Semua Bab Terjebak dalam Tubuh Nona Muda Winter: Bab 111 - Bab 120
220 Bab
BAB 121: Canggung
Hati Levon yang dingin dan tanpa belas kasihan melunak perlahan sejak mengetahui puteranya mengalami kecelakaan dan kehilangan Kimberly. Hati Levon tergerakan dan menyadari kesalahan yang telah dia perbuat. Akan tetapi, keputusan Levon yang besar ini, sepertinya tidak begitu berhasil membuat Marius bisa melunak juga kepada dirinya. Marius tidak begitu mengharapkan harta meski itu menjadi haknya. Marius tidak lagi peduli mengenai hubungannya dengan Levon. Marius tidak peduli lagi dengan apapun yang ada di sekitarnya, dia hanya ingin memperhatikan Jenita lebih banyak dan menikmati sisa waktunya selagi masih lancar bisa berbicara dan keluar. Akhir-akhir ini Marius mulai merasakan kembali rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, dia akan ambruk tidak bertenaga jika banyak bergerak, beberapa kali dia juga harus melewati rasa sakit menyiksa saat tidur. Diam-diam Marius sudah bisa merasakan jika kondisi tubuhnya dari ke hari tidak memiliki peningkatan, dengan pikiran realistis dia sadar b
Baca selengkapnya
BAB 122: Nakal
Marvelo mendekat, pria itu sedikit berdeham dan berkata, “Kau belajar memakai buku milikku,” komentar Marvelo dengan nada dinginnya seperti biasa. “Kau tidak memperbolehkannya?” “Tidak juga.” Marvelo melangkah ragu melewati Winter, sekilas dia melihat gadis itu yang sama sekali tidak mengangkat wajahnya dan sibuk membaca, sesekali memberikan tulisan di bukunya. Marvelo pergi ke ruangan pakaian untuk berpakaian. Beberapa menit kemudian Marvelo kembali, dia masih melihat kehadiran Winter yang berada di posisi yang sama, dan masih serius belajar. Sekilas Marvelo melihat ke arah jam di dinding yang sudah menunjukan pukul dua dini hari. Marvelo membungkuk, mengambil bantal. Dia sudah sangat lelah dan ingin tidur. “Kau mau ke mana?” tanya Winter seraya mengangkat wajahnya. “Aku mengantuk dan ingin tidur.” “Tidur saja di sini. Ini kan ranjangmu,” jawabnya seraya menepuk-nepuk sisi ranjang yang lain. Marvelo berdecih, Winter sudah berubah sangat jauh, tidak hanya gigih dan lebih su
Baca selengkapnya
BAB 123: Cerita Malam
“Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Jenita terdengar takut. Marius yang berada di sisinya tersenyum samar, pria itu merasakan kerisauan Jenita kepada dirinya. “Aku akan menerima semua yang dia berikan dan melakukan koferensipers juga.” Jenita terbelalak kaget, tangannya yang tengah memegang segelas minuman sedikit gemetar. Rasa takut dan khawatir yang awalnya hanya meraba, kini perlahan mencekiknya. Jenita sangat tahu Marius seperti apa, namun dia tidak tahu isi hati puteranya yang sesuangguhnya seperti apa. Marius sangat membenci Levon, namun Marius dapat mengendalikannya. Akan tetapi itu dulu, dulu sebelum meninggalnya Kimberly. Setelah kepergian Kimberly, kebencian Marius kian nyata kepada Levon dan Sean. Jenita sangat khawatir jika ada suatu rencana buruk di balik keputusan Marius menerima warisan itu karena Marius bukanlah seorang penggila harta dan jabatan. Jenita tidak ingin Marius hidup tenggelam dalam dendam, dia sangat ingin puteranya hidup dalam kebebasan dan
Baca selengkapnya
BAB 124: Rasakanlah
