Semua Bab Wanita Sang Presdir: Bab 61 - Bab 70
212 Bab
Percayalah Padaku
Seharian Nathan berada di penthouse menemani Angeline, padahal wanita itu sudah bersikeras bahwa dia baik-baik saja. Bengkak di wajahnya sudah lenyap, yang tinggal hanyalah otot-otot tubuh yang nyeri. Namun, bukan Nathan namanya kalau mudah mengalah. Dia bekerja dengan laptop di counter agar dapat melihat ke segala arah tanpa penghalang. Alhasil Angeline lebih banyak bersembunyi dalam kamar Nathan. Tunggu, sekarang kamar ini diserahkan padanya, berarti bukan kamar Nathan lagi, tapi kamar Angeline. Tadi pagi-pagi sekali Nathan telah menyuruh orang mengangkut semua pakaian Angeline dari apartemen. Semua dimuat dalam tiga koper besar. Nathan membantu memilah dan menyingkirkan pakaian yang tidak berkenan. Sekarang sambil mengomel panjang lebar Angeline menggantung pakaian yang tersisa di lemari. "Brengsek!" Terdengar suara Nathan memaki. Angeline menajamkan telinga. Apa yang terjadi? Apakah ada transaksi yang tidak berhasil? Atau jangan-jangan ada vendor yang mendadak
Baca selengkapnya
Percakapan Keluarga?
Semua orang terpaku, saling menatap tanpa tahu apa yang harus diperbuat. Nathan sudah mendorong Rico masuk ke ruangan sebelum adik tirinya melarikan diri. Tangannya juga tidak melepas tangan Angeline agar pacarnya tidak melarikan diri. "Wah, tidak biasanya kalian bertiga berkumpul bersama. Boleh kami bergabung?" Nathan tersenyum jahat. Lily melirik Jeremy, matanya menyorotkan keberatan yang teramat sangat. "Oh, tentu saja, silakan. Kita semua satu keluarga, bukan?" Jeremy turut tersenyum. Dalam hati dia memaki-maki putra sulungnya sebagai anak yang kurang ajar dan tidak bisa melihat orang lain senang. "Silakan duduk, Nathan dan ... siapa nama pacarmu? Andini?" Lily ikut bicara. Jelas sekali dia tidak suka pasangan muda yang seenaknya menerobos masuk ke ruangan mereka. Nathan melontarkan tatapan setajam belati. Nada bicaranya begitu dingin hingga membuat pendengarnya menggigil, "Orang luar tidak perlu ikut bicara." Lily tersentak. Tangannya meraih lengan Jer
Baca selengkapnya
Akhir Minggu yang Santai
Pagi-pagi sekali Angeline sudah bangun dan menyibukkan diri di ruang olahraga. Suara pukulan dan tendangan bertubi-tubi mendera samsak, membuat Nathan yang tidur di sofa terbangun. Tubuh yang pegal membuatnya berpikir tidur di sofa adalah gagasan buruk. Mungkin dia bisa membujuk Angeline agar dibiarkan tidur di tempat tidur? Tanpa suara Nathan melangkah ke ruang olahraga. Dilihatnya Angeline bergerak lincah memukul dan menghindari ayunan samsak. Dia mengagumi lekuk tubuhnya yang terbentuk bagus karena latihan fisik. Pemandangan indah ditambah membanjirnya jumlah hormon di pagi hari membuat Nathan bergegas ke kamar mandi sebelum naluri mengambil alih. Angeline menoleh heran karena merasa mendengar suara langkah kaki, "Siapa tuh? Ah, pakai nanya lagi ... Memangnya ada berapa orang yang tinggal di sini ...?" Setelah tendangan terakhir yang dilakukan sekuat tenaga Angeline menyudahi aktivitasnya. Dia ke dapur mengambil segelas air dan meneguknya sampai habis. Tepat saat it
Baca selengkapnya
Mantan Pacar
