All Chapters of The Beauty & The Monster: Chapter 71 - Chapter 80
102 Chapters
Bab 71
Nara berpegangan erat pada sebuah tangan yang menangkapnya dengan sigap, sementara di belakang sana, Haewon masih terlihat syok dengan kedua kaki yang terasa begitu lemas. “Jangan sembarangan memetik beri saat di hutan. Kau harus lihat-lihat dulu kondisi tanahnya apalagi saat ini tanahnya sedang licin.” Yooshin berujar sesaat setelah lelaki itu berhasil menarik Nara kembali ke atas. “Maaf.” Nara membuang napasnya perlahan. “Terima kasih banyak, Tuan Hwang.” Haewon berlari mendekati Nara dan gadis itu membungkukkan badannya selama beberapa kali. “Kenapa kau bisa berada di sini?” tanya Nara kemudian. “Aku tidak sengaja bertemu dengan kakekmu dan dia berkata kalau saat ini kau dan Haewon sedang pergi ke kuil di utara.” “Jadi … kau menyusulku ke sini?” Nara mengangkat wajahnya dan menatap Yooshin. Kedua mata Yooshin berkedip pelan, ia kemudian membuang pandangannya ke arah lain. “Kakekmu bilang kau tidak membawa kudamu. Jadi, aku menyusulmu,” ungkapnya. Selang beberapa detik setelah
Read more
Bab 72
Kedatangan Nara disambut dengan baik oleh beberapa biksu yang berada di kuil. Suasana di sana pun tak banyak berubah sejak pertama kali Nara datang ke sana beberapa bulan yang lalu.“Rasanya sudah lama sekali Anda tidak ke sini, Nona Pendeta,” ujar satu orang biksu yang berdiri di paling depan.Nara tersenyum tipis. “Terakhir aku ke sini saat melihat pohon-pohon ek yang baru ditanam setelah upacara ritual purnama dihentikan. Dan aku baru sempat kemari lagi sekarang,” ujarnya.“Saya sangat bersyukur Anda baik-baik saja, Nona.” Sang biksu berujar. “Tuan Hwang selama ini telah menjaga Anda dengan sangat baik,” imbuhnya.Mendengar itu, Yooshin yang berdiri di belakang Nara segera membungkukkan tubuhnya sebagai ungkapan terima kasih.Kemudian setelahnya mereka dipersilakan masuk. Ketiganya sempat berdoa di sana dan setelahnya mereka di antar ke bagian belakang kuil yang langsung mengarah ke Gunung Seolchang di bagian timur laut. Haewon sempat berpamitan kepada Nara untuk berkeliling kuil d
Read more
Bab 73
“Dia datang lagi, Tuan.” Seorang biksu berjalan menghampiri sang tetua yang berada di belakang kuil.“Dia?” Kening sang pria tua itu mengerut.“Iya, Tuan. Mahluk itu.”Tanpa berpikir panjang lagi, kedua kaki mereka bergerak ke satu tempat yang ada di kuil. Di sana, seseorang terlihat duduk bersila dengan sebuah pedang berwarna biru menyala di dekapannya.“Aku tidak berniat mengacau di sini, jadi lanjutkan saja kegiatan kalian,” ujar Moa tanpa mengalihkan pandangannya ke belakang, seolah ia sudah tahu apa yang akan oleh kedua biksu di belakangnya itu.“Ini sudah hari ke lima kau datang ke sini tapi kau tak membuat masalah. Sebenarnya apa yang kau inginkan? Apa rencanamu?” Sang biksu berjalan menghampiri Moa yang masih duduk bersandar di salah satu pilar kuil, sementara kedua mata mahluk itu terlihat menatap lurus ke depan sana.“Kau sudah sering menanyakan hal itu, ya. Aku semakin bosan mendegarnya.” Moa menghela napas pelan. “Sudahlah, aku memang tak berniat mengacau di sini sama seka
Read more
Bab 74
Kedua mata milik Moa terbuka begitu pedang miliknya bergetar saat ada angin kencang berembus melewatinya. “Tuan, ini aneh.” Seorang biksu berujar seraya menghentikan langkahnya di anak tangga yang terakhir.“Ada apa?” Salah seorang rekannya yang ada di sana bertanya. “Apa kalian tidak merasakannya? Aku rasa sesuatu yang buruk sedang terjadi.” Ditatapnya langit yang berwarna jingga kemerahan dengan angin yang sesekali berembus lebih kencang dari biasanya, sehingga menerbangkan daun-daun yang sudah tua pada pohon-pohon di sana.“Aku rasa sesuatu memang sedang terjadi,” ujar salah seorang biksu seraya menatap ke sekitarnya. Entah kenapa ia merasa kalau suasana di sore itu menjadi agak berubah dan membuatnya merasa tak nyaman. "Tuan!! Ini gawat!" Tiba-tiba seseorang berlari memasuki area kuil dengan tergesa. "Ada apa? Kenapa kau berlari seperti itu Apa yang terjadi?" Dengan napas yang terengah dan juga kedua kaki yang gemetar, pria itu berusaha menjelaskan pada biksu di hadapannya.
