All Chapters of Suami 6 Bulan Untuk Ibu Presdir: Chapter 141 - Chapter 150
198 Chapters
Part 140. Peramal
Violet dan Vier masuk ke dalam gedung kantornya. Meskipun mereka sudah menikah dan terbilang menjadi pengantin baru, tapi tidak ada dari mereka yang menunjukkan kemesraan. Keduanya hanya akan berjalan beriringan tanpa ada gandengan tangan atau sejenisnya. Bagi mereka, mereka bisa bermesraan di tempat di mana tidak ada orang yang melihat. Setelah sampai di lantai paling atas gedung tersebut, mereka berpisah untuk masuk ke dalam ruangan masing-masing. Vier masih menjadi wakil Violet dan entah sampai kapan. Profesional adalah nomor satu bagi mereka. Ketika di rumah mereka memang suami istri, tapi saat mereka berada di kantor, mereka adalah rekan kerja. “Mau makan di mana?” Namun ketika sudah istirahat makan siang, maka mereka kembali layaknya pasangan. “Mau pesan aja?” Violet masih duduk di kursi kebesarannya, matanya menatap ke arah Vier yang berdiri di depannya. Vier hanya mengangguk. Semua sama saja yang terpenting adalah bersama dengan Violet. Lelaki itu duduk di sofa dan menung
Read more
Part 141. Kabar Baik
Violet keluar dari tenda peramal dengan ekspresi datar miliknya. Pikirannya sedang mencerna tentang ucapan peramal yang baru saja dilontarkan kepadanya. Apa dia akan mendapatkan masalah lagi setelah kehidupannya damai seperti ini? “Nggak perlu dipikirkan apa pun yang dikatakan oleh peramal itu. Sekarang kita pulang. Atau kamu akan membeli sesuatu?” Vier sedikit menarik tangan Violet setelah istrinya itu hanya tampak diam sejak keluar dari tenda peramal. Sebenarnya Vier juga merasa percaya dengan ucapan perempuan itu sebelumnya. Tapi selanjutnya Vier tidak begitu memedulikannya. “Abang, apa maksudnya dengan tiga hal itu?” Violet menatap Vier dengan sungguh-sungguh seolah dia merasa penasaran. “Apa pentingnya itu, Sayang? Dia hanya menebak saja.”“Tapi tebakannya yang sebelum kita diramal itu benar. Aku merasa kalau ramalan itu benar. Apa kita harus berhati-hati?” “Meskipun tanpa ramalan itu pun kita juga perlu berhati-hati. Sudahlah, jangan dipikirkan.” Vier menarik tangan Violet
Read more
Part 142. Omelan Kasih Sayang
Violet tidak pernah berpikir jika kabar kehamilannya akan membuat dirinya bahagia luar biasa. Bukan hanya dirinya, Vier juga. Mereka seperti baru saja mendapatkan hadiah terbesar yang Tuhan kirimkan secara langsung sehingga membuat mereka tak bisa menolaknya. Tidak ada dua bulan sejak pernikahan mereka berjalan dan Tuhan sudah memberikan kepercayaan kepada keduanya untuk memiliki anak. “Apa kita akan memberikan kabar baik ini kepada orang tua?” Vier bertanya ketika mereka baru saja keluar dari rumah sakit. “Tentu saja. Sepertinya kita perlu ke rumah Mama. Lalu kita ke rumah Ibu.” Jarak rumah ibu Vier tidak begitu jauh, tapi mereka harus datang di tempat yang lebih dekat lebih dulu. Vier menyetujui dengan anggukan. Sejak tadi, suasana hati Vier begitu baik sampai dia merasa bisa melakukan banyak hal sekaligus. Tak lama setelah itu, mobil Vier sampai di rumah Violet dan mereka keluar dengan bergandengan tangan. Saat pertama masuk ke dalam rumah, orang tua Violet yang dilihatnya dan
Read more
Part 143. All about, Violet
