Semua Bab Akhir Yang Bahagia: Bab 91 - Bab 100
115 Bab
Menolak Dengan Tegas
"Jadi ada yang bisa jelaskan, apa yang terjadi antara kalian?" tanya Ayah Haris. Rara dan Jevan berpandangan. Rara memilih bungkam daripada ia salah berbicara. "Kita gak seperti yang ayah pikirkan," terang Jevan. Ayah Haris mengangkat alisnya, "Memangnya kamu tahu pikiran ayah?" "Tidak," jawab Jevan singkat. "Sebaiknya kalian jelaskan pada ayah tentang kejadian hari ini," pinta Ayah Haris. "Jev, lo aja yang jelaskan," bisik Rara pelan. Jevan meneguk ludahnya, ia berdeham kecil. "Ini adalah rencana aku agar terhindar dari perjodohan yang mau dilakukan," aku Jevan hati - hati. "Dengan mengaku pada Bu Sri kalau kamu punya pacar?" tanya Ayah Haris, memastikan. "Iya Om. Aku disini membantu Jevan agar dia dan Sandra tidak dijodohkan lagi," sahut Rara. "Lalu apa benar kamu adalah pacar Jevan?" tanya Ayah Haris menatap Rara. "Dia -" "Bukan Om. Saya hanya teman Jevan," tegas Rara. Ayah Haris mengangguk. Ia melirik putranya yang terlihat sedih. "Kamu memangnya tidak ada peras
Baca selengkapnya
Orang Asing
Rara membuka kedua matanya perlahan. Hari ini adalah hari Naren kembali masuk ke sekolah. Rara mulai bersiap untuk ke sekolah. Setengah jam kemudian, Rara sudah selesai. Gadis cantik itu turun dari lantai atas. Baru saja ia masuk ke dalam ruang makan, ia dikejutkan dengan sosok Naren yang berdiri dengan tegap. "Lo padahal gak usah berdiri gitu," kata Rara tak enak. "Tidak masalah, Non," sahut Naren. Rara menatap Naren. "Lo udah sarapan?" tanya Rara. Naren berdeham pelan. Ia mengkode Rara agar tidak banyak berbicara. Sayangnya, Rara tidak mengerti dengan kode Naren. Gadis itu memilih menggeser piring yang ada di dekatnya kemudian mengambil roti bakar dan meletakannya di piring itu. "Lo makan dulu, Ren," kata Rara. Bibi Nia yang berdiri tak jauh dari Rara, segera berbisik, "Nona, ada aturan kalau bawah tidak bisa makan dengan tuan rumah." Rara menoleh pada Bibi Nia. Ia menepuk dahinya pelan, baru sadar kalau ia melakukan kesalahan. Rupanya Naren tadi itu memperingatinya. "Bi,
Baca selengkapnya
Murid Baru
Sandra yang sedang meneguk minumnya, tiba – tiba tersedak.“Uhuk uhuk.” Sandra memegang dadanya yang terkejut.“Eh, lo gak apa?” tanya Rara sedikit panik seraya mengambil tissue di dekatnya.Sandra menerima tisu pemberian Rara, gadis cantik itu menatap sang sahabat kesal. Ia memukul pelan bahu Rara.“Omongan lo sembarangan,” ucap Sandra.Rara hanya tersenyum kecil, “Tapi serius lo gak suka sama Naren?”“Siapa yang gak suka sama Naren?” Sandra malah bertanya balik.“Jadi lo suka ya?” tanya Rara lagi.“Iya. Dia juga sahabat baik gue sama kaya lo dan Jevan,” tanggap Sandra santai.“Ngomong – ngomong San, lo udah ada rencana abis ini mau kemana?” tanya Rara.“Maksud lo kuliah ya?” tanya Sandra memastikan.Rara mengangguk. Tangannya fokus mengeluarkan buku pelajaran yang akan berlangsung di jam pertama.“Gue rencananya mau ambil les untuk SBMPTN, tapi untuk jurusan yang gue mau, belum kepikiran,” terang Sandra.“Gak coba ambil bisnis?” tanya Rara.“Entahlah, lo sendiri gimana?” tanya Sandr
Baca selengkapnya
Ditunda Lagi
Rara turun dari mobil. Gadis itu menatap bangunan perusahaan sang ayah, ia terkadang masih tak percaya kalau ia adalah anak semata wayang dari pemilik bangunan tinggi itu.“Nona Rara, menurut informasi dari Naren, ada yang menunggu Nona di lobi,” terang sopirnya.“Terima kasih ya Pak. Bapak tunggu aja ya, saya mau ke ayah saya dulu,” ucap Rara tersenyum.Rara masuk ke dalam bangunan itu. Ia otomatis menjadi pusat perhatian orang yang berlalu lalang, dengan memakai seragam sekolah. Rara dalam hati meringis karena tidak berganti baju terlebih dahulu. Mata Rara menatap kesana kemari, ia mencari sosok yang katanya menunggunya. Gadis itu mengerutkan kening saat melihat seorang wanita cantik mendekat padanya.“Anda Rara? Anak dari Pak Zarhan?” tanya wanita cantik itu.“Iya, anda siapa?” tanya Rara bingung.“Saya diminta oleh Pak Zarhan untuk mengantar anda ke lantai atas. Mari ikuti saya,” ucap wanita itu ramah.Rara mengikuti langkah wanita itu dari belakang. Wanita itu membawanya ke lift.