Read more
Bab 75
“Cepat panggil tabib!”Salah seorang anak buah Seungmo berlari keluar dari ruangan itu dan pergi mencari tabib yang biasa dipanggil untuk menangani kediaman itu.“Denyut jantungnya lemah,” ujar Seungmo usai memeriksa nadi cucunya. Wajah Nara terlihat pucat dan suhu tubuh gadis itu juga semakin menurun.“Maafkan saya, Tuan Kim!” Secara tiba-tiba Haewon menjatuhkan tubuhnya ke atas permukaan lantai dan bersujud di sana, memohon pengampunan. “Maaf karena saya lalai dan tidak bisa menjaga Nona dengan benar!” ujarnya dengan tangisan yang kembali pecah.Melihat itu, Yooshin mengepalkan kedua tangannya kuat. Lelaki itu menundukkan kepala. Pandangannya semakin buram begitu melihat Nara yang tak kunjung sadarkan diri di sana. Ia … merasa gagal, sepenuhnya.Untuk ke sekian kalinya ia gagal melindungi gadis itu.“Ini semua salah saya, Tuan. Saya benar-benar meminta maaf.” Yooshin tak sanggup mengangkat wajahnya dan lelaki itu memilih untuk memejamkan mata di sana, kian merasa pilu saat mendengar
Read more
Bab 76
“Kau tidak perlu berterimakasih seperti itu. Kau mungkin akan menyesal. Lebih baik pergilah … dan katakan pada Si Hwang agar dia menjaga gadis itu dengan benar,”Kedua kaki milik Haewon sudah sampai di pekarangan kediaman Kim Seungmo. Sejenak ia terdiam di sana usai teringat ucapan Moa beberapa saat yang lalu. Entah kenapa begitu ia tahu kalau sosok yang menolongnya waktu itu adalah Moa, pandangannya pada mahluk itu menjadi agak aneh. Selama ini semua orang, tak terkecuali dirinya sendiri sudah beranggapan kalau Moa akan tetap menjadi mahluk jahat sampai kapan pun. Namun saat Haewon sendiri yang mengalami, ia ditolong oleh mahluk itu, ia merasa aneh.Bukankah ada yang salah dengan Moa? Bukankah mahluk itu begitu membenci manusia terutama penduduk dari desanya? Terlebih lagi … Moa yang melindungi Nara yang jelas-jelas adalah musuhnya. Tujuan awalnya adalah membunuh sang pendeta. Mahluk itu sudah menghabiskan waktu belasan tahun atau mungkin lebih sejak Nara masih kecil hingga tumbuh d
Read more
Bab 77
Para pelayan yang ada di rumah terlihat sudah beraktivitas bahkan sebelum si pemilik rumah itu bangun. Diedarkannya pandangan mata itu ke setiap sudut rumah yang ia lewati, berusaha menemukan seseorang yang belum ia lihat sejak kemarin sore.“Di mana Yooshin?” tanyanya pada seorang pelayan yang sedang menyapu halaman rumah.“Saya belum melihat beliau pagi ini, Tuan,” jawab gadis itu.“Maaf, Tuan. Sepertinya Tuan Hwang masih berada di kediaman Kim,” ujar salah seorang anak buah Tuan Hwang yang berjalan menghampiri.“Dia masih di sana? Jadi dia tidak ikut pulang?”Sang anak buah itu menganggukkan kepala. “Iya, Tuan. Semalam, setelah pulang dari rumah Tuan Yoo, beliau meminta agar kami kembali ke sini terlebih dulu dan beliau mampir ke kediaman Tuan Kim. Saya awalnya berpikir kalau beliau hanya ingin melihat keadaan Nona Son akan tetapi ternyata Tuan Yooshin memilih tinggal di sana,” jelasnya.“Begitu, ya.” Tuan Hwang membuang napasnya secara perlahan.“Dia … pasti masih merasa bersalah
Read more
Bab 78
