All Chapters of POLIGRAF: Chapter 151 - Chapter 160
171 Chapters
Niat
Kala bertatap muka dengan ponselnya. Meskipun mata Kala mengarah ke benda tipis persegi panjang berwarna biru itu, tapi pikirannya tengah berkelana. Percakapannya dengan dokter muka dingin alias Dokter Levian, Efran, dan Pita beberapa menit yang lalu masih jumpalitan di dalam otaknya, terutama soal Pita yang ternyata merupakan pimpinan organisasi yang menghimpun pemilik kemampuan mendeteksi kebohongan itu.Pita memang tidak melarang Kala memberitahu kakaknya tentang identitasnya, toh Kila juga sudah tahu kalau organisasi semacam itu terbukti ada. Tapi, yang Kala khawatirkan adalah reaksi Kila setelah mendengar info itu, apakah akan muncul rasa seakan dikhianati seperti yang menggempur Kala tadi? Bagaimanapun juga, Kila lebih lama mengenal Pita daripada Kala.Akhirnya Kala melempar napas dan fokus pada ponselnya. Ia menghidupkan layar dan mencari nama Kila lalu menyentuh nomornya."Halo, Kak. Lagi di mana? Sibuk, nggak? Gue mau ngomong sesuatu nih."Kala diam, menyima
Read more
Lihat
"Aneh, kenapa Kakek tidak menjawab telponnya? Apa dia sibuk atau sedang di kamar mandi?"Neta bergumam sendiri sambil memelototi layar ponsel ibunya yang mempertontonkan nomor kakeknya, sibuk menduga-duga.Tidak ingin menyerah kelewat cepat, Neta menyentuh lagi nomor itu, menempelkan ponsel ke telinganya, dan menunggu panggilannya dijawab. Namun, yang didengarnya hanya bunyi monoton panjang membosankan.Neta tengah fokus memikirkan sangkaan lain saat suara langkah kaki yang terburu-buru lewat di depan pintu kamarnya. Berusaha memanfaatkan secuil pun kesempatan agar bisa bebas, Neta segera berlari ke pintu dan mengetuknya sekeras mungkin, atau lebih tepat disebut menggedor. Tapi, suara langkah itu tidak berhenti dan terus berjalan, semakin jauh jaraknya dengan kamar Neta. Gedorannya pun semakin lemah dan akhirnya berhenti."Tidak apa, saya akan telpon Kakek lagi. Mungkin kali ini dia akan mendengar panggilanku."Berupaya bersikap optimis, Neta kembali bertatap muk
Read more
Menoleh
Kila berhenti berjalan. Sebuah pekikan rupanyanya telah dijaring oleh telinganya, kedengarannya seperti suara wanita. Ia pun meminta matanya menjelajahi halaman rumah mewah yang luas itu, menelisik setiap tanaman yang menyembul dari tanahnya.Tidak ada siapapun di antara tumbuhan itu. Mungkinkah suara itu datang dari arah rumah mewah di belakangnya? Kila menoleh dan menemukan Fikri sudah lenyap dari teras, yang ada tinggal para pria berjas hitam rapih yang masih memberinya sikap mengancam. Wanita yang memekik itu juga tidak tampak."Ni ... , Kil ... a ... , si ... , la .... "Potongan jeritan yang dibawakan oleh angin itu membuat Kila yakin bahwa memang ada wanita yang bersuara. Ia berpaling ke samping, Kala dan dua polisi pria berjaket kulit itu kompak menghadiahinya jidat yang mengernyit."Kakak denger suara nggak? Kayak ada cewek yang lagi manggil. Gue cari-cari di halaman tapi nggak ada. Mungkin dia manggil dari rumah? Apa kita perlu kembali buat mastiin?"Ka
Read more
Kafe