"Sorry Cin, aku nggak bisa belikan roti manis itu lagi. Aku pindah tempat tinggal." Angeline meringis. "Oh, nggak apa-apa. Pindah ke mana? Kontrakan yang lebih terjangkau atau lebih dekat?" tanya Cindy. "Emm ... Iya, dekat sih." Angeline menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Dekat, dekat banget? Jangan-jangan kamu pindah ke atas?" goda Cindy. "Enngg ... nggak, kok?" Mata Cindy membulat, "Benaran??" "Nggak." Cindy tertawa kecil, "Dari mukamu terlihat jelas. Oke, aku nggak akan bocorin ke siapa-siapa. Hati-hati, jangan MBA, married by accident." "Nggak seperti itu." Angeline mendekap wajah. "Terus gimana?" goda Cindy. "Kami nggak tidur bersama," lirihnya. Mata Cindy membulat, "Oh ya?? Kok bisa? Pak Nathan kan ... emm ... kamu mengerti lah ya." "Aku sudah menolak sejak awal dan dia menyanggupi untuk nggak melakukannya sebelum menikah." "Wow, aku nggak nyangka. Kupikir kalian sudah ... Wah, bos benar-benar sayang sama kamu. Hebat An
Baca selengkapnya
Perang Terbuka
Angeline melalui acara puncak launching seperti robot. Hatinya terasa kebas karena melihat Cassie tidak juga pergi. Wanita itu bahkan senantiasa melempar senyum menggoda ke arah Nathan. Kalau bukan jengkel entah apa namanya? "Nath, aku ke toilet sebentar ...," bisik Angeline. "Oke. Jangan lama-lama, nanti aku menyusul." "Tidak boleh ...!" Nathan sempat-sempatnya mengecup pipi Angeline sebelum wanita itu beranjak pergi. Akibatnya semua mata memandang kagum, ini benar-benar pacar Bos Besar! Lelah dan kesal. Itulah dua perasaan dominan dalam diri Angeline. Dengan kedua tangan bertumpu di wastafel Angeline menatap wajahnya di cermin. Sebagai wanita dia saja mengakui kalau Cassie sangat cantik. Oh ya, juga seksi. Angeline menatap bagian depan tubuhnya. Tidak kecil sih, tapi yang pasti tidak sebesar milik wanita berambut merah itu. "Dasar brengsek ... Perusak suasana," gerutu Angeline. Seperti mimpi buruk jadi kenyataan pintu toilet terbuka dan Cassie masuk k
Baca selengkapnya
Undangan Pernikahan
"Aaaaaaahhhh! Aku butuh cuti!!" seru Angeline sambil menepuk meja. Nathan menoleh heran, "Cuti?" "Ini sudah berapa hari lembur melulu. Aku penat! Otakku jenuh! Butuh cuti!" Angeline merosot di kursinya. Lelaki itu geleng-geleng kepala dan kembali mengetik sesuatu di laptop. Melihat pacarnya mengabaikan, Angeline merengut. Dia semakin merosot di kursi sampai akhirnya lenyap dari pandangan. Nathan melirik sekilas. "Angel, behave," goda Nathan. Sepasang mata Angeline muncul di tepi meja. Persis buaya yang sedang mengintai mangsa dari dalam air. Tingkah ajaib Angeline membuat Nathan tidak tahan untuk tidak melihat, "What are you doing, Baby Girl?" "Berikan aku cuti," tukas wanita itu. "Memangnya kamu mau ke mana? Cuti pun kita akan tetap bertemu, kan?" Nathan tersenyum tipis. Angeline kembali duduk manis di kursi, "Entahlah. Jalan-jalan, mungkin? Yang pasti tidak di kantor untuk lembur." "Hmm ... Belum satu minggu sejak launching brand baru dan
Baca selengkapnya
Sendiri
Benar. Hari ini adalah hari Sabtu, akhir minggu di mana para pekerja kantoran mendapat secercah kebebasan di tengah rutinitas yang mencekik. Angeline pun merasa demikian. Dia menginginkan hak untuk mereguk kebebasan ini dengan memaksa Nathan agar tidak membuntutinya. Sayang sekali lelaki keras kepala seperti Nathan tidak mudah didebat. Setelah bicara panjang lebar disertai bujukan dan ancaman akhirnya Angeline mendapatkan kelonggaran. Dia boleh bepergian sendiri asal ditemani pengawal pribadi. Nathan belum melupakan saat di mana pacarnya nyaris diculik. "Aku pergi dulu." Angeline pamit dengan suka cita. Nathan mengamati penampilan wanita itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Angeline terlihat manis dengan kaos oblong berwarna kuning cerah dan hotpants. Rambut panjangnya diikat ekor kuda sehingga membuatnya terlihat seperti gadis remaja atau anak kuliahan. "Kamu memakai itu?" Nathan menunjuk hotpants yang memperlihatkan sebagian besar kaki si wanita. "Iya. Ok
