. Saat melihat isi paket yang aku dapatkan.Dia langsung menendang paket itu sehingga tidak bisa dijangkau oleh pandangan mataku. Dia kemudian mendekati aku dan langsung memelukku. Tubuhku masih terasa sangat gemetaran. Serafin dengan lembut mengusap punggungku dan me
Read more
33. Melawan Rasa Takut
Setelah aku memikirkan semuanya. Aku mulai melawan rasa takutku. Akan kupastikan, tidak akan kalah dari peneror itu.Aku mulai mengaktifkan handphone-ku. Menyimpan semua bukti teror dengan rapi. Sehingga nanti aku mudah untuk membawa semua ini kejalur hukum. Walaupun kadang aku masih gemetaran saat mendapat pesan teror. "Aku tidak boleh takut lagi," kataku penuh tekat. Mataku masih saja tidak terbiasa saat melihat pesan ancaman dan poto-poto seram yang dikirim oleh orang itu. Serafin juga selalu memberikan dukungan penuh padaku. Walaupun semuanya tidak mudah, tapi kami selalu berjuang. Kami juga mencari tau siapa peneror itu dan apa motifnya. Walaupun aku curiga kalau itu ulah tanteku. Dia pasti akan terus mengusikku. Sampai tujuannya tercapai, yaitu me
Read more
34. Memulai Aksi Jebakan
Aku dan Serafin mulai mengumpulkan bukti untuk menjerat penerorku. Serafin juga tentunya meminta bantuan si dingin Alaska.Alaska Sempat protes dan mengatakan jika dia bukanlah ahli IT. Walaupun begitu dia benar-benar mau membantu. Akhirnya dia menyuruh salah satu anak IT yang memang punya kemampuan untuk melacak nomor itu. Semuanya berjalan alot, karena orang ini ternyata cukup lihai. Walaupun begitu aku tidak mau menyerah. Akhirnya kami mulai merancang jebakan untuk orang itu. "Mulai sekarang aku akan sering keluar sendiri," kataku pada Serafin dan Alaska. "Bukan keluar sendiri, tapi kelihatan keluar sendiri. Gue nemenin lo kok," kata Serafin meralat ucapanku. "Diam-diam pastinya dari penerornya.""Kerjaan
Read more
35. Pernyataan Suka Naral
Saat aku keluar dari ruangan B. Naral masih mengikuti aku. Dia benar-benar tidak melepaskan aku. Dia seperti lem instan yang menempel kuat. Bahkan tadi dia duduk di sebelahku.Sepanjang jam mata kuliah. Naral terus menatapku secara intens. Benar-benar membuatku tidak nyaman. Namun aku mencoba untuk mengabaikannya. "Jangan ngikutin gue terus," kataku kesal. Naral hanya tersenyum dan terus mengikuti aku dari belakang. "Gue gak ikutin lo kok," kata Naral, tapi ucapannya tidak sesuai dengan perilakunya. Dia tetap mengekori layaknya anak ayam. "Naral," kataku kesal di hanya tersenyum saja. Akhirnya aku membiarkan Naral mengikuti aku. Aku memilih untuk ke kantin kampus. Di kantin kampus aku memesan mie ayam
Read more
36. Peneror itu
Selama jam mata kuliah aku benar-benar deg-degan. Takut ketahuan jika Serafin adalah murid gelap. Untung saja tidak ada yang sadar jika dia bukanlah mahasiswa disini. Kesadaran mereka malah tersedot pada ketampanan Serafin. Banyak dari mereka yang bertanya-tanya. Kenapa baru melihat mahasiswa setampan ini sekarang. Bahkan ada yang menghampiri kami. Dia mengamati Serafin dengan seksama. Lalu kemudian mengambil kursi di depan kami dan menyeretnya ke depan meja kami berdua. "Kok baru lihat kamu di kelas ini?" tanyanya dengan penasaran. "Pasti sering titip absen ya," katanya lagi ramah. "Iya kak. Sering titip absen," kata Serafin polos. Dia benar-benar seperti maba (mahasiswa baru) yang sedang didekati oleh senior. Sopan dan terlihat berakhlak mulia.
