Semua Bab Jebakan Ranjang Suami Tampan: Bab 61 - Bab 70
115 Bab
Permintaan Ibu Mertua
Setelah membicarakan beberapa hal yang diinginkan oleh Vivian dari Charles, kemudian Vivian dan Charles pun kembali ke lantai di mana mereka bekerja karena Charles memang sengaja dikirim oleh Raven untuk mencari dirinya.Setelah sampai di depan ruangan Raven, kemudian Vivian pun mengetuk pintu ruangan tersebut dengan pelan, lalu masuk ke dalam ruangan itu bersama dengan Charles yang saat ini sedang memegangi nampan berisikan dua cangkir kopi di atasnya."Loh, Mama masih di sini?" tanya Vivian dengan santai sembari duduk tak jauh dari Nyonya Reya yang saat ini sedang duduk si sofa yang ada di dalam ruangan Raven."Tentu saja aku masih di sini, memangnya aku mau ke mana lagi," sahut Nyonya Reya yang menunjukkan sedikit ketus."Tentu saja aku pikir Anda sudah pulang karena terlalu lama menungguku tadi," sahut Vivian dengan santai.Kemudian Raven yang saat ini juga duduk di sofa itu pun langsung berdiri dari tempatnya. "Bagus
Baca selengkapnya
Nora Dan Kenyataan
Tak lama kemudian, terlihat seorang wanita yang menerobos masuk ke dalam ruangan tersebut. Dan kemudian ada juga dua orang laki-laki yang tengah mengikuti wanita tersebut dengan tergesa-gesa."Siapa yang menyuruh kalian berjaga?" tanya Raven dengan tatapan tajamnya mengikuti kalimatnya tersebut.Langsung saja dua laki-laki tersebut menatap ke arah Nyonya Reya. 'Sial, apa mereka harus mengeksposku seperti itu,' batin Nyonya Reya yang tentu saja merasa kesal dengan hal itu."Iya benar, memang aku yang melakukan itu. Aku hanya tidak ingin ada orang lain yang mendengar masalah kita ini dan menjadikannya gosip di perusahaan," sahut Nyonya Reya dengan tenang dan hanya terdengar sedikit sewot saja.'Alasan yang masuk akal sih. Ya, walaupun aku tahu kalau sebenarnya dia ini hanya tidak ingin orang lain mendengar percakapan kami, dan mengatakan kalau dirinya wanita yang serakah. Dasar,' gerutu Vivian di dalam hati. Lalu, wani
Baca selengkapnya
Jual Organ
"Kalau begitu kamu harus membuat pernyataannya," ujar Vivian sembari berbalik dan mengambil secarik kertas dan pena dari meja Raven. Tak lupa, ia juga mengambil sebuah materai untuk ditempelkan di sana nantinya."Ini apa?" tanya Nora sembari menerima kertas dan pena dari Vivian. Ia seperti orang linglung ketika menatap dua buah benda tersebut. Ketakutan merayapi hatinya saat mengingat ucapan Vivian yang menginginkan organ tubuhnya."Tentu saja itu untuk menulis. Bukankah sudah aku katakan kalau kamu harus menulis pernyataan, jikalau kamu bersedia memberikan organ tubuhmu untukku," ujar Vivian dengan santai.Tangan Nora bergetar, ia menatap nanar ke arah kertas tersebut, seolah saat ini Vivian menyuruhnya untuk membuat surat yang menyatakan kesediaannya untuk menerima hukuman mati. Ia menelan ludahnya sembari menempelkan dengan perlahan kertas tersebut di atas pangkuannya. Dan setelah itu, tangan kanannya yang saat ini sedang memegangi pulpen
Baca selengkapnya
Panggilan Untuk Kamu
"Aku …." Raven menghentikan kalimatnya dan menjauhkan wajahnya dari telinga Vivian.'Aku harus menahan semuanya, jangan sampai dia curiga dan mengacaukan semuanya,' batin Raven sembari menatap ekspresi wajah Vivian saat ini.'Apa dia sedang mencoba menggodaku,' batin Vivian yang sempat benar-benar menunggu jawaban dari Raven."Kamu tetap saja mudah ditipu," komentar Raven sembari menarik garis bibirnya lebar."Apa-apaan kamu!" ketus Vivian yang kemudian beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut setelah mengambil tas miliknya, seperti dua wanita sebelumnya.Setelah melihat Vivian yang benar-benar meninggalkan ruangan tersebut, kemudian Raven pun dengan tenang mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan menghubungi seseorang."Lakukan rencana selanjutnya dengan hati-hati," ujar Raven ketika panggilan tersebut diangkat dan kemudian menutup panggilan tersebut begitu saja."Vi, kita lihat bagaimana kamu akan mengelak dariku
