All Chapters of Akhir Yang Bahagia: Chapter 101 - Chapter 110
115 Chapters
Penjelasan
“Gak suka apa Nak?” tanya Ayah Zarhan bingung.“Aku ingin cerita hal kaya gitu ke ayah, tapi aku yang cerita bukan lewat Naren,” kata Rara.“Kamu ingin mengatakannya langsung?” tanya Ayah Zarhan memastikan.Rara dengan semangat mengangguk.“Lalu tugas Naren apa? Dia itu diminta untuk begitu karena ayah harus tahu kondisimu setiap hari,” ujar Ayah Zarhan.“Aku ngerti maksud ayah, tapi jangan terlalu sering minta Naren untuk kasih laporan ke ayah,” pinta Rara memelas.“Lalu tugas Naren akan seperti apa?” tanya Ayah Zarhan.“Dia cukup ngawasin aku aja, gak harus terus laporan,” jawab Gisel melirik Naren sekilas.“Itu tidak bisa,” tolak Ayah Zarhan.“Kenapa?”“Kalau Naren tidak memberi laporan otomatis ayah tidak bisa tahu kegiatan kamu. Ditambah ayah juga punya -”“Aku paham, tapi aku b
Read more
Pentas Seni Sekolah
Naren sudah sampai di kediaman Rara. Lelaki tampan itu segera melangkah masuk, sesekali ada pelayan yang menyapanya.“Bi Ica, Nona Rara dimana?” tanya Naren.“Nona sedang ada di halaman belakang,” jawab Bibi Ica.“Tida ada yang -”“Naren tenang dulu. Ini masih di rumahnya, lagipula Nona Rara meminta kami untuk membereskan hal lain,” potong Bibi Ica.Naren mengangguk kecil. Ia segera melangkah ke halaman belakang dengan langkah lebar. Lelaki itu menatap punggung gadis itu. Ia menghela napas pelan kemudian mendekat pada Rara.“Nona, saya sudah datang,” kata Naren seraya membungkuk sopan.Rara yang sedang memberikan makan ikan menoleh sebentar pada Naren. Kemudian gadis itu kembali fokus melihat ikan.“Darimana aja lo?” tanya Rara.“Saya ke kantor dulu, ada keperluan,” jawab Naren.“Tumben banget lo gak kasih kabar ke gue atau ke orang sini,” komentar Rara tanpa menatap Naren.“Saya lupa memberitahu Nona dan pelayan disini. Saya minta maaf,” balas Naren.Rara hanya mengangguk kecil. Gad
Read more
Menyusul
Jevan duduk di sebelah Naren yang sedang makan. Sekarang waktunya istirahat. Para panitia dipersilakan untuk jajan atau berbaring sebentar.“Rara sama Sandra mana?” tanya Jevan menatap Naren.Naren mengangkat bahunya tidak tahu.“Gak lo awasin Rara nya? Atau lo udah percaya sama Sandra sepenuhnya?” tanya Jevan.“Bukan gitu, gue rasa lingkungan sekolah masih aman,” jawab Naren.“Lo udah percaya sama Sandra sepenuhnya?” tanya Jevan penasaran.Naren terdiam sejenak mendengar pertanyaan Jevan. Ingin menjawab, tetapi ia juga ragu untuk menjawab.“Mungkin,” kata Naren.“Kenapa mungkin?”“Awalnya gue percaya sama dia, tapi sekarang gue ragu sama dia,” terang Naren.Jevan mengerutkan kening. Ia sudah mengenal Sandra sejak kecil, lelaki itu yakin sahabat masa kecilnya adalah orang yang baik dan tidak berbuat hal di luar dugaan.“Emangnya Sandra buat masalah sama lo degan Rara?” tanya Jevan bingung.“Kalau dari perspektif gue sebagai seorang pengawal, dia buat masalah. Tapi kalau sebagai teman,
Read more
Fokus Yang Hilang