Jika biasanya mual itu akan dirasakan oleh ibu hamil saat pagi hari, tapi itu berbeda dengan Violet yang ketika dia sedang enak-enaknya tidur, lalu dibangunkan dengan rasa mual yang begitu dahsyat. Dengan sempoyongan, dia berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan semua yang berada di dalam perut. Namun, lagi-lagi itu hanya cairan bening. Entah karena kelelahan atau apa, tapi Vier sama sekali tak terganggu dengan suara Violet muntah. “Kenapa kalau mual nggak pagi aja sih, Nak,” keluh Violet dengan menyandarkan tubuhnya di dinding kamar. Menatap ke arah Vier yang tidur dengan tenang. Begitulah laki-laki. Dia masih bisa tidur nyenyak di saat perempuan sedang merasakan mual ketika hamil. Tapi bagaimanapun, ini adalah yang ditunggu oleh Violet. Jadi meskipun sekarang Vier seperti seseorang tak bernyawa, Violet tidak merasakan kemarahan di dalam hatinya. Naik kembali ke atas ranjang, Violet menyelipkan tubuhnya pada pelukan Vier. “Bang!” panggilnya dengan pelan. Tapi Vier benar-benar ti
Read more
Part 144. Dari Hati Ke Hati
Sudah pukul sembilan pagi ketika Violet masih terlelap tidur. Vier merasa takut ibunya berpikiran yang tidak-tidak tentang istrinya sehingga dia beranjak dari sofa untuk membangunkan Violet. “Kamu mau ke mana?” tanya Bu Sarah. “Aku akan membangunkan Violet, Bu. Udah siang.” “Biarkan saja.” Perempuan paruh baya itu mengayunkan tangannya untuk memberikan kode kepada Vier untuk kembali duduk. “Ibu nggak marah?” “Kenapa Ibu harus marah? Violet sekarang sedang hamil. Apalagi semalam dia nggak tidur. Sudah biarkan saja dia tidur.” Mendengarkan ucapan ibunya, entah kenapa Vier merasa terharu luar biasa. Bagaimanapun, ketidakakuran istri dan ibunya di masa lalu membuatnya hampir frustasi. “Terima kasih, Bu. Ibu sudah menerima Violet. Dan memperlakukan Violet dengan baik.” Ada senyum kecut yang dikeluarkan oleh Bu Sarah. Tapi buru-buru dia menjawab, “Ibu yang dulu sangat keras kepala dan egois sehingga tidak bisa melihat mana yang benar dan mana yang salah. Sekarang, pikiran dan h
Read more
Part 145. Ngidam
“Sudah bangun?” Itu adalah pertanyaan yang diterima oleh Violet saat dia baru saja masuk ke dapur. Violet terlihat kurang nyaman saat menjawab. “Maaf, Bu. Ini memalukan, tapi saya benar-benar nggak bisa bangun.” Ada raut penyesalan yang ditunjukkan oleh Violet. Dalam pikiran Violet, ibu mertuanya itu akan bersikap layaknya mertua yang tidak suka dengan sikap menantunya yang malas-malasan. Tapi Violet salah. Perempuan paruh baya itu justru tampak biasa saja seolah Violet tidak melakukan kesalahan.Bu Sarah meletakkan semangkuk sup ayam yang masih hangat di depan Violet. “Cobalah. Ibu membuatnya buat kamu.” Violet menoleh pada suaminya dengan bingung, namun Vier pun juga terlihat biasa saja. Karena tak ingin memendam pertanyaannya, maka Violet segera bertanya, “Ibu nggak marah?” Violet bahkan tampak keheranan. “Maksudku adalah ….” “Kenapa Ibu harus marah?” Ucapan Violet dipotong oleh Bu Sarah. “Ibu memahami kalau perempuan hamil itu memang akan merasakan hal-hal semacam itu. Tidak b
Read more
Part 146. Triplets
Perasaan Violet terasa lega luar biasa setelah menghabiskan jagung bakarnya. Entah bagaimana bisa dia seperti baru saja mendapatkan makanan terenak di dunia. Setelah memberikan uang dua ratus ribu untuk penjual jagung tersebut, Violet dan Vier pergi dari tempat itu untuk kembali ke apartemen mereka. Penjual jagung bakar tersebut bahkan berterima kasih berkali-kali mendapatkan uang lebih banyak dari harga biasanya. “Ternyata dia suka sekali ngerjain ibu sama ayahnya malam-malam, ya,” komentar Vier. “Entah itu mual atau ngidam selalu malam-malam. Untung aja masih ada penjual yang baik banget mau bakarin jagungnya.” “Mungkin ibunya paham banget kalau orang ngidam itu harus mendapatkan yang diinginkan.” Raut wajah Violet tampak berbinar-binar malam ini. Kepuasan tercetak pada ekspresinya. Tangannya mengelus perutnya yang sudah tampak membuncit. Kehamilannya sudah berjalan tiga bulan, tapi entah kenapa perutnya tampak lebih besar dari orang hamil kebanyakan. “Besok kita ke dokter, Ban
