Semua Bab Malam Panas Dengan CEO: Bab 21 - Bab 30
200 Bab
Bertemu Darul
“Tu—tuan Sean?” Sean langsung disambut suara parau dan gagap oleh lelaki tua yang tengah terbaring lemah di atas ranjang rawat. Ya, dia adalah Daru, ayahnya Zia. Cepat-cepat Sean berlari saat menyadari lelaki itu hendak bangkit dari baringnya.“Tidak usah bangun, Pak Darul! Saya tahu Pak Darul sedang lemah,” perintah Sean yang berhasil menahan tubuh Darul.Sean lantas tersenyum pada Darul. Sementara wajah Darul terlihat bingung dan salah tingkah. Perlahan, Darul pun tersenyum membalas senyuman Sean.“Bagaimana Tuan Sean menemukan saya? Dan apakah ruangan ini dari Tuan Sean?” tanyanya dengan suara lemah.“Bukan saya yang memberikan ruangan ini buat Pak Darul, tetapi putri Bapak lah yang memberikannya dan saya berhasil menemukan Pak Darul karena putri Pak Darul juga,” jawab Sean santun.Darul berpikir sejenak. “Zia? Maksud Tuan Sean adalah Zia?” tanyanya seraya membulatkan kedua bola matanya dan langsung dijawab anggukan Sean.“Bukankah Zia mengatakan pada saya kalau dia akan bekerja ke
Baca selengkapnya
Percakapan Berat
Sean terdiam mendengar pertanyaan Darul. Wajahnya terlihat berpikir dan mencerna pertanyaan tersebut. “Suka? Maksudnya suka sebagai seorang laki-laki pada perempuan?” tanyanya memperjelas pertanyaan Darul. Lelaki tua yang terbaring di hadapannya mengangguk. Sean tersenyum. Sejujurnya ia sendiri ragu, ia lantas mengingat awal mulai ia betemu dengan Zia. “Setelah kepergian ibu, saya merasa hilang arah. Kemudian ayah saya menikah lagi dan keluarga barunya datang ke rumah. Bahkan Niko, saudara tiri saya mencoba mengambil alih perusahaan yang dibangun oleh ibu dan ayah. Sayangnya, ayah saya menyetujuinya,” ucapan Sean terhenti, ia menatap lelaki tua di hadapannya lagi dan tersenyum. “Saat itu saya sedang putus asa karena merasa diabaikan oleh ayah saya. Lalu saya bertemu dengan Zia. Saat itu juga Zia sedang sama putus asanya dengan saya,” penjelasan Sean terhenti lagi, ia kembali tersenyum. “Zi—zia? Apa yang terjadi dengan Zia hingga ia putus asa?” tanya Darul penasaran. “Saat itu Zia
Baca selengkapnya
Jaga Dia
“Oh tidak!” guman Zia panik diikuti wajahnya yang meringis.Perlahan ia menaikkan tubuhnya, tetapi tidak dengan pandangannya. Ya, sejak Sean meninggalkan dirinya di luar kamar rawat ayahnya, Zia gelisah dan penasaran. Ia tidak bisa menahan dirinya untuk mencari cara untuk menguping pembicaraan Sean dengan ayahnya, walaupun ia tahu kalau ruangan ayahnya kedap suara.“Zia, itukah kamu, Nak?” suara Darul seperti menyelamatkan Zia. Setelah ia menunjukkan barisan giginya pada Sean, Zia menerobos masuk melewati lelaki yang masih membentengi pintu di hadapannya. Gerakan Zia terlalu cepat, hingga Sean refleks terdorong ke belakang. Untunglah lelaki itu masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.Sean menarik napas panjang mendapatkan perlakuan tak terduga dari gadis kecilnya. Namun, dua detik kemudian ia mengukir senyuman. Ia melihat wajah haru di antara Darul dan Zia. Kemudian ia memilih meninggalkan ayah dan anak itu untuk melepaskan rindu.“Ayah, bagaimana keadaanmu?” tanya Zia setelah ia