Read more
37. Tidak Tertangkap
Walaupun peneror itu tidak tertangkap, tapi Serafin berhasil membuat kehebohan di kampusku. Dia kembali dengan wajah senang dan tersenyum padaku. Serafin kemudian merebahkan kepalanya di bahuku. Orang-orang yang ikut mengejar sekarang sudah bubar. Wajah Serafin yang memerah dan nafasnya yang sedikit ngos-ngosan. Membuatku merasa kasihan. Aku menyeka keringat yang ada di pelipisnya. "Capek juga lari ngejar orang yang gak kita suka. Kalau ngejar Lunar, ke ujung dunia pun, gue kejar," katanya pelan dengan kepala masih di sandarkan di bahuku. "Gue gak bakal lari sejauh itu juga Serafin," kataku mengelus rambut lebat Serafin. Serafin mendongakkan kepalanya dan mata kami bertemu. Dia tersenyum dan meng
Read more
38. Rahasia Apa?
Pagi ini aku sudah terbangun karena ulah tetangga sebelah. Dia masih melanjutkan aksi menjadi alarm hidup untukku. Kali ini juga tidak kalah luar biasa. Dia membangunkan aku. Dengan menerbangkan drone yang ditempel mp3. Lagu indah mengalun dengan merdu. Sementara sang pemilik drone duduk di kursi balkon nya. Melambaikan tangan dengan senang saat melihat aku keluar menuju balkon. "Selamat pagi calon ibu anak-anakku," katanya dengan senyum manis tiada duanya. Di meja milik Serafin, tersaji teko yang aku yakin berisi teh. Cangkirnya juga diisi penuh teh. Serafin minum dengan anggun. Dia mengangkat tehnya ke arahku."Lunar bagaimana tidurmu? Nyenyak?" "Ny
Read more
39. Mengunjungi Makam Papa
Hari ini aku dan Serafin berniat mengunjungi kuburan papa. Aku ingin memperkenalkan laki-laki yang akan menjadi calon imamku di massa depan. Walaupun jalan untuk itu masih sangat panjang. Aku ingin Serafin menemui papaku. Sayang sekali, Serafin hanya bisa mengunjungi papaku saat papa sudah tiada.Seandainya papa masih hidup. Aku benar-benar ingin tahu bagaimana reaksinya. Anak perempuan satu-satunya, membawa seorang laki-laki yang istimewa. Semua itu kini hanya angan-angan yang tidak bisa diwujudkan lagi. Papa sudah terlebih dahulu berpulang. Serafin tidak bisa lagi berjabat tangan dengan papa. "Lunar udah siap," kata Serafin saat aku sudah berada di ruang keluarga rumahku. Seperti biasa dia sedang men
Read more
40. Hubungan Lebih
Melihat tante Wenda dengan wajah sembab saat meninggalkan makam papa. Membuat otakku berpikir sangat keras. Aku yakin hubungan mereka tidak ada yang istimewa. Namun saat aku melihat kejadian ini. Pemikiranku runtuh seketika. Tante Wenda tidak mungkin menangis hingga wajahnya sembab. Kalau hanya memiliki hubungan yang biasa dengan papa. Dia tidak perlu repot-repot terus menaruh bunga di makan papa tiap hari. "Gua benar-benar gak tau kalau tante Wenda sering banget ke makam papa. Tante Wenda pasti sayang sekali pada papaku," kataku dengan nada sinis yang bahkan tidak bisa ku sembunyikan. Serafin mengelus rambutku dan tersenyum padaku. Matanya seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi bibitnya tertutup sangat rapat. "Gak usah dipikirkan terlalu jauh. Aku yakin jika papamu dan tante Wenda tidak ada hubungan apapun selain persaudaraan.""Hanya saudara," kataku mencoba berpikir positif. Walaupun di dalam kepalaku berputa
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status