Baca selengkapnya
Kamu Harus Mengerti
"Apa yang terjadi?" tanya Raven sembari mengarahkan pandangannya pada Vivian dan tiga orang lawannya yang sedang melantai.Raven pun segera melangkah ke arah empat wanita tersebut. Akan tetapi, baru beberapa langkah, tiba-tiba saja Vivian berlari ke arah Raven dan segera memeluk lengan laki-laki yang masih dibencinya itu.Tentu saja melihat ini Raven langsung curiga. "Ada apa?" tanyanya sembari kembali melihat ke arah tiga wanita yang tadi menyerang Vivian.Seketika Vivian pun langsung memberi tanda pada tiga wanita tersebut dengan tatapan matanya."Siapa mer—" Kalimat Raven terhenti ketika tiba-tiba saja Vivian memblokir pandangannya dan dengan cepat menarik dasinya, hingga membuatnya menunduk dan bibir mereka bersatu.'Aku harus memberi waktu pada mereka agar bisa pergi,' batin Vivian yang masih dengan kuat menarik dasi Raven. Bahkan, ia meningkatkan intesitas ciumannya agar membuat adegan itu menjadi lebih lama.Hingga akhirn
Baca selengkapnya
Anakku Memang Beda
Beberapa jam berlalu, saat ini Raven tengah duduk di ruang santai sembari menatap ke arah anak laki-laki yang saat ini sedang duduk tak jauh darinya.“Dia benar-benar seperti aku,” batin Raven sembari menatap anak laki-lakinya itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia memperhatikan cara duduk, bahkan ekspresi wajahnya yang sama persis dengan dirinya.“Kamu sudah melihatku selama hampir setengah jam, jika tidak puas kamu bisa memfotoku,” ucap Shine yang saat ini melirik tajam ke arah Raven, sedangkan tangannya masih memegang sebuah buku yang tadi sempat dimintanya pada pelayan.“Tapi kenapa dia sangat kasar? Apa Vivian mengajari hal seperti ini?“ batin Raven sembari menghela napas panjang.Ya, bukankah orang memang tidak bisa melihat tengkuknya sendiri.“Jadi kamu capek dan ingin istirahat? Baiklah kalau begitu ayo kita pergi ke kamar, aku akan membantumu mandi,” ucap Raven sembari mengulurkan tangannya ingin menggendong tubuh kecil itu.Tiba-tiba saja Shine menutup buku
Baca selengkapnya
Memilih Papa
Tak lama kemudian munculah seorang wanita yang sangat dikenal oleh mereka semua. “Di mana Shine?“ tanyanya yang saat ini sedang bergerak menuju ke sofa yang sedang diduduki oleh ketiga orang tersebut.'Di mana dia? Apa Raven menyembunyikannya,” batin Vivian yang tak bisa melihat Shine dari tempatnya saat ini.“Ada di sini,” jawab Raven dengan santai.Dan setelah sampai di depan ketiga laki-laki tersebut, Vivian pun langsung menatap tajam pada Raven yang saat ini sedang duduk tenang persis seperti yang anak laki-lakinya lakukan. “Kalian berdua ….“ Dia kehilangan kata-katanya ketika melihat ekspresi acuh tak acuh di wajah kedua laki-laki yang membuat kepalanya serasa ingin meledak itu.Kemudian Vivian pun memusatkan pandangannya pada anak laki-lakinya yang saat ini sedang mengambil cemilan dari tangan Raven. “Apa maksudnya semua ini?“ geramnya.“Vivian tolong jangan bersikap keras seperti itu pada anak kecil. Dia ini masih dalam masa pertumbuhan. Jika kamu terlalu keras, itu tid
Baca selengkapnya
Jelaskan Papa!
