Semua Bab Wanita Penjual ASI: Bab 11 - Bab 20
84 Bab
Gosip
Rumah itu sangat berarti untuk Malilah. Hasil jerih payah orang tuanya saat merantau dulu. Ia ingat betul bagaimana kedua orang tuanya kerja keras tak kenal lelah saat masih kecil dulu, demi membeli sebuah rumah sederhana tersebut."Ayo. Ambil sekarang! Aku pinjam! Aku janji, kamu akan tetap kerja disini, asal kamu mau ambil suratnya sekarang!" Hanan memaksa sambil menarik Malilah mengikutinya keluar. Setelah menitip Arumi pada Bu Ratih dengan alasan mau belanja baju-baju Arumi yang sudah mulai sempit, mereka langsung menuju ke rumah Malilah. "Gimana cara masuknya? Gara-gara Pak Bos dulu bawa aku buru-buru, kan aku sampe lupa bawa kunci serap rumah!" Omel Malilah beberapa saat setelah mereka tengak-tengok ke sekeliling rumah. "Didobrak, kan bisa!""Eh, Malilah! Malilah! Akhirnya kamu muncul juga! Kalian ini ya, suami istri sama aja. Sama-sama tukang ngutang, sama-sama tukang ngilang!"Baru saja Hanan bersiap mau mendobrak p
Baca selengkapnya
Biang Kerok Datang Lagi
Hanan dan Malilah pun melangkah keluar bersamaan. "Hey, Malilah! Kata Bu Tuti utangmu di warungnya sudah mau dibayar sama ... Bosmu yang katanya horang kaya ini. Jangan Warung Bu Tuti aja dong. Kami juga perlu modal!" Bu Indri bicara dengan lantang dan penuh emosi."Iya! Emang Bu Tuti aja yang perlu uang. Kita juga!" Timpal Ibu yang lain.Hanan menarik napas. Utang lagi, utang lagi. Enggak ada masalah lain apa? Sementara Malilah yang masih memegang map tak bisa menjawab apa-apa. "Tenang ibu-ibu. Berapa utangnya bilang aja. Nanti saya bayar!""Waah! Benar kata Bu Tuti ya, dia horang kaya," wajah Bu Indri mendadak cerah. "Udah, totalin aja utangnya, nanti kami kembali untuk membayar, uang cash saya enggak cukup," janji Hanan lagi. Ia yakin totalnya lumayan banyak. "Eh, gak percaya aku. Jangan dilepas. Bisa-bisa dia gak balik lagi," Bu Widi nyolot. "Ya sudah kalau gak percaya! Ibu-ibu tunggu di sini!
Baca selengkapnya
Baku Hantam Jilid 2
"Wah, masih punya nyali dia datang  lagi!" Hanan langsung  menarik kerah baju Dimas membawanya menjauh dari pintu.Buk! Buk! Dugh!Tiba-tiba Dimas meninju wajah Hanan dan menendang perutnya dengan kuat.Buk! Buk! Buk!Dugh! Dugh!Hanan langsung balas meninju wajah Dimas dan menendangnya di bagian yang sama. Hanan kembali mengangkat tangan."Pak Bos!" Jika saja Malilah tidak menangkap tangan Hanan, tentu Dimas masih mendapat pukulan bertubi-tubi lagi seperti sebelumnya."Pak Bos, sudah Pak Bos. Sudah. Dia lagi mabuk. Percuma!" Malilah memegang erat tangan Hanan. Walaupun hatinya sakit, tapi masih ada iba dalam hati Malilah untuk suaminya. Buk!Tanpa diduga, Dimas mengambil kesempatan membalas pukulan Hanan lagi.  Keduanya kembali terlibat baku hantam yang membuat Malilah menjerit histeris memanggil Bu Ratih. "Ibuuu! Ibuu! Tolong buka pintunya ibu!"Gantian Malilah yang mengged
Baca selengkapnya
Dengan Berat Hati