Read more
Part 147. Selamat Datang Di Dunia
Sembilan bulan bukan waktu yang singkat untuk dilalui. Terlebih lagi drama kehamilan yang terjadi pada Violet setiap harinya di trimester pertama. Dilanjutkan dengan bulan-bulan selanjutnya yang terasa berat. Vier bahkan selalu merasa bersalah saat Violet tampak kelelahan. Namun bulan-bulan itu sudah berakhir. Sembilan bulan sudah berlalu dan bayi-bayi mungil itu sudah lahir ke dunia. Dua laki-laki dan satu perempuan. Itu artinya, dalam sekali dayung mereka langsung mendapatkan yang diinginkan. Doa Violet terkabul. Kini dua nenek dan satu kakek mendapatkan bagian mereka untuk menggendong si kembar. Tentu saja, ayah Violet lebih memilih satu-satunya gadis di antara dua bayi laki-laki yang dibawa oleh istri dan besannya.“Kakak, akan lebih baik kalau ada empat. Setidaknya aku bisa mendapatkan bagianku.” Via yang sejak tadi hanya terlihat cemberut karena melihat para orang tua menggendong si kembar sedangkan dia hanya melihat saja itu komplain. Ayah Violet tersenyum mendengar keluhan
Read more
Part 148. Peramal Itu Benar
Mengurus tiga bayi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Mereka harus mendapatkan asupan asi yang sama dan itu tak boleh kurang. Dalam waktu tiga bulan, tubuh Violet yang tadinya berisi dan gembil itu kini sudah kembali seperti sedia kala. Perutnya sudah mengecil tanpa dia repot-repot diet.Kurang tidur tentu saja pemicunya. Tapi, Vier tidak pernah membiarkan Violet kerepotan dengan anak-anak mereka. Meskipun Violet mencoba untuk tidak mengganggunya, tapi itu seperti otomatis membuatnya terbangun saat salah satu dari bayinya menangis saat malam hari.“Yang, kamu tidur saja.” Malam ini juga seperti itu. Violet menyandarkan punggungnya pada tumpukan bantal sambil menyusui Samudra. Bocah itu sudah tidak ada di pangkuannya saat dia terbangun karena Vier sudah memindahkannya. “Oh, Abang nggak tidur?” Mata Violet tampak sekali memerah dan wajahnya pun terlihat kuyu luar biasa. Perempuan itu jelas tengah kelelahan. Meskipun setiap hari dia dibantu oleh ibu dan ibu mertuanya, tapi tetap
Read more
Part 149. Ulah Si Kembar
Brilliant School KindergartenSemesta menatap kedua kakaknya yang tengah bermain berdua di atas rumput taman sekolah. Bibir bocah kecil itu cemberut terlihat sekali kalau suasana hatinya sedang tidak baik. Ini sudah waktunya pulang dan beberapa temannya sudah kembali dengan jemputan. Melihat Samudra dan Sagara yang asyik dengan permainan mereka tanpa memedulikannya membuat kekesalannya semakin bertambah. “Mereka itu sangat bodoh sekali. Kenapa tidak memperhatikan adiknya dan memilih bermain hanya berdua saja,” gumamnya dengan raut wajah kesal luar biasa. “Aku juga bagian dari mereka, tapi kenapa mereka selalu mengabaikanku!” Semesta mendengus kesal dan kedua tangan kecilnya bersedekap di depan dada. Rambutnya yang dikuncir kuda bergerak-gerak karena tiupan angin. Matanya terus menatap ke arah kedua kakaknya. “Aku mau pulang!” Semesta berdiri lalu menghentakkan kakinya dengan kasar sehingga membuat Samudra dan Sagara menoleh ke arahnya. Matanya berkaca-kaca saat melihat kedua saudar
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status