Semua Bab Aku Bukan Perempuan Mainanmu: Bab 211 - Bab 220
326 Bab
Aku memilih 'SELESAI'
Memakai kembali gaun yang semalam menjadi penutup tubuhku kala menghadiri resepsi. Memoles wajah dengan sedikit make up lalu menghela nafas lelah. Penampilanku dari pantulan cermin terlihat tidak membahagiakan sama sekali. Lalu pandanganku beralih ke lima lembar seratus ribuan yang Kian tinggalkan di bawah ponselku. Pun, tidak ada pesan darinya sama sekali. Toh aku juga tidak berniat menghubunginya kembali. "Sudah selesai." Aku menengadahkan kepala untuk menghalau air mata yang hampir tumpah kembali. Dengan langkah pasti, aku keluar hotel lalu mengangsurkan lima ratus ribu itu pada seorang OB perempuan yang tengah membersihkan kaca lobby. Dia berterima kasih dengan penuh ketulusan sembari mendoakanku agar dekat dengan jodoh dan lancar rizkinya. "Tolong doakan saya selalu kuat menghadapi segala permasalahan ya bu." Itu pesanku padanya lalu berjalan menuju taksi yang sudah menungguku. Di dalam taksi, air mataku kembali luruh karena begitu terluka dengan perbuatan Kian yang se
Baca selengkapnya
Akibat tidak percaya ucapan Amelia
Kian mengusap wajahnya berkali-kali dan menghela nafas."Sorry Sha. Gue emosi. Maksudnya, gue selama ini udah berusaha hubungin lo tapi nihil. Lo menghindar terus. Gue capek Sha! Belum lagi kerjaan di kantor dan bisnis gue. Gue bisa gila ditekan sana sini. Ditambah lo juga ikut-ikutan nekan gue."Aku menoleh dengan ekspresi tidak terima. "Aku nggak nekan kamu kok. Aku cuma berusaha bikin diriku bahagia. Tapi kalau kamu mikir aku nekan kamu, sorry kamu salah besar Kian.""Maksud lo?"Aku menahan air mata yang hampir luruh. "Kalau kamu laki-laki pengertian, harusnya kamu sadar diri Kian. Setelah kamu puas bercinta denganku di hotel, kamu pergi ninggalin aku begitu aja. Kamu pikir aku pelacur?!"Kian terdiam dengan raut melunak. Sedang mataku sudah berkaca-kaca tidak tahan dengan perdebatan ini."Kamu nggak bisa jawab kan?!"Aku tertawa sumbang lalu menyeka air mata. Konyol sekali rasanya!"Aku pikir pria dewasa lebih pengertian tapi penilaianku salah. Kamu lebih parah dari anak SMA yang
Baca selengkapnya
Rasanya sungguh teramat sakit
"Maaf Sha. Rado sakit." Mataku mulai menitikkan air mata. Mengapa harus Rado kembali yang mengambil perhatian Kian dariku. Memangnya apa yang membuat Rado begitu menginginkan perhatian penuh Kian? "Seandainya aku dan Rado sama-sama sakit, siapa yang akan kamu pilih Kian?" Keheningan sesaat itu membuatku yakin jika hubunganku dengan Kian harus disudahi. Aku bersumpah akan mengikuti saran Amelia untuk meninggalkan Kian. Ini janjiku! "Sha, lo kenapa begini? Rado itu adik gue. Dia lagi sakit. Gue kakaknya masak ninggalin dia di rumah sakit sementara kita berdua have fun?!" Suara Kian terdengar lebih emosional. "Aku cuma nanya Kian. Kenapa kamu jadi bentak aku?" Kian menghela nafas. "Sha please jangan bikin runyam. Lo harusnya bisa ngerti keadaan gue. Mana bisa gue jalan-jalan sama lo tapi adik gue sakit?" Ouw shit!!! Dia memikirkan dirinya sendiri dan melupakan bahwa aku, kekasihnya, juga seorang manusia yang dianugerahi hati oleh Tuhan. "Aku juga sakit Kian! Aku sakit! Walau bu
Baca selengkapnya
Dua sahabat terbaikku
"Al, apa gue kelihatan nggak layak dicintai?" Ucapku dengan tatapan menerawang. "Layak sekali. Andai lo tahu." Nada suaranya serius, inilah yang kubutuhkan, bukan Alfonso yang cengengesan. Karena sejauh ini, usahaku mengejar Kian tidaklah singkat. Jatuh bangun dengan beragam masalah telah kulalui. Bukan tanpa ujung, tapi bukankah ujian hidup itu tidak bisa selesai dalam satu waktu? Melainkan Tuhan ingin melihat sejauh mana aku bisa mengatasinya. Aku tersenyum miris. "Tapi gue bego Al." "Sha." Alfonso memegang pundakku. "Lo berhak bahagia. Cinta nggak harus melulu tentang dia. Kalau dia nggak bisa ngerti dan ada buat lo, itu artinya lo harus mundur." "How do you know?" Aku menatapnya. "Your eyes tell me everything." "He left me Al. Again." Lalu aku menangis menumpahkan segala kekesalan di hati. "Saat gue udah berharap banyak ke dia, dia memperlakukan gue seakan gue nggak layak buat dihargai." Alfonso meraih tubuhku lalu didekap penuh kehangatan. "It's okay, it's okay." Lalu
Baca selengkapnya
Adakah cinta selain diriku?
