Semua Bab Mengejar Cinta Sahabat Jandaku: Bab 21 - Bab 30
79 Bab
Haruskah Merelakan Agni
"Makasih nasihatnya, Bro. Gue akan jaga jarak sama Karina mulai sekarang.”“Bagus. Ya udah gue cabut dulu. Tuh, temen-temen lain udah pada dateng.”Axel mengacungkan ibu jari ganda setuju.“Kan, mau ke mana, Lo? Kita dateng Lo malah pergi,” teriak Johan saat Arkan akan meninggalkan studio mereka.“Gue mau ke toko. Ana barusan menelepon ada pelanggan baru yang agak rewel. Oke gue cabut dulu ya?” teriaknya seraya mengangkat satu tangan.Ana adalah salah satu pegawai di toko baju milik Arkan yang paling dia percaya. Bulan ini Arkan membuka cabang baru yang dilengkapi dengan sepatu, jam tangan dan tas. Tapi masih tetap khusus fashion untuk laki-laki. Jadi dia harus berhadapan dengan para pelanggan baru yang kadang tingkah dan permintaannya aneh-aneh. Membuat Ana, Fika dan Oliv sedikit kelabakan.Sengaja dia memindahkan Ana ke cabang agar bisa mengajari Fika dan Oliv sebagai pegawai baru. Sedangkan di toko pusat ada Mira dan Penti. Ditambah satu pegawai baru bernama Esti.*Arkan sudah tib
Baca selengkapnya
Ketegasan Axel
Setelah Tian pergi, Arkan memeriksa penjualan seminggu ini. Ternyata untuk toko yang baru buka, pendapatan mereka sudah sangat besar. Itu terkuat dari cacatan yang diserahkan Ana. Banyak stok barang yang habis terjual. Bahkan Ana sudah memesan sebagian barang kepada grosir atau rumah fashion tempat langganan mereka memesan barang. Hal itu memang sudah diajarkan oleh Arkan sejak pertama kali Ana kerja bersamanya. Gadis berjilbab itu cepat tangkap dan gesit. Mungkin kemajuan toko Arkan salah satunya karena Ana. Jadi Arkan tidak segan-segan memberi gaji tinggi pada Ana.Setelah semua beres, Arkan berniat kembali ke studio musik. Dia pamit pada Ana, Fika dan Oliv. Kemudian bergegas melajukan mobil. Dia sangat mendukung teman-temannya yang sedang merintis grub band bergenre pop bernama d’Star. Nama tersebut dipilih secara bersamaan. Makna bintang karena punya lima sudut sedang ada satu titik di tengahnya. Mereka berlima, sedangkan Arkan ada di tengah karena selalu mendukung mereka.Jangan
Baca selengkapnya
Bukti 'Penghianatan' Agni
“Iya, aku naik taksi aja nggak apa-apa, kok.”Meski tidak pernah naik taksi sebelumnya, tetapi asal bersama Axel tidak apa. Sayangnya jawaban Axel selanjutnya membuat harapan tipis itu kembali terempas. “Aku mau ke rumah Arkan. Ada sesuatu yang mau kami bicarakan. Jadi kamu pulang sendiri aja, ya? Biar aku pesankan taksi.”Axel segera mengetik sesuatu di ponselnya. Memesan taksi tanpa persetujuan Karina. Gadis itu hanya menunduk kecewa. Dia tidak mungkin memaksa untuk ikut Axel ke rumah Arkan.Akhirnya Karina pulang dengan taksi yang sudah datang. “Hati-hati,” ucap Axel datar.Karina hanya menjawab dengan anggukan kepala. Setelah itu taksi melaju mengantarkan Karina pulang. Axel merogoh ponsel di tas. Mengetik satu nama untuk ditelepon.“Jo, Lo udah sampe rumah?” ternyata Axel menelepon Johan. Kebetulan rumah Johan yang paling dekat dengan rumahnya. Dia berniat menumpang pada pria bermata sipit tersebut.“Belum, Xel. Gue baru ngisi bahan bakar, kenapa?” tanya Johan.“Jemput gue.”“K
Baca selengkapnya
Hampir Saja