“Aku mendengar kalau Papa meninggalkan Mama sejak aku belum lahir,” ucap Shine sambil menatap ke arah Raven yang saat ini sedang melangkah kembali ke arahnya.“Siapa yang mengatakan kalau Papa meninggalkan kalian? Apakah itu Mama atau bibi kamu?“ tanya Raven sembari duduk di pinggiran panjang dan menatap anak laki-lakinya dengan lekat.“Bukan mereka, itu kata Paman Roland,” jawab Shine sembari terus menatap Raven. Ia penasaran bagaimana Papanya itu akan menjawab pertanyaannya ini.“Siapa Paman Roland?“ tanya Raven sembari mengerutkan dahinya.“Dia adalah salah satu teman Mama Saat kami masih tinggal di Swiss, dia sering datang ke tempat kami bahkan dia sering bermain salju denganku,” beber Shine.“Laki-laki yang sering datang seperti itu pastilah bukan sekedar teman. Atau jangan-jangan ini adalah salah satu alasan Vivian meninggalkanku?“ pikir Raven.“Ah, tapi itu tidak mungkin. Saat dia membuat kekacauan dia seharusnya sedang hamil. Tapi jika benar laki-laki itu menyukai Vivian, ken
Baca selengkapnya
Kecoa Yang Malang
“Ha?“ Mereka ternganga melihat kejadian aneh di dapur. Langsung saja Vivian yang baru saja berteriak-teriak tersebut, menoleh ke arah Raven dan Shine yang sedang menatap aneh ke arah dirinya.“Kenapa kalian diam saja, ayo bantu!“ Teriak Vivian sembari berjinjit jinjit. Sedangkan di bagian lain, terlihat Jessy yang sedang berdiri di atas kursi sambil terus menatap ke arah bawah. “Shine, ayo cepat bantu Bibi dan Mama!“ teriaknya.Kemudian Raven pun menoleh ke arah anak laki-lakinya yang saat ini sedang berkacak pinggang. “Apa yang sedang mereka takutkan?“ tanyanya.Shine pun mendongakkan wajahnya. Ia menatap ke arah Papanya dengan ekspresi malas. “Biasa Pa, para wanita itu dengan hewan kecil saja takut,” jawabnya dengan sedikit mengejek.“Ya sudah, kamu ambil buku dan tasmu. Papa yang akan membantu di sini,” ucap Raven sembari mengusap kepala Shine dengan lembut.Langsung saja Shine mengacungkan jempolnya dan kemudian berbalik, lalu melangkah keluar dari pintu ruangan tersebut.“Shin
Baca selengkapnya
Surat di Depan Pintu
Setengah jam berlalu. Saat ini Raven yang baru saja sampai di halaman perusahaan pun dengan cepat menghentikan mobilnya di dekat satpam yang berjaga di dekat pintu perusahaan. Dan kemudian tanpa berbasa-basi ia langsung menyerahkan kunci mobilnya pada satpam tersebut.“Di mana dia,” gumamnya sambil melangkah dengan cepat masuk ke dalam gedung perusahaan tersebut.Sedangkan di sisi lain saat ini ada Sean yang berjalan di lantai dasar. Segera saja ia menghampiri sahabatnya itu. “Rav, ada apa?“ tanyanya.Raven pun menghentikan langkahnya. “Apa dia sudah datang?“ tanyanya.Sean pun mengernyitkan dahinya. “Bukankah mereka akan datang nanti siang, apakah ada perubahan?“ “Bukan mereka, tapi Vivian,” tukas Raven.Sean pun memberikan ekspresi malas di wajahnya mendengar sahabatnya itu mencari wanita yang sering membuat sakit kepala itu. “Sudah, dia sudah datang,” jawabnya.Setelah itu, tanpa berbicara apa pun Raven langsung melanjutkan langkahnya ke arah pintu lift khusus. “Aku haru
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status