“Dengan kondisi Nona Son yang terluka parah, kurasa mustahil kalau Moa tak melakukan apa-apa.” Tuan Hwang meminum teh miliknya, lalu menatap cangkir yang masih berada di tangannya. “Moa … apa ia menunjukkan dirinya kemarin? Kau melihat keberadaannya?”Pertanyaan itu membuat Yooshin terdiam selama beberapa saat. Sebisa mungkin ia akan menyembunyikan soal mahluk itu kemarin untuk menghindari konflik yang semakin rumit dan juga berkepanjangan.“Tidak, Ayah.”“Aneh,” gumam Tuan Hwang. “Aku mengira kalau mahluk itu tak akan tinggal diam begitu ‘mangsanya’ tengah diganggu oleh mahluk lain. Apalagi setelah mendengar beberapa rumor yang beredar, rasanya tak mungkin jika Moa tak menyadari sama sekali kalau mahluk seperti goblin itu datang. Hanya saja … aku tak tahu harus bereaksi seperti apa nanti jika memang dugaanku itu benar, kalau Moa menolong Nona Son. Bahkan Tuan Kim juga akan kehilangan kata-kata. Karena ia … tak mungkin berterima kasih terhadap mahluk itu apalagi jika sampai harus mera
Read more
Bab 79
“Ingat ini, Hwang Yooshin. Membunuhmu adalah hal yang sangat mudah dan itu bisa saja aku lakukan sejak lama. Tapi apa? Nara memintaku agar tidak mengusikmu dan ia bahkan memohon agar aku tidak melukaimu meski aku ingin. Jadi, bukan kau yang melindunginya. Tapi justru gadis itulah yang melindungimu.” Yooshin menggenggam erat pedang yang masih berada di tangannya. Sejak kedatangan Moa ke sana, perasaan lelaki itu menjadi tak menyenangkan. Segala perasaan sedih, bersalah, serta menyesal kembali menggeluti dirinya. Rasanya Yooshin seperti ditampar oleh perkataan Moa.“Tuan Hwang terlihat gelisah sejak tadi. Apa ada sesuatu?”Kepala Yooshin menoleh pada Haewon yang sudah berdiri di sebelahnya. “A-ah, tidak ada.”“Anda pasti merasa bersalah sekali atas kejadian kemarin. Tapi ucapan Tuan Kim juga memang benar, kalau semua ini bukan semata-mata karena kelalaian Anda. Jika ada yang perlu disalahkan, aku rasa semua ini salahku karena saat itu hanya akulah yang berada di dekat Nona Son.”Usai
Read more
Bab 80
Haewon menatap pintu kamar Nara yang menutup. Sudah beberapa menit ia berdiri di sana tanpa berniat masuk ke dalam atau memanggil Yooshin yang masih berada di sana untuk meminta izin masuk. Hari sudah cukup larut jadi Haewon berpikir kalau Yooshin kemungkinan sedang tertidur di dalam sana atau meskipun lelaki itu masih terjaga, tak ada sedikit pun ia memiliki niatan untuk mengganggunya.“Nona akan baik-baik saja bersama dengan Tuan Hwang,” batin Haewon. Gadis itu menatap ke sekitar dan tak melihat siapa pun. Kemudian ia membuang napasnya pelan seraya memakaikan jangot hingga menutupi rambut dan sebagian tubuhnya, sebelum akhirnya melangkah pergi dari sana.Langkahnya sempat berhenti begitu mendengar derap langkah kaki mendekat. Gadis itu pun dengan segera berpindah ke salah satu dinding hingga dua orang lelaki benar-benar berjalan melewatinya. Penjagaan kediaman Kim Seungmo sedikit lebih ketat dari biasanya semenjak Nara jatuh sakit. Hal itu membuat Haewon semakin yakin kalau Nara aka
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status