Baca selengkapnya
Keputusan Yang Diambil
“A-ayah,” ucap Rara terkejut.Rara tanpa sengaja menjatuhkan ponsel ayahnya. Gadis itu menatap ponsel ayahnya yang jatuh lalu menatap ayahnya yang mendekat ke arahnya.“Ayah, aku gak sengaja jatuhin HP,” sesal Rara.Ayah Zarhan menerima ponsel yang diberikan putrinya, ia tersenyum hangat.“Tidak apa Nak,” balas Ayah Zarhan tenang.“Maaf Yah, layarnya sampai retak ya, biar aku -”“Tidak perlu Nak, Ayah akan menyuruh orang untuk memperbaiki,” potong Ayah Zarhan. “Oke. Masih bisa nyala ya kan, Yah?” tanya Rara cemas.Ayah Zarhan mengecek ponselnya, pria itu mengangguk sebagai jawaban. Ia menunjukan layar ponselnya pada Rara.“Ini masih nyala,” ucap Ayah Zarhan.Rara memperhatikan layar ponsel sang ayah. Tiba – tiba saja tertera panggilan masuk dengan emotikon cinta. Rara buru – buru mengalihkan pandangannya.Ayah Zarhan dengan canggung menarik kembali ponselnya.“Siapa Yah?” tanya Rara bersikap tidak tahu.“Oh bukan siapa – siapa,” balas Ayah Zarhan.Rara melirik ponsel ayahnya yang lag
Baca selengkapnya
Diamnya Rara
Rara masuk ke dalam kediamannya. Di belakangnya ada Naren yang mengikuti.“Nona Rara, biar bibi bawakan tasnya,” ucap Bibi Ica.“Gak usah Bi,” sahut Rara dengan sengaja memegang erat tas ranselnya.Bibi Ica dan Bibi Nia saling berpandangan. Keduanya akhirnya memilih untuk mengikuti Rara di belakang. Rara tiba – tiba menghentikan langkahnya saat ia hendak ke lantai atas. Gadis itu menoleh ke belakang dan menatap ketiga orang yang mengikutinya.“Bi, untuk hari ini aku gak mau makan malam ya,” kata Rara.Gadis itu menatap Naren yang menatapnya datar.“Kenapa Nona? Nona sakit?” tanya Bibi Nia cemas.“Bukan itu Bi, aku hari ini mau diam di kamar aja,” kata Rara.“Kalau begitu, biar bibi siapkan air untuk mandinya,” tanggap Bibi Ica.“Gak usah Bi, aku ingin sendiri dulu,” tolak Rara tersenyum.“Baik Non,” ucap Bibi Ica.“Kalau Nona butuh bantuan, bisa beritahu kami ya,” kata Bibi Nia.Rara mengangguk kecil. Gadis itu kemudian melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Baru saja ia hendak meraih
Baca selengkapnya
Tebakan Yang Salah
“Siapa?” tanya Rara cepat.Leo berdeham kecil. Ia menatap sekitarnya, memastikan tidak ada orang yang mendengarkan percakapan keduanya. Leo mendekat pada Rara kemudian berbisik pada telinga gadis itu.Rara mengerutkan keningnya. Gadis itu menatap Leo dengan tanya.“Lo nyuruh gue untuk nunggu sampai hari selesai pensi?” tanya Rara memastikan.“Iya, gue akan kasih tahu jawabannya ke lo. Dengan satu syarat, selama persiapan pensi, gue harap lo gak minta siapapun untuk cari tahu tentang identitas gue,” pinta Leo.“Tapi kalau seandainya ada yang nyari tahu, terus gue gak tahu orang itu nyari tahu tentang lo dan orang itu kasih informasi lo ke gue. Itu gimana?” tanya Rara.Terlintas di benak gadis itu sosok Naren yang menjaga keamanan untuknya.Leo terdiam sejenak kemudian ia terkekeh kecil, “Maksud lo Naren kan?”Rara membulatkan matanya, gadis itu bingung bagaimana bisa Leo tahu tentang identitas asli Naren.“Gue gak ngerti maksud lo,” ucap Rara.“Gue udah tahu tentang Naren. Dia bodygua