Baca selengkapnya
Zia Tunduk
Zia terdiam mendengar permintaan ayahnya. Haruskan ia memenuhi permintaan ayahnya? Berarti ia harus rela menjadi sugar baby-nya Sean agar bisa selalu di dekat Sean dan menjaganya. Haruskah ia ceritakan pada ayahnya kejadian lima tahun yang lalu.Kejadian tersebut yang membuatnya dilema. Ia kira hanya dirinya yang merasa berhutang budi pada Sean. Bukan hutang budi, melainkan Zia mencuri uangnya dulu. Mungkin bisa disebut merampok Sean, karena ia tak menyisahkan satu sen pun di dalam dompet lelaki itu.“Kenapa, Nak?” tanya Darul menyadarkan lamunan anak gadisnya. “Apa ada masalah dengan tuan Sean? Atau kamu keberatan dengan permintaan ayah?”Zia langsung ngulum senyum. Ayahnya tak perlu tahu masalahnya. Tampaknya ia harus memantapkan hatinya untuk menebus kesalahannya pada Sean dan menuruti per
Baca selengkapnya
Make A Baby
“Tentu saja, Tuan Sean! Tuan Sean, bebas melakukan apapun pada putri saya, Zia,” ucapan santai Darul langsung membuat anak gadisnya membulatkan kedua bola matanya. “Ayah!” pekik Zia dengan tatapan sedikit nanar dan disusul wajahnya yang meringis tak terima. Sean tersenyum puas. Ia lalu tertawa kecil dan disusul tawa Darul. Tentu saja, Darul tahu kalau Sean hanya menggoda anak gadisnya. Ya, Darul dapat melihat wajah Sean yang sangat menyukai putrinya. Darul percaya kalau anak majikannya dulu, adalah orang baik. Ia hanya berharap Sean bisa membahagiakan Zia dan juga Zia bisa bahagia bersama Sean. “Kalau begitu, kami pamit dulu!” ucap Sean setelah ia puas melihat ekspresi kesal Zia. Zia tak punya pilihan lain selain menurut pada Sean. Sean memberikan waktu pada Zia untuk memeluk ayahnya. Darul pun melepas kepergian anak gadisnya bersama Sean. Hatinya terasa lega saat tahu Zia bekerja untuk Sean. Sementara Zia yang mengikuti langkah kaki Sean memilih menundukkan wajahnya. Ia masih
Baca selengkapnya
Harus Nurut!
Bayi dalam gendongan Sean, memekik girang saat ia dihadapkan pada Zia. Wajah Zia yang melongo dan terkejut karena ucapan Sean langsung teralihkan pada si bayi. Si Bayi mengulurkan tangannya pada Zia, seolah meminta digendong. “Pengen digendong sama Mbaknya juga yah,” seru si ibu bayi. Zia langsung meraih tubuh si bayi dari gendongan Sean. Ya, dengan cara tersebut ia harus mengalihkan fokus pikirannya dari ucapan Sean. Zia bahkan mengajak bayi tersebut bercanda. “Biasanya anak saya takut loh sama orang baru, ini malah pengen digendong,” ucap wanita itu seraya mengukir senyuman pada Zia. “Mungkin karena istri saya pengen cepet punya anak, Bu,” sahut Sean seraya membelai lembut wajah Zia. Zia hampir tersentak mendengar ucapan Sean. Lelaki itu berbohong untuk menggodanya lagi. Namun, tawa riang bayi dalam gendongannya mengalihkan fokusnya. Dua detik kemudian Zia merasakan ada aliran hangat mengenai lengan dan pinggangnya. Zia terkejut.
Baca selengkapnya
Ada Apa, Gadis Kecil?