Dari kejauhan Johan sudah cengar-cengir melihat Axel dengan raut wajah kesal. Setelah sampai tepat di depan Axel, Johan makin melebarkan senyumannya. “Lo kemana aja sih ah elah, capek tau gak nunggunya.” Axel kesal sembari memukul kepala Johan yang berbalut helm bogo tanpa kaca itu dengan koran yang tadi ia pegang.“Eh, Lo kan tau gue punya penyakit ....” “Lambung.” Datar dan aneh Axel melihat Johan. “Jadi gue harus rajin ma ....”“Kan,” sambungnya lagi. “Biar enggak sakit-sakit la ....”“Giiiii!” Axel teriak kepada Johan, kesal melihatnya di perlakukan seperti anak kecil.“Gue bukan anak TK ya?” Axel sambil memukul lagi kepala Johan dengan koran. “Lagian kenapa Lo gak telepon gue, bilang kalau Lo lagi makan, jadi gue gak berharap buat di jemput sama Lo.” Axel kesal. Pembicaraan mereka berhenti sebentar karena Axel menarik nafas.“Ya udah, gue pulang aja Lo juga gak berharap di jemput gue, kan?” kata Johan dengan nada marah yang ke kanan-kanakan. “Ya gak gitu juga, Lo kan udah d
Baca selengkapnya
Luka Tak Berdarah
Setelah mengatakan kata-kata itu dia langsung beranjak ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sendiri. Agni yang tak habis pikir pun ikut beranjak dengan wajah datar dan pikiran kosong. Saat Agni lupa memberitahukan sesuatu ke Tian, Agni langsung kembali lagi ke kamar mereka.“Tian, nanti kalau udah siap mandi turun makan ya, aku mau masak,” tutur Agni dengan sedikit teriak karena posisi Tian yang sedang di kamar mandi. “Iya!” suara Tian dari dalam kamar mandi. “Kopi?” tanya balik Agni. “Bawa turun!” suara Tian kembali menguar dari dalam. Terdengar datar, tapi Agni tidak memperdulikan karena memang Agni tidak punya perasaan apapun dengannya.Agni langsung mengambil secangkir kopi itu dan membawa kopi itu turun bersamanya. Sampai di meja makan dia menaruh cangkir itu di meja tepat di tempat Tian akan duduk saat makan nanti. Agni kembali ke aktivitas memasaknya yang tadi sempat tertunda karena kepulangan Tian. Saat kembali ke dapur dia mendapati Bi Ira yang sedang memotong sayuran,
Baca selengkapnya
Kenangan Berarti
Agni yang tidak ingin kehilangan Axel langsung berteriak.“Jangan pergi!” Agni dengan suara lirih dan menggandeng Axel sembari menunjukkan wajah lugu tanpa polesan make up. Karena tinggi badan Axel, Agni harus sampai mendongak.Axel yang tak kuat dengan wajah cantik itu pun tersenyum tipis menahan tawa yang membuatnya geram. Karena terlalu imut dia akhirnya mengelus kepala Agni dengan lembut. Agni juga ikut tersenyum karenanya."Ya udah, iyah!" ucap Axel masih terus mengelus kepala Agni.Mereka pun kembali berjalan menelusuri pasar untuk mencari bahan yang cocok. Sepanjang perjalanan keduanya saling bergandengan tangan. Bukan Axel tapi Agni yang memegang, takut sang sahabat hilang dan meninggalkannya sendiri di pasar yang ramai orang. Bagi Agni, dirinya bebas bermanja pada Axel.Agni tertuju pada toko ayam yang kelihatannya sangat segar. Di saat yang sama Axel melihat pedagang daging sapi.“Yang itu!” serentak mereka berdua tapi dengan tujuan yang berbeda. Mereka menunjuk pilihan mas
Baca selengkapnya
Mendekati Camer
Akhirnya Tian selesai memakai plester. Tangan Tian masih memegang tangan mungil istrinya. “Sudah,” ucap Tian lembut dan datar. Tapi tangan Tian masih belum beranjak. Agni menangis dan meneteskan air mata tepat di punggung tangan Tian. Tian kaget dengan air yang tiba-tiba jatuh dari kelopak mata cantik Agni. Tian langsung berdiri dan mengubah posisi, kepala Agni yang tadinya tertunduk menjadi mendongak lewat tangkupan tangannya agar melihat Tian yang sekarang berdiri. “Kamu kenapa?” tanya Tian dengan nada lembut. Agni hanya menggeleng dan melepaskan kepalanya dari tangan Tian. Agni berdiri masih dengan air mata yang bercucuran. dia mencoba sekuat mungkin menahan tangisan sembari menghapus setiap tetesan air mata yang jatuh membasahi pipi. Saat ingin beranjak, tangan Agni dipegang dan ditahan oleh Tian. “Bilang sama aku, siapa tau aku bisa bantu.” Tian masih dengan nada kelembutan.Tangan Agni ditarik oleh Tian dan membuat tubuh seorang Agni berbalik menjadi berhadapan dengan pria y