"Ma! Mama masuk saja dulu, aku takut terjadi sesuatu pada Malilah di dalam, keadaan dan pikiran Malilah sedang tidak baik, aku takut terjadi sesuatu pada Arumi," bisik Hanan berusaha supaya ibunya masuk. Kebetulan sekali terdengar suara Arumi menangis cukup lama dari dalam. Bu Ratih langsung khawatir pun menurut dan meninggalkan mereka di luar, walau hatinya was-was mereka bertiga balik mengeroyok anaknya. Tapi, ia juga kepikiran takut terjadi apa-apa pada cucunya karena kondisi Malilah sedang kusut."Dengar, Bu. Aku janji akan melunasi pegadaian ibu, asal ibu jangan berbicara apa-apa soal kalung dan gelang ibu saat ini, karena kalau Mama tahu, ia pasti melarang.  Aku pasti melunasinya. Tapi bukan sekarang. Bukankah ini belum satu bulan?""Dengar! Saat ini lagi banyak acara di sekitar rumah. Aku malu kalau mereka melihat leher dan tanganku kosong. Aku mau kalung dan gelangku kembali cepat. Kalau kamu benar-benar mau menebusnya, aku mau sekarang. Kalau
Baca selengkapnya
Mata Duitan
"Malilah! Jangan pergi dulu. Kita bicarakan baik-baik semuanya!" Hanan bergegas menuju pintu tapi Bu Ratih yang sudah menduga ia akan mengejar Malilah langsung menangkap tangan Hanan dan mencengkramnya kuat-kuat. "Hanan! Biarkan dia pergi, atau ibu yang pergi dari rumah ini!" Ancam Bu Ratih dengan nada sangat marah. "Ma! Aku hanya ingin mencarinya sekali ini saja. Sekali ini saja, Ma. Kasian Lila Ma, dia enggak punya uang sepeser pun, kasih kesempatan dia sekali lagi, Ma ...." pinta Hanan memelas berulang kali."Kamu sudah berlebihan memberi dia uang. Enggak perlu dikasihani lagi, Hanan! Biarkan dia menjauh dari hidupmu!" Kecam Bu Ratih makin marah. "Maaa! Tolong Ma .... sekali ini aja. Tolong ijinkan aku mencari Malilah dan membawanya kembali pulang, Ma!"Hanan merendah dan berlutut di depan ibunya. Kedua tangannya ia tangkupkan di dada. "Demi apa kamu sampai memohon seperti ini, Hanan? Sejak kapan kamu mau merendah
Baca selengkapnya
Saling Menyalahkan
"Assalamu'alaikum, Bu," Hanan mengetuk pintu dengan suara lemas sekembalinya dari mencari Malilah."Walaikumsallam."Bu Ratih bergegas membuka pintu dan langsung berbalik tanpa melihat apalagi bertanya. Ia menampakkan ketidakperdulian secara terang-terangan.Oeek! Oeeek! Oeeek!Hanan bergegas mandi mendengar suara Arumi menangis. Perasaannya mendadak berdebar. Hanan mendadak takut Arumi tidak bisa didiamkan. "Arumi sayaang," Hanan mengangkat putrinya ke pangkuan. Bu Ratih melangkah keluar. Tak lama kemudian Bu Ratih kembali dengan membawa sebotol susu dalam dot."Ini!" Sodornya Pada Hanan yang kebingungan mendengar Arumi menangis. Hanan meletakkan kembali Arumi di kasur, dan menyodorkan botol susu ke mulutnya. Tapi Arumi seperti menolak. Ia terus saja menangis. Ia bahkan memuntahkan kembali susu yang sudah masuk ke tenggorokannya. Hanan menyapu keringat dingin. Hanan baru menyadari, hampir sebulan ini ia tak pernah mengurus
Baca selengkapnya
Kesulitan Sendirian
"Apa yang harus kulakukan?" Hanan tak tahan mendengar Arumi menangis, tapi tak tega meninggalkan Bu Ratih yang terus meringis kesakitan dengan mata terpejam memegang dadanya.Akhirnya Hanan memutuskan untuk menggendong ibunya ke kamar. Dengan susah payah, akhirnya Hanan bisa membawa tubuh ibunya ke pembaringan di kamar Arumi. Hanan menatap Arumi yang menangis lalu menatap ibunya yang masih merintih kesakitan."Kenapa boboknya cuma sebentar, Nak? Rumi lapar?" ucap Hanan sambil mengangkat untuk menggendongnya. Arumi menggeliat-geliatkan badan dalam gendongan Hanan sambil mengucek wajah dengan tangan kecilnya. Bu Ratih berusaha duduk sambil memegang dadanya. Hanan meletakkan Arumi yang agak tenang kembali berbaring, lalu keluar untuk mengambil air hangat. "Minum dulu, Ma," ucap Hanan sambil membantu ibunya duduk. Setelah meminum beberapa teguk air, Bu Ratih kembali berbaring. "Sudah enakan, Ma?" tanya