"Tapi apa Mel?" "Tapi lo janji harus tegar. Gue nggak mau cerita kalau lo jadinya melow." "Gue janji." "Gue lihat Kian di rumah sakit waktu gue lagi nemenin temen kos yang lagi opname." Tempat kerja Amelia berada di kota kelahiran Kian. Aku hampir melupakan fakta itu. "Gue kira dia njenguk siapa, lalu gue iseng cari tahu, ternyata itu adiknya." "Namanya siapa?" Tanyaku memastikan. "Calarado Zimario Mahardika." Aku melebarkan mata tidak percaya ketika Amelia mengucapkan nama lengkap itu, seolah aku dilempar pada kejadian beberapa waktu lalu saat menemukan kuitansi atas nama itu. Tidak salah lagi!! 'Apakah Rado mengalami gangguan jiwa sampai harus berobat pada psikiater?' "Kenapa Drey?" "Lalu, apa lagi yang lo tahu Mel? Dia sakit apa kata dokter?" "Cuma tipes doang." Itu artinya Kian tidak berbohong jika Rado opname saat kami hendak ke pantai. Jadi itu sungguhan. "Tipes ya?" Amelia mengangguk. "Dan satu lagi, gue lihat Kian. Dia duduk sama cewek di depan kamar rawat in
Baca selengkapnya
Doa terburukku untuknya!
"Kebanyakan walau tidak semua. Kenangan pahit di masa lalu sedikit banyak akan membawa dampak untuk masa depan. Apa lagi kehadiran mantan istri yang kembali mengusik." "Ayah, aku... mencintai... seorang duda." Ayah terkejut dengan pengakuanku. "Siapa dia nak? Kenapa kamu bisa mencintainya?" Aku menggeleng. "Aku nggak tahu kenapa bisa begitu mencintainya ayah. Tapi yang pasti, aku lelah menjalani hubungan ini." "Drey, dalam hubungan itu perlu komunikasi dua belah pihak. Kalau kalian ada masalah itu dibicarakan bukan saling menyalahkan. Lalu duda itu, bercerai atau bagaimana?" Aku menatap ayah gelisah. "Cerai yah." Ayah menatapku terkejut lalu menggeleng. "Lupakan dia Drey. Jangan mencintainya nak. Lihat ayahmu ini." Aku hanya bisa menunduk. "Drey, kamu anak perawan, kamu pantas dapat perjaka. Apa lagi kamu anak kebanggaan mama dan ayah. Kami sebagai orang tua ingin yang terbaik buat kamu nak." Andai ayah tahu kalau aku tidak bisa melepaskan Kian begitu saja karena kesucianku
Baca selengkapnya
Affar dan segala deritanya
Dia mengangguk dengan senyum tipis. "Maaf." Aku kembali berhenti melangkah karena panggilannya. "Audrey." Aku hanya menatap lurus ke tembok. "Setidaknya beri aku waktu untuk meminta maaf dengan tulus." Aku menghela nafas lelah karena berhubungan kembali dengan pria sialan ini. "Setidaknya, berikan doa terbaikmu untuk putraku. Aku sadar pernah terlalu dalam melukaimu." Mendengar kata 'anak' membuat empatiku terketuk. Aku paling tidak bisa dihadapkan dengan anak-anak yang harus menanggung kenyataan pahit kehidupan yang tidak selayaknya ia dapatkan akibat keegoisan orang tuanya. Karena itu hanya akan membuatku teringat pada diriku sendiri saat ditinggal papa demi wanita lain. Aku menoleh ke arahnya. "Baiklah." Affar kemudian mengajakku duduk di sofa yang ada di lobby kantor. Sofa tempat dimana kami bertemu untuk pertama kalinya. Dulu sekali. Kami duduk saling menjaga jarak meski kantor sudah sepi dan hanya beberapa yang lembur. "Bagaimana kabarnya?" Aku menunduk memainkan j
Baca selengkapnya
I promise, this is the last!