Baca selengkapnya
Rasa Ingin Tahu Sandra
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Keempat sahabat itu sudah bersiap untuk berkumpul di ruang osis. Keempatnya sedang berjalan di koridor sekolah menuju tempat berkumpul.“Gisel, entar lo aja ya yang ngetuk pintunya,” ucap Sandra.“Jangan gue, gue gak mau,” sahut Gisel cepat.“Kalau gitu lo ya, Jev?” tanya Sandra menoleh ke belakang.“Oke, gue bagian ngetuk pintu terus Naren entar bagian masuk duluan ke ruang osisnya,” timpal Jevan menyenggol lengan Naren.Naren menatap Sandra kemudian ia menatap Jevan. “Iya terserah, gue ikut aja,” balasnya tak peduli.Sandra mengangkat alisnya mendengar ucapan Naren yang terdengar pasrah. Gadis itu melirik Rara yang terlihat biasa saja.“Kebiasaan lo, harus punya pendirian dong Naren,” ucap Sandra cepat.“Dia itu bukannya gak pendirian, tapi emang gak peduli aja. Jadi diiyain biar cepat selesai,” timpal Rara.“Gue aja yang ngetok pintu entar, terus –”Belum sempat Sandra menyelesaikan ucapannya. Naren dan Jevan sudah berdiri di depan keduanya.“Oh t
Baca selengkapnya
Obrolan Di Malam Hari
Naren melirik Jevan dan Rara yang masih mengobrol. Lelaki itu mengeluarkan ponselnya secara perlahan kemudian ia memotret plat nomor yang mengikuti mobil mereka. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobil.“Pak Naren, ada yang bapak pikirkan?” tanya sopir di sebelahnya.“Tidak Pak, fokus saja menyetir. Saya ingin beristirahat,” balas Naren.Naren memejamkan kedua matanya perlahan. Lelaki itu memutuskan untuk mengabaikan mobil yang mengikuti. Ia ingin beristirahat saja dulu.Setengah jam kemudian“Pak, Naren masih tidur?” tanya Rara.“Iya Nona muda, apa perlu dibangunkan?” tanya sopir itu.Rara menatap Naren yang masih memejamkan mata. Saat mengantarkan Jevan pulang pun, lelaki itu hanya melambai sebentar kemudian kembali menutup mata.“Bangunkan saat sudah sampai di depan rumahnya saja Pak. Antarkan dia pulang ya,” pinta Rara.“Baik Nona muda,” sahut sopir itu.Rara keluar dari mobil sedannya. Gadis itu melambai pelan kemudian langsung masuk ke dalam kediamannya.“Selama
Baca selengkapnya
Kegiatan Yang Ditulis
Rara menatap wajah serius Naren. Gadis itu menggeleng kecil sebagai jawaban.“Nona Ra-”“Gue udah selesai makan,” ucap Rara segera berdiri.Gadis itu melangkah ke dapur untuk menyimpan piring kotor. Dirinya yang terbiasa mencuci piring kotor, hari ini memilih untuk mengabaikannya. Gadis itu tahu kalau Naren terus memperhatikannya.“Selamat malam Naren,” ucap Rara.Rara berjalan dengan cepat. Gadis itu bergegas masuk ke dalam kamarnya dan mengunci ruangan pribadinya.“Naren kenapa suka banget introgasi orang, gue jadi takut,” monolog Rarar.Rara melangkah ke kamar mandi kemudian segera menggosok gigi dan mencuci muka. Setelah selesai, gadis itu langsung menarik selimutnya hingga ke bawah dagu.Rara kembali membuka matanya. Gadis itu melangkah ke jendela kamarnya, ia dapat melihat para pengawal berjalan di sekitar taman, menjaga keamanan sekitar.“Baru kali ini gue liha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status