All Chapters of AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS!: Chapter 41 - Chapter 50
132 Chapters
Empat Puluh Satu
Aku baru saja memberi obat dan menidurkan Via, saat ponsel di atas meja kecil di sudut kamar berdering.Kuambil benda itu dan segera memeriksa nomor penelpon, kembali ternyata Mas Arya yang menghubungi.Ah, mau apa sih dia? Mau bicara? Tentang apa sebenarnya yang hendak ia bicarakan?[Ana, kamu di mana? Bisa gak kita bicara sekarang? Mas tunggu di cafe Alamanda sekarang. Bisa?] tanya Mas Arya dengan nada memohon di seberang sana.Sejenak aku menoleh pada Via yang baru saja terlelap. Apa putriku ini bisa ditinggal beberapa saat untuk menemui papanya atau dia akan terbangun dan kehilangan saat aku tak ada di sampingnya karena mungkin saja aku masih ada di luar?Akhirnya aku memilih opsi yang pertama. Sepertinya kalau cuma keluar satu atau dua jam lamanya, Via belum akan terbangun.Sekarang baru pukul dua siang. Biasanya dia akan bangun tidur siang pada pukul lima sore.Berpikir demikian aku pun
Read more
Empat Puluh Dua
"An, ibu asmanya kambuh. Mas harus pulang sekarang juga dan bawa ke rumah sakit. Bisa gak mas pinjam motor kamu sebentar atau anterin mas pulang soalnya dari sini kan gak jauh. Bicaranya besok aja lagi karena mas belum selesai. Tapi anterin mas sebentar ya?" tanya Mas Arya sambil menatap penuh iba padaku.Sejenak aku dilanda ragu. Bukan tak punya rasa kemanusiaan pada ibu yang sedang sakit, tapi gimana ya? Kenapa tidak pesan ojol aja? Kenapa harus aku yang mengantar dia pulang ke rumah ibunya?"An, tunggu apalagi? Apa kamu gak kasian? Bagaimanapun ibu masihlah ibu mertua kamu. Apa kamu tega biarin ibu kesakitan begini? Anterin Mas pulang sebentar ya. Dari sini cuma lima kilometer. Pesan ojol lama nunggu, nanti ibu gak tertolong lagi. Ayo, An. Buruan," ujar Mas Arya tak sabar seolah takut ibunya tak dapat tertolong lagi, sambil tangannya meraih kunci motorku yang kuletakkan di atas meja cafe dan berlari menuju roda dua yang terparkir di depan sana yang membu
Read more
Empat Puluh Tiga
Ya Tuhan, apa yang terjadi pada diriku? Kenapa mataku terasa berat dan mengantuk sekali? Apa barusan Mas Arya telah meminumkan obat tidur dalam teh hangat yang diberikan padaku dan ibu tahu itu tapi tidak mencegah? Apa jangan-jangan semua ini memang sudah disetting dari awal dan terjadi justru atas persetujuan beliau?Itu sebabnya beliau sengaja menahanku supaya tak buru-buru pulang setelah mengantar Mas Arya tadi?Ya, Tuhan ... Apa jangan-jangan sakitnya ibu juga pura-pura supaya aku terpaksa datang ke sini agar bisa menjebakku seperti ini?Tapi untuk apa? Apa karena Mas Arya ingin kembali padaku? Hanya karena itu? Naif sekali!Beribu pertanyaan berkecamuk di benak sementara tubuhku mulai terasa lemas, sulit digerakkan. Kesadaran pun seolah mulai hendak tenggelam tetapi sebisa mungkin kucoba menahan, meski mataku mungkin telah terpejam."Bu, Ana sudah pingsan. Apa yang harus Arya lakukan sekarang?" tanya Mas Arya sama
Read more
Empat Puluh Empat
"Mira, kamu ini kenapa sih, kok malah ceramah begini? Sudah sana, minggir. Ana toh masih istri mas. Hak mas hendak melakukan apa terhadapnya!""Tapi bukan gini caranya Mas, aku gak bisa ngebiarin hal seperti ini terjadi di depan mata kepalaku. Aku ini juga perempuan Mas, Mas gak takut aku juga bisa mengalami apa yang Mbak Ana alami akibat kejahatan mas ini. Karma itu selalu ada, Mas. Dan aku gak mau mengalami itu gara-gara, Mas!""Ana ...!" teriak Mas Arya bertepatan dengan bunyi ponsel Mira yang berdering kencang yang sepertinya langsung diangkat oleh adik iparku itu.[Halo, ya Ndre, iya. Mbak Ana ada di sini, di rumah ibu. Cepat, Mbak Ana pingsan!] Seru Mira di telepon.Mungkin itu telepon dari Andre, adikku. Sebab setahuku mereka memang lumayan saling kenal,menanyakan apa aku ada di rumah ibu karena aku memang sempat memberitahu beliau sebelum pergi, kalau aku hendak menemui Mas Arya di cafe.Itu sebabnya barangkali
Read more
Empat Puluh Lima
"Mira, Ana itu istri mas. Kenapa kamu halangi mas bikin dia kembali lagi ke rumah ini? Apa mau kamu sebenarnya? Mau cari muka? Mau cari perhatian ke orang tua Ana supaya kamu dibilang pahlawan? Atau jangan-jangan, kamu suka sama Andre, makanya kamu belain Ana karena dia kakaknya?" hardikku penuh emosi pada Mira. Tak kusangka adik yang kubela mati-matian tu ternyata tak lebih dari seorang musuh dalam selimut. "Benar. bu juga gak nyangka kamu setega itu gagalkan rencana kita buat bikin Arya dan Ana bersatu lagi, Mira. Mau kamu apa sih sebenarnya? Kamu mau kita makan bubur nasi encer setiap hari? Ibu sudah jenuh begini, Mir. Besok pagi entah kita bisa makan atau tidak, karena gak ada lagi beras di dapur." Ibu menimpali ucapanku.&
