All Chapters of Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu: Chapter 111 - Chapter 120
199 Chapters
Part 111. Setengah Atau Tidak Sama Sekali
Di toko … beberapa orang karayawan sudah bersiap membagikan snack box bakery di beberapa tempat yang ditunjuk Arjuna. Biar menghemat waktu, Ratna mengoperasikan dua mobil box miliknya.Ratna melepas di pelataran parkir dan saat ingin masuk ke dalam toko tiba-tiba mobil berhenti di parkiran tokonya. Ratna sempat menoleh, akan tetapi melihat mobil itu sangat dia kenal."Rat … Ratna …!" seru Arjuna buru-buru keluar dari mobil.Ratna tak menggubris sama sekali. Dia tetap masuk dan langsung menuju ruangannya."Rat … buka pintunya. Kita perlu bicara!" ucap Arjuna di depan pintu ruangan. Pintu tersebut sengaja dikunci Ratna dari dalam."Ratna … aku minta maaf karena mami sudah bersikap kasar sama kamu. Dan, aku sudah nggak jujur dari awal. Namun, aku sejak awal sudah menolak perjodohan itu. Dan, sama sekali tidak mengharapkan perjodohan itu menjadi nyata.""Ratna, sikap aku selama ini ke kamu itu murni. Tanpa rekayasa … Please, Rat. Kasih aku kesempatan untuk menjelaskan.""Aku menyesal tela
Read more
Part 112. Duh, Kesempatan Lagi!
Bram mengetuk pintu dengan kencangnya membuat Wati yang tengah asyik menonton televisi merasa terganggu."Iya … iya, sabar. Bisa nggak kalau kamu itu nggak bikin mama kesal," umpat Wati seraya berjalan ke pintu utama.Kret!!!"Apa sih kamu, Bram. Berisik banget," cecar Wati setelah membuka pintu setengah.Bukannya menjawab, Bram malah mendorong pintu membuat Wati ikut terdorong juga."Astaga … ini anak. Kamu jangan kurang ajar ya, Bram."Bram duduk di sofa tamu, seraya memerintahkan pada mamanya agar menutup pintu."Tutup aja pintunya, Ma. Aku mau kasih liat sesuatu ke mama," sahut Bram dengan mata berbinar."Kamu bisa nggak, tenang dikit. Biar orang nggak emosi," sahut Wati kesal tapi tetap saja menutup pintu. Kemudian dia duduk bersebrangan dengan Bram."Tas apa itu?" tanya Wati heran."Ini tas harta karun.""Hah? Serius?"Bram mulai membuka kuncinya dan …"Tuh liat, Ma," ucapnya. Mata Wati terbelalak sempurna menatap uang merah yang tersusun rapi."Bram ini uang semua? Kamu dapat
Read more
Part 113. Weekend Setelah Menikah Siri
Di apartemen pukul sembilan malam, Laura mematut diri di depan cermin. Wajahnya sudah dihiasi make up minimalis, baju kebaya putih tulang dipadupadakan dengan songket berwarna merah maroon benang emas, menandakan dirinya sudah siap menikah secara siri dengan Bram. Sehari sebelumnya dia baru diperbolehkan pulang, serta langsung meminta Bram untuk membelikan mobil yang terbilang tidak terlalnu mewah. Mobil keluaran Tiyito Ayaya putih menjadi pilihannya. Ting ... Tung ... Ting ... Tung ... Terdengar bunyi kamarnya dan Laura langsung bergegas membukakan pintu. "Silakan masuk, Pak!" suruhnya pada tiga orang lelaki separuh baya yang mengenakan celana dasa hitam dan baju batik. Ketiga orang masuk dan duduk di sofa setelah disuruh Laura. "Duduk dulu, Pak. Calon suami saya masih di jalan." "Baik, Bu." Sementara menunggu Bram, Laura pun menjamu wali dan saksi itu makanan dan minuman yang sudah dia persiapkan. "Bram, kamu yakin menikahi dia lagi?" tanya Wati saat mereka dalam perjalanan m
Read more
Part 114. Papa Kandung Kok Kayak Papa Angkat!