Otakku masih bekerja lamban ketika Affar ingin mengenalkanku pada anaknya. Tanpa aba-aba ia menarik tanganku menuju mobil. Samsul segera membuka pintu mobil lalu menampilkan seorang balita laki-laki yang usianya sekitar satu tahunan dalam pangkuan baby sitter. Dia terlihat sehabis menangis, dengan sedikit sisa ingus yang terlihat di atas mulut, mata sembab, dan ekspresi wajah sendu. Mulutnya terlihat manyun menahan tangis. Ketika Affar mengulurkan tangannya, Devan kecil langsung meraih tangan Affar lalu berceletoh khas anak balita tengah merajuk. Mulutnya makin manyun menggemaskan dengan pipiku gembul yang ingin sekali kumakan. Lalu kepalanya disandarkan di pundak Affar. "Dev, kenalin nih tante Audrey." Ucap lembut Affar sambil mengusap sayang rambut lebat Devan. Aku tersenyum tulus ke arah Devan lalu mengusap lembut sisa air mata dan ingusnya tanpa merasa jijik. "Hai ganteng. Kok nangis sih? Kan jagoan." Devan masih manyun dengan menatapku aneh. Aku tersenyum lalu mengusap kepal
Baca selengkapnya
Aku dan Kian akhirnya BERPISAH
Kian menatapku dengan sorot mata yang sulit diartikan, namun aku sudah yakin jika hubungan kami sudah sangat tidak sehat. Aku hanya ingin kepastian lalu menentukan langkah terakhir. "Aku janji. It's the last." Kian diam sambil menatapku dalam. "Baiklah." "Aku ikut mobil kamu. Kemanapun tujuannya." Detik-detik nasib hubungan kami akan jelas setelah ini, dan aku akan mengikhlaskan apapun hasilnya. Aku percaya perkataan Amelia untuk tidak memaksa Kian menjalani hubungan karena keterpaksaan. Ketika mobil Kian melaju membelah jalanan, aku hanya diam sambil memandang keluar jendela. 'Gue nggak akan memohon apapun. Bahkan demi hubungan ini. Jika ini yang terbaik, gue siap pergi.' Aku menangkap pantulan bayangan Kian dari kaca jendela. Saat mobil berhenti karena lampu merah, pria itu terlihat sibuk dengan ponselnya. Sesekali tersenyum tipis. Apa yang dia baca? Apa aku tidak lebih penting baginya setelah jiwa raga kuberikan untuknya? Bohong jika aku tidak cemburu dengan siapa Kian se
Baca selengkapnya
Kami saling menyerang dan berdebat
Aku melirik Samsul sambil menggendong Devan yang masih sesenggukan. Sungguh pertanyaannya amat tidak membuat hatiku tersentuh. Melainkan aku menganggap ia sama kurang ajarnya seperti Affar, majikannya. "Apa kamu bilang? Jadi ibu sambungnya Devan?" Samsul yang merasakan kemarahanku langsung gelagapan. "Maaf Mbak Audrey. Tolong jangan sampaikan ini pada Pak Affar. Murni saya bertanya karena kasihan pada Mas Devan." "Kamu hanya kasihan pada Devan tapi nggak mikir gimana perasaanku waktu Affar bersikap seenaknya padaku." Balasku tak kalah sengit. "Maaf mbak. Maaf. Saya cuma sopir." Samsul menunduk takut. Jika mengingat kesalahan Affar di masa lalu mungkin pembicaraan tentang ras sakit hatiku tidak akan ada habisnya. Dimanja, lalu dimanfaatkan sebagai pemuas nafsu, setelah itu dibuang. Perempuan manapun tidak akan sudi kembali apapun alasannya. Aku merubah posisi berdiri menghadap Samsul sepenuhnya. Sedang Devan malah makin mengeratkan pelukan di leherku. "Mungkin kamu harus tahu,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2021222324
...
33
DMCA.com Protection Status