Baca selengkapnya
Pertemuan
"Siapa yang bertamu malam-malam, Fania?" Suara seorang wanita dari dalam menyusul. Wanita yang bernama Fania tadi menggeleng. Tak lama kemudian wanita berusia lebih muda dari Bu Ratih keluar dan menampakkan keterkejutan yang luar biasa melihat kedatangan Hanan. "Ada apa? Kenapa datang malam-malam membawa Arumi, Hanan? Fania belum bisa menerima Arumi," wanita tersebut panik. "Bu, Mama sakit. Sepertinya tekanan Mama naik lagi. Harus di bawa ke rumah sakit," ucap Hanan. "Ada apa?" Seorang lelaki menyusul keluar, dan lagi-lagi menampakkan ekspresi yang sama begitu melihat Hanan menggendong Arumi. "Hanan. Kenapa datang membawa Arumi kesini? Bukankah kemaren mamamu yang bersikeras mengantar Fania ke sini dan menjauhkannya dari Arumi?" ucap lelaki tersebut sedikit gusar. "Pak, Bu. Saya mohon. Mama sedang sakit. Aku titip Arumi sebentar saja selama kami di rumah sakit. Ini ASI untuk Arumi tolong taruh
Baca selengkapnya
Takut Pada Besan
"Pa, Pa! Kenapa dia bawa cucu kita ke kamarnya, Pa?" Bu Heni baru tersadar dari kebingungannya setelah Arumi sudah dibawa Malilah keluar.Pak Irman tak menjawab namun langsung keluar mengejar Malilah. "Hey, Lila. Kenapa kamu membawa Arumi? Siapa kamu?"Pak Irman dan Bu Heni menghalangi langkah Malilah di depan pintu kamarnya."Pak, Bu. Tolong ijinkan saya menidurkannya sebentar. Nanti ... saya akan jelaskan!"Tanpa sadar Arumi menerobos masuk kamar di sela tubuh Pak Heni dan Pak Imran yang sama-sama masih berdiri di pintu. Walau tak habis pikir, tapi kedua majikan barunya itu pun langsung menyingkir.Malilah seperti bermimpi. Baru saja ia menangis, dan kini orang yang membuatnya menangis sudah berada di sisinya. Sementara di luar kamarnya, Pak Irman dan Bu Heni yang masih bertanya-tanya tak bisa tidur. Antara was-was dan bingung mereka mondar-mandir menunggu Malilah keluar. "Pa, kok enggak keluar-keluar ya? Siapa dia ya? K
Baca selengkapnya
Rindu Arumi
Di Rumah Sakit, Hanan tak bisa fokus menjaga ibunya di rumah sakit. Setiap saat pikirannya hanya tertuju pada Arumi. Ia meraih ponsel dan mencoba menghubungi nomor mertuanya. Tak diangkat walaupun tersambung berkali-kali. Hati Hanan makin cemas. "Jangan-jangan Arumi nangis lagi, sehingga mereka tak mendengar suara panggilanku berkali-kali?"Hanan mengusap wajah resah. Mendekat pada ibunya yang sejak tadi tak mengeluarkan sepatah kata pun. Bu Ratih mendadak bagai boneka. Hanya diam dan menerima saja apapun yang dilakukan perawat terhadapnya. Sebaliknya Fania juga tak ada berbicara apa-apa. Mereka bagai tiga orang asing yang baru bertemu. Terlihat begitu canggung."Fan, kamu lapar?" tanya Hanan memecah keheningan. Fania menggeleng. "Aku ... mau minum aja!" Jawab Fania.Hanan menyodorkan sebotol minuman ke tangan Fania. Ia menatap Fania dengan perasaan kosong. "Mas, Mama bakal lama enggak di sini?"Hanan me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status