"Lepas! Saya bisa jalan sendiri. Tidak usah diseret-seret begini."Kala menyentakkan tangan salah satu pria berjas hitam rapih yang menggamitnya tanpa sopan santun. Untung saja si pria tidak sedang berbohong sehingga sakit kepala tidak menggempur kepala Kala saat itu. Sambil menjaga jarak agar tidak disentuh lagi, Kala menoleh ke belakang, ke rumah mewah yang baru saja ditinggalkannya. Dari jendela, Kala bisa melihat Neta dan ibunya juga dikawal oleh para pria berjas hitam menuju suatu tempat yang jelas-jelas tidak diinginkan oleh keduanya, dilihat dari cara mereka meronta ingin meminggatkan diri. Ia resah, bagaimana caranya ia bisa membantu Fatih kalau Neta disekap lagi? Padahal besok sudah sidang perdana kasus pembunuhan Lavi."Jalan cepat! Atau saya akan menyeret Anda lagi."Suara berat yang datang dari belakangnya membuat Kala berhenti mengamati rumah mewah itu dan menghadap ke depan lagi, ke pintu pagar yang menjulang.Begitu sudah berdiri di depan pintu pa
Read more
Pemilik
Kila terdiam sejenak saat pria konter datang ke meja mereka membawakan pesanan. Setelah mengangguk dan menggumamkan terima kasih, ia langsung mencicipi es kopinya begitu pria konter berlalu."Enak!"Kila lalu meletakkan gelasnya di meja dan melanjutkan, tak memberi kesempatan Kala untuk bereaksi."Jadi, salah kalo lo pikir gue sengaja selalu ngelawan perintah Pak Neco. Nggak! Gue cuma protes pada tindakannya yang gue rasa nggak benar aja. Orang-orang pun jadi mengira kalo gue pembangkang dan selalu ngebantah perintah atasan. Padahal kan sebenarnya nggak gitu."Kala manggut-manggut mendengar penjelasan kakaknya, agak geli karena sempat mengira kakaknya memang tidak menyukai Pak Neco sebagai atasannya dan berniat menggulingkannya dari tahta Kepala Kepolisian Ryha."Ucapanmu sangat mengharukan, Kila. Padahal saya sudah telanjur mengecapmu sebagai anak buah kurang ajar."Kila memutar kepalanya secepat yang otot lehernya mampu lakukan dan terperanjat mendapati man
Read more
Pindah
"Kenapa kamu di sini? Memangnya keadaanmu sudah baikan? Bagaimana lukamu? Sudah tidak sakit? Harusnya kamu beristirahat, bukan terjun langsung seperti ini."Herli menoleh dari kesibukannya mengawasi aktivitas para pria berjas hitam rapih yang dipimpinnya dan menemukan Fikri berdiri dengan ekspresi khawatir pada wajahnya."Saya tidak apa-apa, Pak. Luka tusukannya tidak terlalu dalam jadi dokter mengizinkan saya pulang hari ini. Bagaimana mungkin saya bisa istirahat saat semua anggota sibuk begini?"Fikri tersenyum kemudian menghampiri Herli dan menyentuh pundaknya. Ia riang karena salah satu orang kepercayaannya sudah kembali bersemayam di sisinya."Kamu memang kompeten, Herli. Tidak salah saya memilih mempekerjakan kamu dan anggotamu."Herli mengangguk singkat sebagai respons."Saya tahu dari anggota kalau malam ini kita akan membawa Non Neta dan Bu Citra. Kita akan ke mana, Pak?"Tangan Fikri terlepas dari bahu Herli. Ia lalu memalingkan muka, menatap pa
Read more
Intai
Waktu sudah berlari selama empat jam sejak pengintaian mereka dimulai. Dengan menggunakan jendela besar di lantai tiga yang menghadap langsung ke gerbang rumah mewah Fikri tepat di depannya, Kila dan Kala bergantian memantau situasi menggunakan teropong yang, entah kesurupan apa, dipinjamkan oleh AKBP Neco, katanya agar lebih mudah mengamati pergerakan orang-orang di rumah itu.Kala melongok ke layar ponselnya, tidak tahu untuk yang keberapa kalinya, dan melihat angka 22.09 terpampang. Setelah melempar napas, ia meraih lagi teropong yang terkapar di meja di sampingnya, mengarahkannya ke arah rumah mewah Fikri, dan menegakkan punggung begitu sebuah pemandangan memasuki penglihatannya."Lo lihat apa, Ka? Ada gerakan yang mencurigakan?"Kala mengangguk dengan semangat tanpa melepaskan teropong dari matanya."Gue liat mereka kayak lagi siap-siap mau pergi, Kak. Banyak mobil berjejer di depan teras dan pria berjas hitam itu mondar-mandir lagi masukin barang ke mobil."
