All Chapters of POLIGRAF: Chapter 141 - Chapter 150
171 Chapters
Plafon
Neta terbangun mendengar jeritan yang mencengangkan itu. Ia menengok kanan kiri, namun yang menyambutnya adalah ruang persegi empat yang gelap. Sesaat ia bingung kenapa bisa terdampar di tempat agak sempit dan suram itu, tapi ingatan tentang apa yang ia lakukan kurang lebih tiga puluh menit sebelumnya menghantam jidatnya dan ketakutan kembali membungkus tubuhnya.Bugh! Bugh! Bugh!Bunyi erangan itu disusul dengan cepat oleh suara seperti pukulan. Mencoba menggerakkan badannya yang agak kaku karena ketiduran dalam keadaan duduk, Neta beringsut sedikit dari posisinya menuju celah yang mengirimkan cahaya ke tempatnya.Bertumpu pada lututnya, Neta merendahkan kepala dan mengintip. Dari lokasinya ia bisa melihat puncak kepala seorang pria yang kelihatannya sedang terduduk dan menunduk. Mata Neta membeliak saat penampakan tiga tubuh berotot yang terkapar di lantai juga masuk dalam penglihatannya dan sosok pria lain yang tengah berdiri di sampingnya."Herli!"Mata
Read more
Terlambat
"Sepertinya kita terlambat, Kak. Sudah ada yang duluan datang kemari."Kala mengamati pintu pagar yang sudah bergantung tak berdaya pada engselnya, berkibar-kibar lesu diterpa angin laut. Sejak mendekati tempat itu dan melihat tak ada penjaga, Kala sudah was-was. Ternyata kecurigaannya benar, ada orang lain yang mendahului mereka menemukan lokasi ini.Kila hanya mengangguk singkat sebagai respons dan melewati Kala yang masih agak kecewa menuju halaman. Ia nyaris terjerembab dan mendekap tanah saat kakinya tidak sengaja tersandung sesosok tubuh berotot yang tertelungkup di tanah, di samping mobil hitam yang terparkir. Walaupun sudah dapat mereka-reka siapa yang tengah terkapar itu hanya dari bentuk badannya, Kila berjongkok juga di sampingnya."Ini salah satu preman sewaan Profesor Gani."Kala mendekati kakaknya dan ikut berjongkok. Ia berusaha membalikkan badan preman itu dan setelah berkali-kali upaya yang gagal, di percobaan ke-sembilan akhirnya preman itu mem
Read more
Lorong
Pemuda itu kekar. Postur tubuhnya tidak beda jauh dengan preman anak buah Bento. Tapi, tidak seperti para preman itu, tetap saja tidak ada kebengisan yang tampak dari wajahnya.Duduk diam dalam selnya setelah malam yang tidak riang, dengan penampakan yang sama sekali bukan dirinya, Profesor Gani tidak sanggup menyuruh matanya berpindah dari sosok Fatih yang bersemayam dua sel dari tempatnya.Walaupun ingin, ia tidak bisa berhenti memelototi orang yang telah ditumbalkan olehnya dan Neta. Bukan karena rasa bersalah sudah bercokol di hatinya, tapi karena lebih pada penasaran manusia seperti apa yang menjadi korban konspirasinya dengan anaknya.Fatih sendiri, setelah mengetahui bahwa Profesor Gani kini berbagi ruang tahanan bersamanya, setengah hidup menahan godaan agar tidak memproduksi keributan. Ia tidak ingin memberi para polisi itu alasan lain buat memperberat hukumannya, untuk kekejaman yang tidak dilakukannya. Fatih sudah cukup resah karena tanggal sidang semakin
Read more
Cucu