“Untuk apa?” “Saat aku tersadar dan bangun setelah kejadian di atap gedung sekolah. Aku merasa sangat gila dan kacau, aku membutuhkan beberapa dokter untuk memastikan kesehatan mentalku. Sangat berat memikirkan untuk melewati hari esok, aku mengurung diri begitu lama sendirian dan merenung hanya untuk memikirkan bagaimana cara aku bisa menjalani kehidupanku. Aku semakin merasa gila ketika mengetahui bahwa Paula adalah orang yang sangat jahat dan beracun, semakin berat aku rasakan ketika berada di sekolah dan mengetahui jika begitu banyak orang membenciku, menghinaku hanya karena aku gemuk dan bodoh. Ku pikir, tidak ada yang bisa aku percaya. Namun, ketika aku berbicara denganmu, aku menyadari bahwa mungkin kau satu-satunya orang yang tulus kepadaku. Aku menerima penuh apapun yang kau katakan padaku, aku tidak peduli kau memakiku dan berkata menyebalkan, karena aku tahu, kau peduli padaku.” Marvelo tercekat kaget, dengan sesak kesulitan dia menarik napas dalam-dalam melihat Winter ki
Baca selengkapnya
BAB 125: Di balik Kebaikan
Suara ledakan terdengar dari arah bar. Winter kembali berlari untuk semakin dekat dengan gedung Pentagon berada. Winter melihat beberapa mobil stasiun berita yang berdatangan, beberapa orang sedang melaporkan berita meski di belakang mereka sudah ada garis polisi yang membentang. Cukup banyak orang yang melihat kebakaran itu hingga membuat Winter kesulitan untuk mendekat karena harus melewati satu persatu orang yang berdiri. Panas dari kobaran api yang besar langsung di rasakan Winter begitu dia berhasil sampai ke sebrang jalan dan melihat bar Pentagon yang mewah dan besar kini di lalap api. Suara ledakan kembali terdengar lebih besar di dalam bar, beberapa pemadam kebakaran yang berada di dalam berlari keluar. Kebakaran yang sangat besar itu tampaknya sangat sulit untuk di hentikan meski ada banyak petugas pemadam kebakaran yang di kerahkan. “Tidak, tidak mungkin!” teriakan suara Aurin terdengar di samping Winter. Aurin menangis keras begitu dia sampai di tempat dan di suguhka
Baca selengkapnya
BAB 126: Menolak Marius
Perlahan sinar matahari dapat di lihat dari arah timur, Winter sudah sangat jauh melangkah. Kini dia berjalan melewati jalanan setapak di pinggiran danau Aldes. Satu persatu orang mulai menunjukan diri, mereka bergerak cepat memulai aktivitas mereka. Perlu lima belas menitan lagi untuk Winter agar bisa sampai ke rumah, namun keringat sudah membasahi sekujur tubuhnya karena sudah banyak berkeliling, kakinya mulai merasakan sakit karena banyak tekanan. Sejenak Winter berdiri bersandar pada pagar tembok, merasakan dinginnya pagi sambil minum sebotol air mineral. Wajah Winter terlihat merah karena kepanasan, bola matanya yang berwarna biru itu bergerak melihat ketenangan air danau yang bersih dan indah. “Winter.” Winter berbalik, gadis itu tersedak oleh minumannya sendiri karena kaget melihat Marius mengenakan jaket hitam, kacamata dan sebuah topi. Namun tetap saja dia dapat di kenali karena duduk di kursi roda. “Kau sedang apa di sini?” Tanya Winter seraya mengusap bibirnya yang
Baca selengkapnya
BAB 127: Sebuah Rasa
Pagi yang indah dan cerah itu terasa hangat untuk di rasakan. Rumput-rumput masih basah, bunga mulai bermekaran, kicauan suara burungpun mulai terdengar. Marius duduk di depan makam Kimberly, memandangi batu nisannya yang memiliki ukiran indah. Marius menggenggam bucket bunga yang sengaja dia bawa dan dia rangkai sendiri di toko langganannya. Perlahan Marius membungkuk, meletakan bunga itu di atas makam Kimberly. Bibir Marius sedikit terbuka, dia mengambil napasnya dalam-dalam penuh rasa sesak, Marius menatap sendu makam Kimberly. Kilatan matanya menunjukan rasa bersalah sekaligus sedih. Beberapa kali Marius harus mengatur napasnya hanya untuk bisa mengurangi debaran hebat yang bergejolak di hatinya karena setelah sekian lama hatinya dalam kebekuan, kini perlahan meleleh seperti es di bawah sinar matahari. Dinginya hati Marius setelah kepergian Kimberly, kini memudar perlahan setelah bertemu Winter Benjamin. Namun Marius masih meraba, apakaha ini sebuah perasaan tertarik sesaat