Bukannya menghampiri seperti biasa, Laura malah lari dan bersembunyi di tempat lain yang sekiranya tidak diketahui oleh Ratna."Mba Ratna nggak boleh tahu kalau aku membuntuti Mas Bram. Bisa-bisa dia putar arah. Soalnya foto nikah kemarin pas dikirim ke dia cuma di baca doang," gumam Laura dalam hati seraya berlari kecil ke toko kosmetik terpisah tiga toko."Ma … Nana nggak sabar ngasih kado ini buat papa," ucap Devina. Di kedua tangannya tampak membawa bingkisan berbentuk kubus dibungkus dengan kertas kado dipercantik dengan pita berwarna biru, warna kesukaan Bram."Cuma hitungan menit lagi kok, Na."Kemudian, mereka berdua membelok ke resto yang sudah diberi tahu Bram.Tampak Ratna dan Devina masuk ke dalam resto. Bram spontan berdiri dan melambaikan tangan, tak lupa senyumnya merekah sempurna. Waktu yang paling dia nanti menikmati waktu yang berkualitas dengan Devina, lebih tepatnya dengan Ratna."Hai, Cantik," sapa Bram seraya mengembangkan kedua tangannya untuk berpelukan dengan
Read more
Part 115. Hidangan yang Datang
Tidak ada pembicaraan berarti saat menunggu pesanan datang. Ratna lebih sibuk memainkan ponselnya."Hmm ... Nana jadi penasaran papa pesen apa. Kalau salah lagi gimana, Pa?" tanya Devina meragu."Nggak bakalan, Na. Kali ini Papa yakin benar."Tak lama kemudian, sang pelayan pun datang membawa stroller meja berisikan makanan dan minuman.Dan ... mata Ratna juga Devina terbelalak sempurna melihat makanan yang disuguhkan. Detik kemudian, Ratna dan Devina pun saling melempar pandangan.Ratna mengedipkan kedua matanya pada Devina seraya mengelus punggung anaknya itu."Mbak, saya pesan sushi yang tersedia di sini ya!" pinta Ratna pada pelayan yang hendak bertolak ke belakang.Tanpa terasa mata Devina yang tadinya berbinar memancarkan kebahagiaan berubah berembun menahan tangis."Kenapa Devina, Rat? Aku salah, ya?" tanya Bram menatap Devina dan Ratna bergantian."Menurut kamu?""Astaga ... Papa baru ingat kalau Devina suka makan sushi. Maafkan papa, ya, Na. Papa beneran lupa." Bram bangkit da
Read more
Part 116. Tak Layak Menjadi Seorang Ibu
Ratna bergeming sejenak mendengar ucapan Meisha."Perusahaan Farmasi?" tanya Ratna keheranan."Iya, Bu. Ada Katanya Perusahaan Farmasi Didara.""Kerjasama dalam bentuk apa?""Ibu bisa ke kantor? Kebetulan tadi orangnya ngasih proposal sama juga ninggalin kartu nama," jelas Meisha singkat."Nanti saya kabari lagi bisa atau tidaknya," sahut Ratna.Sambungan telepon pun terputus saat keduanya saling mengucapkan salam."Na … Kalau kita ke toko gimana? Nana mau?" tanya Ratna yang tak ingin mengambil keputusan sendiri."Boleh, Ma. Nana mau," sahut Devina tanpa nada keberatan.Ratna pun kembali menelepon Meisha mengabarkan jika dirinya akan datang ke toko.Kurang lebih setengah jam perjalanan, akhirnya Ratna sampai juga di toko. Sesampainya di sana, Meisha langsung memberikan proposal dan kartu nama."Oke, saya pelajari dulu di dalam."Sebelum menuju ruangan, Ratna pun mengambil beberapa bakery dan minuman untuk cemilan Devina di ruangan.Di ruangan, Ratna tampak dengan seksama membawa setia
Read more
Part 117. Bisakah Kita Bertemu?
Pagi-pagi sekali Bram sudah bertandang ke rumah Ratna. Kebetulan juga, Ratna dan Devina menyiram tanaman di pagi Minggu. Rutinitas yang biasa mereka lakukan.Suara mobil yang berhenti di depan rumahnya, membuat Ratna dan Devina melempar pandangan."Ngapain juga kamu ke sini, Mas! Mau bikin Devina sedih lagi? Atau … mau pamer?" gumam Ratna saat Bram melangkah menuju pagar rumahnya.Bram melambaikan tangan pada Devina yang menghentikan aktivitasnya."Hai, Na," sapa Bram berusaha ramah. Salah satu tangannya membawa parcel buah yang ukurannya tak terlalu besar."Nana yang buka atau mama?" tanya Ratna memberi pilihan."Biar Nana aja, Ma."Devina membukakan pagar untuk papanya."Hai, Rat. Sorry perkara kemarin. Aku … aku ….""Nggak perlu dibahas. Nggak penting soalnya.""Oh … Oke. Aku nggak bakalan maksa kamu juga.""Kamu Duduk di luar aja! Sama kamu nggak boleh lama di sini!" ucap Ratna wanti-wanti. Berkata apa adanya lebih baik ketimbang berpura-pura segan demi lelaki macam Bram."Iya, ng
Read more
Part 118. Sudah Buat Janjikah?