"Kamu sedang senang, ya? Dari tadi Ayah perhatikan kamu selalu tersenyum, wajahmu juga riang."Citra mengangkat tatapannya dari piring di hadapannya, berpura-pura cemberut sebagai respons untuk ucapan ayahnya, kemudian disambung dengan cengiran. Fikri yang sudah lama tidak melihat anaknya sesenang itu ikut tersenyum."Ayah ini pura-pura tidak tahu, ya? Tentu saja saya gembira karena Neta telah bersama kita lagi. Saya tidak peduli dengan yang lain, termasuk nasib Gani sekarang. Oh ya Ayah, hari ini mau ke kantor polisi liat Gani?"Tidak langsung menjawab, Fikri memilih menyuapkan dulu makanan ke dalam mulutnya, mengunyah beberapa detik, lalu menelannya."Haruskah? Apa urusanku jika yang ditangkap itu benar-benar pria brengsek itu atau bukan? Toh, yang paling penting adalah Neta telah kembali pada kita."Citra membatu sesaat melihat ayahnya tidak sepeduli itu pada orang yang masih berstatus sebagai suaminya. Namun, mengingat semua yang telah Profesor Gani laku
Read more
Penasaran
Kala beranjak dari sisi brankar Ibad dengan wajah prihatin. Sudah hampir sepekan polisi itu koma. Walaupun Profesor Gani dan Bento, sebagai pihak yang bersalah di sini, telah ditangkap, namun Ibad belum juga bangun. Kala tahu dirinya akan tampak bodoh jika percaya bahwa penangkapan dua orang itu akan membuat Ibad siuman, tapi tidak ada salahnya ia berharap, kan?Setelah pamit pada ibu Ibad yang kelihatan puluhan tahun lebih tua dibandingkan terakhir kali Kala melihatnya, ia membuka pintu kamar perawatan Ibad dan nyaris bertabrakan dengan seseorang yang tergesa-gesa melintasi koridor rumah sakit. Tidak ingin sakit kepala menggempurnya karena tidak sengaja menyentuh manusia itu, siapa tahu ia baru sudah berbohong, Kala cepat-cepat mundur kembali ke dalam ruangan."Iya, iya, tunggu! Saya akan segera ke sana!"Meskipun sekelebat, Kala masih sempat menangkap kalimat yang melompat dari mulut orang itu dan ia merasa pernah mendengar suara itu entah di mana.Sambil meme
Read more
Sidang
"Sidang? Besok? Tidak masuk akal!"Ibu Fatih berdiri dan memekik di ruang besuk, membuat semua kepala yang ada di ruangan itu menoleh dan memberinya tatapan ingin tahu. Setelah melihat siapa yang telah memproduksi keributan, beberapa orang langsung berbisik dengan manusia di sampingnya dan tidak ragu-ragu melemparkan pandangan mencela. Fatih yang sudah menduga reaksi ibunya akan seperti itu cepat-cepat menarik tangannya agar duduk kembali di kursinya, yang dituruti wanita fashionista setengah baya itu dengan enggan."Ibu, jangan teriak. Nanti petugas di sana menyuruh Ibu keluar."Dengan matanya, Fatih menunjuk petugas yang menjaga ruang besuk, yang sudah menghadiahi mereka pandangan menegur."Fatih benar, Bu. Anda tidak boleh bertindak sembrono karena itu akan merugikan Anda sendiri."Pengacara Fatih, pria bertubuh agak gempal dengan mata sedikit sipit bernama Kevan, ikut berkomentar."Tapi, ini sangat tidak adil, Pak Kevan. Bagaimana bisa anakku di
Read more
Ide
Citra terperanjat mendengar jawaban Bi Jena. Ia tahu, sangat tahu, bahwa tidak akan banyak waktu yang bisa dihabiskannya bersama anaknya begitu Neta kembali, tapi haruskah para polisi itu merebut putrinya secepat ini?Dengan wajah resah, Citra menoleh ke tempat tidur Neta, tanpa disuruh otaknya memutar ulang percakapannya di telpon beberapa menit yang lalu. Percakapannya dengan Kila. "Saya mengerti Anda ingin bersama Neta lebih lama, tapi anak Anda harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Kami akan menjemput Neta di rumah Anda."Sambil matanya tak lepas menatap Neta, Citra memikirkan ucapan Kila. Citra mengira, lebih tepatnya berharap, polisi tidak akan datang dalam waktu dekat, mungkin sepekan atau paling bagus sebulan lagi. Ia tidak akan bisa melepas Neta secepat ini."Baiklah, Bi Jena. Tolong sampaikan pada para polisi itu untuk menunggu di ruang tamu."Bi Jena mengangguk lalu menutup pintu kembali. Citra masih memelototi pintu sesaat sebelum melempar n