Baca selengkapnya
BAB 128: Sepenggal Kenangan
Flashback Terik panas matahari terasa menyengat di siang itu, suara musik terdengar mengalun dari radio. Suara kasar dari knalpot mobil tua terdengar. Kimberly tersenyum lebar, bola mata Kimberly terlihat cerah berkialauan melihat hamparan pasir yang di lewatinya, beberapa pohon zaitun terlihat subur dan sudah berbuah tumbuh di beberapa tempat. Wajah cantiknya gadis itu terlihat berseri mencerminkan kesenangan di dalam hatinya. Rambut Kimberly yang tergerai berkilauan itu bergerak tersapu angin, gadis itu mengeluarkan tangannya, merasakan angin yang menerpa bersamaan dengan sengatan terik panas matahari yang kini sudah berada di atas langit. Mobil yang di tumpanginya bergerak sangat cepat di kendarai oleh Marius. Mereka sedikit berbincang kecil membicarakan liburan kecil yang diam-diam mereka lakukan. Kini mereka berada dalam perjalanan menuju pulang setelah satu hari penuh berkeliaran. Marius mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, keterampilannya dalam berkendara sudah c
Baca selengkapnya
BAB 129: Masuk Jebakan
Tetesan air hujan yang jatuh membasahi wajah membuat Marius kembali tersadar dari lamunannya. Kepala Marius terangkat melihat langit yang cerah namun gerimis. Marius membuang napasnya dengan sesak. Hatinya merasa sakit memikirkan betapa indahnya dunianya di kala susah karena masih ada Kimberly di sisinya, namun di kala bergelimang harta, dia terpisah dengan Kimberly karena kekuasan dan keadaan. “Kim,” panggil Marius dengan suara bergetar, sorot mata Marius di penuhi oleh kerinduan yang menyakitkan saat memandangi photo Kimberly yang menghiasi tugu makam. “Aku belum memberikan segalanya untukmu. Apakah pantas jika aku memberikan sedikit saja sesuatu yang ku miliki pada gadis lain meski ku tahu, apa yang aku dapat sekarang adalah hasil dari pengorbananmu?” Tanya Marius dengan suara yang terbata meminta izin Kimberly untuk sedikit memalingkan hatinya pada gadis lain. Suara angin yang berhembus tedengar, tetesan air hujan membasahi telapak tangannya. “Sampai jumpa Kim.” Marius mengge
Baca selengkapnya
BAB 130: Percikan Pertengkaran
Paula kembali mengambil ice creamnya dan segera memakannya lagi, memang akhir-akhir Paula merasa cukup kesulitan karena di hadapi banyak keruwetan yang membuat dia merasa tidak berkutik sedikitpun menghadapi banyak kenyataan yang kian berubah dari apa yang dia rencakan selama ini. Winter semakin berubah dan tidak bisa lagi di pergunakan seperti boneka juga mesin uangnya, keuangannya kian menipis karena semua bantuan keluarga Benjamin di hentikan kecuali beasiswa sekolah, yang lebih menyulitkan Paula adalah kedatangan Maxim yang keluar dari penjara. Sepanjang waktu Paula terus di hantui oleh rasa takut meski dia sangat tahu betul sifat ayahnya yang lemah dan terlalu baik. Melihat kegelisahan Paula, akhirnya Lana semakin mendekat dan memutuskan untuk duduk di hadapan puterinya. Tangan Lana bertautan dengan kuat di atas meja, Lana membuang napasnya dengan berat karena merasakan banyak kegelisahan juga. Lana termenung melihat permukaan meja yang terbuat dari kaca, bayangan wajahnya y
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
22
DMCA.com Protection Status