"Iya, benar. Ada apa, ya? Kenapa Anda yang menghubungi saya?" tanya yang bersangkutan keheranan."Mmm … itu yang mau saya jelasin ke bapak. Boleh kita atur jadwal pertemuannya, Pak?" Bram berusaha menepis keheranan klien Arjuna itu."Anda kirim dulu biodata ke saya. Benar atau tidaknya apa yang Anda sampaikan. Soalnya saya tidak mau buang energi bertemu dengan orang sembarangan. Apalagi kalau Anda berniat mengelabui saya," sahutnya Bapak Willyanto."Baik, Pak. Nggak masalah, Saya paham maksud bapak," balas Bram sungkan.Meski sedikit emosi mendengar penuturan Bapak Willyanto, Bram tetap berusaha mengendalikan emosinya. Bram tidak ingin perjuangannya mencari informasi Bapak Willyanto berakhir sia-sia begitu saja.Setelah Bapak Willyanto mematikan sambungan telepon sepihak, Bram langsung mengirim kartu namanya pada Bapak Willyanto.Namun, belum beruntungnya, Bapak Willyanto tidak langsung membuka pesan yang dikirim Bram. Setelah memutuskan sambungan telepon dari Bram, Bapak Willyanto pu
Read more
Part 119. Latar Belakangnya Apa?
"Belum ada tanggapan soal jadwal sih, Mbak. Cuma karena ini memang penting, makanya saya datang ke sini tanpa membuat janji terlebih dahulu. Saya mohon, Mbak. Atau nggak, bisa disambung nggak ke Bapak Willyantonya, siapa tahu beliau berkenan bertemu.""Maaf, Pak. Bukannya tidak mau, tapi saya mengikuti apa yang sudah menjadi kesepakatan.""Mbak, please. Saya mohon dengan sangat. Kalau bukan urusan penting, saya juga nggak mendesak seperti ini," sahut Bram yang masih bersikeras.Melihat gelagat Bram yang sudah dipantau sejak tadi, satpam yang memberi izin pada Bram untuk masuk area kantor pun berjalan menghampiri lelaki berkulit sawo matang itu."Ada yang bisa dibantu, Pak?"Bram pun menjelaskan maksud kedatangannya untuk bertemu Bapak Willyanto, serta sang resepsionis juga sudah menjelaskan kenapa Bram tidak bisa menemui direkturnya itu."Tapi nggak masalah, Pak. Saya bisa atur janji sekarang saja kalau begitu. Saya ikutin kapan Bapak Willyanto bisa bertemu," sahut Bram akhirnya memil
Read more
Part 120. Cuma Ngonten
Menghilangkan rasa salah tingkahnya, Galang pun menyeruput minuman teh dingin yang ada di meja. Untung saja Ratna tidak begitu fokus pada gerak-gerik Galang."Bukan siapa-siapa saya, Bu. Cuma orang biasa, sehari-hari cuma ngonten, Bu.""Oh ya? Keren dong berarti, di upload dimana kontennya?" tanya Ratna seolah penasaran, karena dengan begitu dirinya pun bisa membuktikan penuturan Galang. Dalam urusan bisnis yang kejam tentu tidak bisa dengan mudahnya percaya."Di aplikasi toktok, Bu.""Hmm … begitu, bagus banget lho seorang content creator berani berinvestasi.""Ah, nggak juga, Bu. Saya hanya ingin muterin uang siapa tahu dikasih rezeki lebih.""Hmm … kalau gitu harapannya, saya nggak menjamin juga bakalan sukses nantinya di cabang baru. Jangan sampai, ekspektasi bapak tinggi tapi nyatanya realita malah berbanding terbalik.""Kalau itu saya paham, Bu. Jadi gimana, Bu? Ini ada tanda hitam di atas putihnya. Kalau ibu berminat, bisa kabari saya.Ratna pun mengambil sebuah berkas dari tan
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
20
DMCA.com Protection Status