Read more
Bersua
"Yah, kalau orang itu tidak bilang padamu soal identitasnya, maka saya juga tidak berhak memberitahumu."Tatapan menuntut yang diberikan Kala tiba-tiba lenyap mendengar jawaban dokter muka dingin. Punggungnya yang ditegakkan oleh rasa penasaran mengendur kembali, ia bahkan bersandar letih di punggung kursi."Jawaban yang bagus, Dokter Levian. Begitulah seharusnya jawaban yang diberikan oleh anggota organisasi kepada orang luar yang bertanya."Suara yang datang dari belakangnya membuat Kala duduk tegak kembali, dokter muka dingin yang menunduk sambil berurusan dengan sedotan di gelas es tehnya juga mengangkat matanya. Secara berjamaah, mereka memandang manusia yang mewujudkan dirinya secara mendadak di percakapan kecil itu: Efran."Pak Efran? Apa yang Anda lakukan di sini?"Efran menaikkan bahunya sebagai respons dan tanpa meminta izin ataupun diizinkan ikut duduk di kursi kosong yang terserak di meja Kala."Hahaha. Kebetulan yang menyenangkan kan, Kala?
Read more
Perkenalan
Pita merespons kalimat Efran dengan tawa, seperti yang memang biasanya ia lakukan, kemudian duduk di satu-satunya kursi kosong yang masih terserak di meja itu, di antara dokter muka dingin dan Efran dan tepat berhadapan dengan Kala."Jangan bercanda seperti itu, Pak Wakil. Anda tidak lihat muka Kala sudah kayak apa?"Efran dan dokter muka dingin menoleh dan menemukan Kala tengah cosplay menjadi patung dengan mata mendelik tanpa berkedip dan mulut menganga, bahkan ia juga menahan napas."Kala, kamu tidak apa-apa? Kamu baik-baik saja?"Dokter muka dingin menyentuh lengan Kala dalam upayanya menyadarkan, membuat Kala mulai meraup napas, mengerjap-ngerjap demi mengembalikan matanya ke bentuk semula, lalu setengah hidup memaksa mulutnya menutup karena kekagetan masih tersisa di setiap inci kulitnya."Sepertinya teman kita ini benar-benar shock dengan perkenalan tadi, Dokter Levian. Dia tidak apa-apa, kan? Dia tidak punya riwayat jantung lemah, kan? Yang bisa fata
Read more
Terkunci
"Bu, pintunya tidak bisa dibuka. Sepertinya terkunci dari luar."Ekspresi tercengang terpampang di tampang Citra saat ia berdiri dari tempat tidur dan menghampiri Neta yang tengah sibuk menaikturunkan pegangan pintu sambil berupaya menarik pintunya agar terbuka."Yang benar, Neta? Mungkin pintunya hanya macet. Siapa yang mau menguncikan kita pintu di sini? Sini, biar Ibu coba buka."Neta bergeser demi memberi ruang pada ibunya untuk mencoba peruntungan. Citra mengambil alih pegangan dan menurunkannya, pintu tetap di tempatnya. Ia menekankan satu telapak tangannya ke dinding sambil menarik handle, pintu masih bergeming. Akhirnya, Citra kembali ke cara normal, yaitu menggerakkan pegangan, tapi pintu ngotot tetap tertutup.Penasaran, Citra melepas pegangannya dan mengintip di celah antara pintu dan kusen. Matanya mendelik saat melihat besi berbentuk segi empat tipis melintang di sela tersebut. Dengan napas yang tiba-tiba berlarian, Citra kembali ke posisinya dan memberi
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status