Baca selengkapnya
Emosi yang Berbeda
Setelah membujuk dan menenangkan akhirnya Angeline mau ikut pulang bersama Nathan. Dia duduk di boncengan motor tanpa bersentuhan dengan lelaki itu. Rasa kecewa masih bercokol di hatinya. Nathan pun tidak memaksa Angeline untuk berpegangan padanya. Baginya yang terpenting wanita itu tidak menolak diajak pulang. Segera setelah memarkir motor, Nathan menggandeng Angeline. Sudah diduga wanita itu akan menepis tangannya. Nathan membiarkan Angeline berjalan di depan sementara dirinya mengikuti di belakang sambil berjaga siapa tahu wanita itu berubah pikiran dan melarikan diri lagi. Untungnya tidak. Hening mencekam di dalam lift. Angeline masih menolak untuk bertatapan dengan Nathan. Sebenarnya dia masih butuh waktu sendiri, tapi bujukan Nathan mampu menyentuh titik lembut dalam hatinya. Itulah sebabnya Angeline mau diajak pulang. "Angel—" "Aku mau istirahat," potong Angeline. Nathan melangkah cepat menghadang di depan pintu kamar. Sebagai lelaki dia tidak ingin
Baca selengkapnya
Makan Malam Spesial
Hari ini Nathan mengajak Angeline makan malam di luar untuk menebus ketidaknyamanan yang terjadi hari sebelumnya. Sepanjang hari Angeline bersantai di penthouse karena tidak ada yang ingin dia lakukan sampai waktu yang dijanjikan tiba. Nathan pun tidak banyak mengganggu. Menjelang siang Angeline memutuskan untuk memasak sesuatu. Dia meminta Nathan menemani ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Nathan langsung menyetujui. Tidak lama berselang keduanya sudah berjalan santai menyusuri lorong-lorong supermarket. Sebagai wanita, Angeline betah berlama-lama di tempat seperti ini, tapi Nathan tidak. Terlihat sekali lelaki itu bosan dan lelah. "Nathan, kamu tunggu di depan saja. Aku masih mau melihat-lihat." Angeline tersenyum geli. "Oke. Jangan terlalu lama, Baby Girl. Nanti kamu diculik." Nathan mengecup kening Angeline. "Pergi sana." Angeline tertawa. Jalan-jalan di supermarket selalu membuat Angeline mengambil lebih banyak dari yang dia butuhkan. Begitu s
Baca selengkapnya
Menggoda Angeline
"Oh! Tunggu sebentar! Ada yang berbeda! Angeeeelll, biar kulihat apa yang ada di tanganmu!" Cindy berseru heboh. Sambil mengulum senyum Angeline berjalan ke meja Cindy. Dia membiarkan tangannya ditarik dan diteliti sedemikian rupa seperti benda antik di museum. "Wow, ini cincin berlian! Dari siapa ya? Apakah sesuai dugaanku?" Cindy tersenyum lebar. "Memangnya dugaanmu apa?" goda Angeline. "Pak Nathan melamarmu! Ya kan??" Angeline tidak menjawab, tapi juga tidak menyangkal. Perlahan dia menarik kembali tangannya dan berucap, "Hal baik atau hal buruk?" "Hal baik dong! Akhirnya ada yang ...." Seolah menyadari sesuatu Cindy berhenti bicara. Kemudian dia mencondongkan tubuh ke arah Angeline dan berbisik sangat pelan, "Akhirnya ada yang membuat si womanizer bertobat ...!" Mereka tertawa berbarengan karena apa yang dikatakan Cindy benar adanya. Siapa yang tidak tahu tabiat Nathan sebagai lelaki anti komitmen? "Sudah ah. Nanti dia dengar loh. Aku ke dalam d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
22
DMCA.com Protection Status