Begitu pintu dibuka Rara mendapati sang ayah tertawa dengan wanita cantik. Wanita cantik itu terlebih dahulu berhenti tertawa karena ia sadar ada Rara.“Nona Rara,” ucap wanita cantik itu.Ayah Zarhan menatap putrinya terkejut. “Loh Nak? Kamu sedang apa disini?”“Aku nyari Na-” Rara menghentikan ucapannya. Ia langsung berpikir kalau ucapannya dapat membuat Naren terkena masalah.“Nak?” Ayah Zarhan mendekat pada Rara lalu duduk di sebelahnya.“Ayah kenapa bareng dia? Dia sekretaris ayah?” tanya Rara mengalihkan pembicaraan.“Bukan Nona,” sahut wanita cantik itu.“Bukannya kamu udah pernah bertemu dengannya? Dia yang mengantar kamu ke ruangan ini,” ujar Ayah Zarhan.Rara menatap wanita cantik yang masih berdiri itu. Ia menatap wanita itu dari atas ke bawah, usianya mungkin tidak terlalu jauh dengan ibunya.“Tadinya aku lupa, tapi sekarang ingat. Nama ibu siapa?” tanya Rara.“Bukannya dia sempat memperkenalkan diri padamu?”“Memang pernah?” tanya Rara balik. “Yang aku ingat tentang ibu i
Read more
Dingin Dan Hangat
Naren mengangkat alisnya melihat pintu rumahnya tidak dikunci. Lelaki itu menatap jam di ponselnya, sudah tengah malam. Dengan hati – hati ia melangkah masuk ke dalam kediamannya.Naren menghentikan langkahnya melihat sosok yang duduk di ruang tengah. Ia menghela napas melihat tingkah orang itu.“Ibu, ngapain disini?” tanya Naren.Ibu Naren, Bu Tari, menatap anak semata wayangnya terkejut. Wanita itu baru saja hendak mengambil minuman dingin di kulkas.“Ibu mau menginap disini,” kata Bu Tari pasti.“Bukannya ibu mempunyai tempat tinggal sendiri?” tanya Naren heran.“Duh kamu itu kenapa banyak bertanya? Bikin kesal saja,” tanggap Bu Tari kesal.Naren menghela napas kasar. “Bu, harusnya disini saya yang kesal. Ibu tiba – tiba saja ingin tidur disini. Padahal selama ini, Ibu selalu tidur di luar.”Bu Tari merotasikan bola matanya, wanita itu meyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia meletakan botol air mineral yang dingin di atas meja.“Kamu punya kamar kosong kan? Ibu akan tidur dis
Read more
Tempat Berbeda
Rara memperhatikan penjelasan Bu Nanih di depan kelas. Sesekali gadis itu menulis perkataan guru biologi itu yang penting. Rara menghentikan kegiatan menulisnya begitu ia melihat ponselnya menyala.“Oke, sekarang kerjakan tugas di halaman 54,” perintah Bu Nanih seraya melangkah ke kursi guru untuk duduk.Rara melirik Bu Nanih sekilas. Kemudian ia menarik ponselnya yang ada di atas meja untuk diletakan di kolong bangku. Gadis itu membuka pesan masuk dari nomor yang asing.[Pulang sekolah gue akan nunggu lo di halaman belakang sekolah. Gue harap lo gak ajak pengawal lo. - Leo]‘Dia akan bilang semua kan? Apa dia bisa dipercaya?’ batin Rara curiga.“Rara, sedang apa kamu?” tegur Bu Nanih pada muridnya.Rara mengangkat kepalanya, dengan tergesa gadis itu menyimpan ponselnya di kolong bangku.“Iya Bu?”“Kamu bermain HP?” tanya Bu Nanih bangkit dari duduknya.“Saya mencari jawaban di internet Bu,” jawab Rara cepat“Bukankah saya pasti akan memberi kalian waktu untuk mencari jawaban di inter
Read more
Tidak Masuk Akal
Rara masuk ke dalam kelasnya. Ia duduk di bangkunya.“Lo kemana tadi?”Rara menatap Jevan dengan rasa bersalah. “Maaf, gue tadi ke toilet. Terus gue jalan – jalan,” balas Rara berbohong.“Gue khawatir banget sama lo sampai nelepon lo berkali – kali,” kata Jevan.“Gue juga gak bawa HP,” balas Rara.“Yang penting lo udah balik, gue gak masalah,” ucap Jevan.Jevan hendak duduk di sebelah Rara untuk kembali mengobrol, tetapi guru selanjutnya sudah datang ke kelas. Jevan bergegas kembali ke bangku.“Oke anak – anak, siapkan kertas selembar,” kata Pak Dono.Seketika kelas langsung ribut. Mereka langsung memprotes dan panik karena belum belajar sama sekali.“Tidak ada yang protes. Saya sudah menyiapkan soalnya, segera tulis,” ucap Pak Dono tegas.Rara mulai fokus mendengar perkataan dari Pak Dono. Ia yakin dirinya akan mendapatkan nilai bagus karena gadis itu selalu membaca ulang materi minggu kemarin sebelum kelas dimulai.“Tidak boleh ada yang menyontek atau bertanya. Kalau ada yang begitu