Read more
Empat Puluh Enam
Mendengar perkataan Mira itu aku jadi terdiam. Benar apa yang dikatakan adikku ini, harapan itu akan selalu ada asal kita mau berusaha. Allah tidak akan menutup pintu rezeki seorang hamba sebelum nyawanya sampai di kerongkongan. Asalkan mau berusaha, pasti Allah berikan jalan rezeki nantinya. Ya, itu benar. Buktinya, jadi petugas parkir liar selama empat jam saja, semalam aku bisa menghasilkan uang lima puluh ribu rupiah yang kalau pandai mengaturnya, pastilah bisa untuk biaya makan kami bertiga selama seharian penuh. Mira benar. Aku tak boleh putus asa dan kembali menzalimi diri sendiri dengan melakukan kejahatan lagi pada Ana yang selama ini sudah banyak membantuku. Aku tak mau Allah benci dan melaknat diri ini karena kembali menzalimi wanita itu. Ya, aku t
Read more
Empat Puluh Tujuh
POV AryaAku membaca Surat Keputusan Kepala Daerah yang berisikan pemecatan diriku sebagai seorang aparatur sipil negara di tanganku dengan dada terasa bengkak.Naas, walaupun sudah berkali-kali membela diri dengan memberikan alasan bahwa aku dan Maya tak lagi menjalani hubungan suami istri dan sudah berpisah, tetapi keputusan kepala daerah melalui badan kepegawaian daerah ini tak bisa dianulir lagi.Dan di sinilah aku saat ini. Duduk resah di bangku depan kantor badan kepegawaian sambil menekuni SK di tangan dengan pandangan kabur dan hati gundah gulana."Bro, aku ikut prihatin ya. Gak nyangka gara-gara Ana ngelaporin kamu ke BKD kamu jadi dipecat dari pekerjaan sebagai ASN begini," ujar Heru, teman kantor yang barusan menemaniku mengambil surat ini, sambil duduk di sebelahku.Aku menghela nafas mendengar ucapannya."Entah
Read more
Empat Puluh Delapan
Setelah berembuk bersama ibu dan Mira, akhirnya aku memutuskan untuk membuka usaha gorengan pinggir jalan.Aku sudah mempelajari cara-cara membuat aneka gorengannya yang biasanya dijual di pasar, tinggal mencari lokasi dan gerobak yang akan kugunakan untuk menggelar dagangannya lagi.Setelah mencari ke sana kemari bahan-bahan yang diperlukan, akhirnya benda sederhana yang bisa dipikul itu pun terbuat juga.Meski pun bentuknya sangat sederhana dan nyaris tak karuan, tapi beruntung juga bisa membuatnya sendiri, sebab kalau harus beli, modal pinjaman dari Heru ini pasti tak akan cukup lagi.πŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒHari ini akhirnya aku mulai berjualan.Mengambil tempat di persimpangan jalan yang rame, aku mulai menggelar dagangan di sana."Mas, gorengan ya dua ribu. Dapat berapa?" tanya seorang remaja sambil mengulurka
Read more
Empat Puluh Sembilan
Hari ini untuk pertama kalinya sejak berpisah dari Ana, akhirnya bibir ini bisa juga tersenyum gembira.Berkat kesabaran dan semangat untuk terus berusaha, usaha berjualan gorengan di pinggir jalan yang kulakukan hari ini menemui juga keberuntungannya.Tak sia-sia memang usahaku, alhamdulilah di hari pertama berdagang ini, aku bisa membawa pulang uang sebesar lima ratus ribu rupiah, yang sebagian akan kugunakan untuk modal belanja besok pagi sementara yang lainnya untuk biaya hidup kami bertiga esok hari."Ya, kamu sudah pulang? Gimana? Ada hasil nggak jualannya hari ini?" tanya ibu saat menyambut kepulanganku di depan pintu rumah.Aku tak langsung menjawab melainkan meletakkan gerobak dagangan yang sudah kosong ke sudut teras, baru menghadap beliau."Alhamdulillah, Bu. Gak sia-sia usaha dagang yang aku lakukan. Modal dua ratus, untung tiga ratus ribu, Bu. Semoga besok bisa lebih banyak lagi hasilnya," sahutku sambil tersenyum dan memperlihatkan ha
Read more
Lima Puluh
Mitha sendiri mewarisi bisnis perhiasan yang pangsa pasarnya telah merambah luar negeri. Benar-benar tipikal calon istri yang kuidam-idamkan.Namun, meski berasal dari keluarga kaya raya, gadis itu bukanlah tipikal gadis sombong dan tinggi hati.Ia justru senang berbagi kebahagiaan dan rezeki dengan sesamanya yang membutuhkan.Gadis itu bahkan memiliki beberapa yayasan yang bergerak di bidang sosial dan menjadi donatur beberapa panti asuhan.Kebiasaan lainnya adalah senang membeli makanan pinggir jalan yang dijual oleh pedagang kecil, seperti yang kulakukan kemarin.Itu dilakukannya demi membantu perekonomian pedagang kecil sepertiku. Itulah alasan yang dikemukakan Mitha tadi saat aku bertanya mengapa dengan kekayaan yang dia miliki dia justru senang berbagi dan tidak gengsi makan makanan dari pedagang kecil di pinggir jalan.Ternyata alasannya adalah demi kemanusiaan.Dan demi mendengar cerita Mitha itu, kekagumanku padanya pun semak
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status