Read more
Sidang Perdana
"Jangan gugup, tenang saja. Jangan terprovokasi sama apapun yang mungkin dikatakan oleh jaksa dan saksi. Kamu harus memperlihatkan kepada majelis hakim bahwa kamu orang yang santun."Fatih mengangguk lemah mendengar nasihat Kevan yang duduk di sampingnya. Ia kemudian memandang ke kursi penonton sidang, yang tak disangkanya akan terisi penuh, dan menemukan ibunya tetap dengan selera fashionnya yang memanjakan mata, berusaha menegarkan dirinya sendiri.Ibu Fatih menyadari tatapan anaknya dan ia mengangguk, mendukung Fatih dari tempat duduknya. Ia berusaha tersenyum meskipun yang dihasilkan hanya senyum lemah yang jelas-jelas terlihat dipaksakan.Di samping ibunya, duduk ayah dan adik Fatih, Veli, dengan wajah risau yang persis sama. Bahkan Veli sepertinya sudah siap menggelontorkan air mata."Kakak! Kakak!"Mulut Veli memanggil kakaknya tanpa suara, yang dijawab Fatih dengan anggukan tertekan. Tidak kuat menggendong beban kesedihan, Veli akhirnya menggulirkan air m
Read more
Pesan
Wajahnya, yang biasanya terbalut make up tipis dan berkilau cemerlang sampai membuat banyak makhluk berjakun tidak kuasa memalingkan muka, kini tampak mengerikan. Rambut bergelora seperti habis bersalaman dengan tornado, lingkaran hitam yang lebih banyak dibanding yang dimiliki panda di bawah mata, dan mata cekung seperti seminggu tidak tidur membuat Neta tampak seperti orang lain."Neta sayang, apa yang terjadi padamu, Nak? Kamu tidak enak badan? Di mana yang sakit? Apa Ibu perlu meminta kakekmu memanggil dokter?"Kepala Neta langsung menoleh dari aktivitasnya memelototi lantai dan matanya seketika mendelik saat ibunya menyebut-nyebut kakeknya."Jangan sebut orang tua itu sebagai Kakek. Saya tidak sudi punya kakek seperti dia. Kakek mana yang akan tega menyiksa cucunya seperti yang dia lakukan? Dasar orang tua tidak berperasaan."Citra melempar napas, maklum dengan reaksi anaknya. Walaupun ia diam-diam setuju dengan tindakan ayahnya, karena tahu alasannya adalah aga
Read more
Mobil
"Gimana, Kak? Kakak berhasil nyusup ke sana? Kakak ketemu Neta, kan? Nggak ada pengawal yang memergoki Kakak, kan? Apa kata Neta? Dia setuju?"Kala menggempur kakaknya dengan pertanyaan bertubi-tubi begitu Kila muncul sambil mengendap-endap persis maling yang baru saja mengintai rumah calon korban, membuka pintu mobil, dan memarkirkan pantatnya di kursi depan kemudi."Neta belum bilang setuju ataupun nolak. Gue sudah duga sih, dia pasti berat ninggalin ibunya. Tapi, kita tetap harus ngikutin rencana, siapa tahu Neta pengen ikut dengan kita."Mengangguk, Kala pun menganggap mematuhi rencana sebagai tindakan paling bijaksana yang bisa mereka lakukan. Ia kemudian melongok ke layar ponselnya yang menyala mempertontonkan waktu."Sudah jam sembilan, sidang perdana Fatih kayaknya udah mulai. Sepertinya kita nggak bakal sempat ke sana."Kila ikut-ikutan melirik jam tangannya lalu melempar napas. Tiba-tiba ponselnya memekik-mekik, membuat Kila sempat terlonjak."Pita.
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status