Read more
Memancing Kebenaran
Rara menatap bangunan yang menjadi saksi tumbuh besar dirinya. Gadis itu menarik napas kemudian menghembuskan perlahan. Rara menenangkan dirinya terlebih dahulu, ia tidak mau pertemuannya dengan Bu Unike menjadi kacau akibat omongan Leo.Setelah cukup tenang, Rara mengetuk pintu panti asuhan.“Aku pulang!” seru Rara cukup keras.Rara mencoba memegang kenop pintu panti asuhan. Gadis itu mengerutkan kening karena pintu panti tidak dikunci. Ia melangkah masuk ke dalam panti asuhan.“Halo? Rara pulang,” ucap Rara.Rara melangkah ke halaman belakang panti asuhan, “Bu Unike, aku pulang.”Rara menghentikan langkahnya saat melihat punggung yang ia rindukan. Wanita itu terdiam, tampak tenggelam dalam lamunannya. Di depan Bu Unike ada secangkir teh dan beberapa kue kering.“Bu Unike?” tanya Rara ragu.Wanita cantik itu mengangkat kepalanya. Matanya melotot melihat sosok di depannya.“Rara? Ini kamu Nak?” tanya Bu Unike langsung berdiri.Rara tersenyum hangat, gadis itu mengangguk kecil.“Kamu p
Read more
Pengakuan Bu Unike
Rara meletakan sendok di sebelah piringnya. Gadis itu sudah selesai makan. Ia menatap Bu Unike yang bersiap untuk kue kering yang biasa wanita itu buat.“Bu, ada yang mau aku bahas sekarang,” kata Rara.“Ada apa Nak?” tanya Bu Unike kembali duduk di kursinya.“Bu, apa ibu menyembunyikan sesuatu dari aku?” tanya Rara hati – hati.“Apa maksudmu Nak?” tanya Bu Unike bingung.“Bu, aku tahu tentang dalang kecelakaan aku,” terang Rara.Wajah Bu Unike berubah panik dan tak nyaman. Wanita paruh baya itu menggigit bibir bawahnya, menahan diri untuk bertanya lebih jauh.“Ibu gak mau tahu?” tanya Rara seraya menatap Bu Unike yang hanya diam.“Rara, sebaiknya kamu pulang sekarang saja ya,” ucap Bu Unike menatap Rara dengan tatapan merasa bersalah.“Bu, jangan menghindar. Jelasin ke aku penjelasan yang dikatakan Leo,” pinta Rara memelas.“Bukan Ibu yang melakukannya, Nak,” sanggah Bu Unike cepat.“Bu, hari ini aku baru aja ketemu Leo. Dia jelasin dari sisi dia, kalau ibu yang menyewa sopir truk it
Read more
Terus Terang
Hari minggu.Rara menatap nasi goreng di depannya. Gadis cantik itu tidak berniat menyentuh makanan favoritnya. Ia masih tenggelam dalam lamunannya tentang“Nona Rara,” panggil Bibi Ica seraya menepuk bahu Rara.Rara tersadar dari lamunannya. Ia menatap Bibi Ica dengan tanya.“Iya Bi?”“Nasi goreng Nona nanti dingin,” kata Bibi Ica lembut.Rara terdiam beberapa detik. “Bi, kalau Naren kesini -”Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, suara langkah kaki mengalihkan fokus. Rara menatap Naren yang baru saja datang.“Nona ingin berbicara berdua dengan Naren?” tanya Bibi Nia.Rara mengangguk. Ia melihat Bibi Nia dan Bibi Ica yang menjauh dari ruang makan.“Ren, duduk dulu,” ucap Rara.Naren mengangguk.“Gue belum bisa ambil keputusan tentang rekaman suara itu,” terang Rara menghela napas. “Gue gak setega itu ngebuat Bu Unike sampai dipenjara.”“Nona, saya akan mengikuti keputusan Nona. Untuk saat ini, jangan bertemu dulu dengan Bu Unike ya,” pinta Naren.“Kenapa?”“Menurut laporan, Bu Uni
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status