Baca selengkapnya
Kedekatan Karina Dan Axel
Mereka saling membagi tugas masing-masing dan melaksanakan tugas itu dengan saksama. Saling membantu satu sama di saat Karina membutuhkan bantuan atau Bu Ningsih membutuhkan bantuan. Mulai dari menggoreng, mengiris, sampai menyiapkan hidangan di atas meja makan dilakukan dengan bersama-sama. Hidangan di siapkan begitu rapi di meja makan. Tidak banyak makanan yang tersaji di atasnya tapi dapat menggugah selera siapa saja yang melihat. Karena disusun begitu menarik dan cantik serta aroma yang bisa tercium dari kejauhan. “Wahhh, ternyata kamu pinter masak ya!” puji Bu Ningsih yang melihat Karina sangat cekatan dalam memasak. “Karina cuman bisa Tante, enggak pinter,” sanggahnya sembari merapikan meja. “selesai.” Karina dengan melipat kedua tangannya di dada dan membuang nafas lega setelah sekian lama terjebak di dapur. Bu Ningsih yang melihatnya tersenyum segar. “Kita duduk aja dulu yuk, lagian Axelnya belum pulang juga.” Bu Ningsih memberi tahu Karina sembari merangkul bahu si gadis
Baca selengkapnya
Agni Dalam Musibah
Malam gulita telah tiba dan sinar hilang bersama dengan terbenamnya matahari. Di kamar Agni sudah ingin tertidur dengan selimut yang sudah terpasang di tubuhnya namun belum sepenuhnya. Selimut itu menutupi bagian dada sampai kakinya dan dia terduduk di nakas sembari membaca novel. Di kamar itu dia menikmati malam dan menenggelamkan perhatiannya ke tiap lembaran tersebut. Tak lama Tian masuk dengan piyama tidurnya, Agni yang tadinya sangat fokus kini terganggu karena kehadiran Tian. “Ni. Ngapain?” tanya Tian dengan datar. “Baca novel,” singkat Agni dan langsung mengalihkan perhatiannya dari buku ke Tian.“Buatin aku kopi, aku mau kerja soalnya,” perintahnya pada Agni.Saat Agni ingin melangkahkan kakinya keluar dari kamar dia kembali dipanggil oleh Tian. “Ni, nanti anter kopi ke ruang kerja aku aja ya.” Tian memberi tahu sembari memainkan handphonenya. Agni langsung bergerak menuju dapur dan membuatkan kopi. Dia menuruni setiap tangga dengan hati-hati. Setelah menapakkan kakinya
Baca selengkapnya
Pertolongan Datang
Tian langsung berlari mengambil kunci mobil, mengeluarkan kendaraan roda empat dari garasi dan bergegas injak gas mencari keberadaan Agni. Tian sangat takut Agni pergi meninggalkannya, seperti yang sempat pernah terlindas dulu. Berpikir dia akan bunuh diri atau kabur dari rumah. Menunggunya begitu lama sampai Agni mau menerimanya seakan pupus dalam sekejap jika dia bunuh diri atau pergi entah ke mana. Dalam perjalanan, di tempat yang sunyi ia melihat semua motor terparkir dari sebelah sisi kanan jalan. Dia memelankan laju mobilnya ke speed yang hampir berhenti tapi tetap melaju. “Di tempat yang sunyi kenapa ada motor?” Tian mengamati motor itu dengan saksama. Sedikit terasa mengganjal ketika melihatnya, karena tempat yang hanya ada rumah-rumah kosong. Setelah dilihat lebih saksama, dia juga melihat sekantung plastik berserakan. Melihat semua keganjilan itu, Tian pun memutar mobilnya menjadi di sebelahnya. Tian menghentikan mobilnya tepat di belakang motor yang terparkir di sana.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status