“Bernapaslah!” ucap Sean setelah ia menjauhkan bibirnya dari bibir Zia. Ya, gadis itu terlalu terkejut dan sedikit panik saat Sean tiba-tiba mengecup bibirnya tanpa izin, ia kesulitan mengedipkan kedua bola matanya. Bahkan kedua bola matanya masih membesar sempurna dan itu juga yang membuat dirinya seperti tercekik hingga ia kesulitan bernapas. Zia masih belum bisa tersadar. “Gadis Kecil, bernapaslah! Atau aku akan menciummu lagi,” ancam Sean diikuti senyuman nakalnya. Bukannya Zia tidak bisa bernapas, tetapi rasa syoknya sulit untuk menghilang dan ancaman Sean berhasil menyingkirkan rasa syoknya. Akhirnya Zia berhasil menarik napas. Ia bahkan langsung mengedarkan pandangannya ke arah lain, lalu memilih menundukkan pandangannya seraya mengatur napasnya. Entah kenapa, Sean makin menyukai gadis di hadapannya. “Sudah bisa bernapas?” tanya Sean seraya menatap gadis di hadapannya. Zia tak menjawab. Ia hanya mengangguk. Sean pun tersenyum tipis, lalu merangkul meraih jari jemari Zia da
Baca selengkapnya
Sesak
Sean mengikuti arah pandangan Zia. Tatapan gadis itu tertuju tepat pada wanita paruh baya yang sedang berdiri di depan pintu lobi dan mengedarkan pandangannya pada setiap penjuru rumah sakit, seolah mencari seseorang atau mungkin bagian informasi. Ia meneliti lebih jelas wanita itu. Wanita itu memakai pakaian mini yang tertutup blazer selutut dan membawa tas tangan mini berwarna merah marun, selaras dengan warna blazer. Rambut pirang terurai panjang dan warna bibir merah merona, tak sesuai dengan usianya yang mungkin saja sudah memasuki kepala lima. Dari penampilannya saja menunjukkan kalau wanita itu bukan wanita baik-baik. Namun, saat melihat wajah tegang Zia dan ingatan Sean tentang ceritanya Zia lima tahun lalu sewaktu mabuk. Ia bisa menerka siapa wanita itu. Ya, dia adalah Resa, ibunya Zia yang bekerja menjadi mucikari di rumah bordil. “Gadis kecil?” Sean berusaha menyadarkan Zia, tetapi ia dapat merasakan jari jemarinya yang tertaut pada jari jemari Zia merekat kuat. “Maafkan
Baca selengkapnya
Terima Kasih
Sean menghubungi pak Sadin melalui telepon selulernya. Ia meminta agar pihak rumah sakit merahasiakan ruang rawat Darul. Tentu saja itu bukan hal yang sulit untuknya. Sean tidak ingin Zia ketakutan lagi seperti tadi. Lelaki itu juga meminta bantuan pak Sadin untuk mencari tahu tentang Resa. Semantara Zia yang berada di dalam mobil terus memandangi Sean yang sedang berbicara dengan telepon dari kaca depannya. Hatinya makin tersentuh dengan perhatian Sean. Jika bukan karena lelaki itu, mungkin ia terpaksa harus berhadapan dengan ibunya. Satu hal yang harus ia syukuri saat tahu kalau dirinya tinggal di mansionnya Sean selama kontrak menulisnya, ia bisa terhindar dari kejaran Resa. Selama ini Zia selalu berpindah-pindah tempat tinggal menghindari kejaran Resa. “Apa yang kamu takutkan dari lelaki itu, Zia?” gadis itu bertanya pada dirinya sendiri, kemudian ia menundukkan pandangannya. Ya, tak seharusnya ia terus menghindari dan ketakutan pada Sean. Bukankah dulu lelaki itu berbuat baik
Baca selengkapnya
Menghibur
Zia hanya bisa bertanya-tanya dalam hatinya tentang sikap Sean yang kini terlihat acuh. Ingin rasanya ia memulai pembicaraan setelah mobil yang dikemudikan Sean keluar dari tempat parkir, tetapi ia tak tahu harus berkata apa. Akhirnya ia memilih memandangi tepi jalanan untuk mengalihkan suasana hatinya. Sementara Sean hanya bisa tersenyum tipis tanpa menoleh ke arah Zia. Ia bisa merasakan gadis di sampingnya memasang wajah bosan dan penasaran. Zia bahkan menopang kepalanya dengan tangan kirinya yang berpangku pada laci pintu sampingnya. Sesekali Sean dapat mendengar gadis itu menghembuskan napas panjang. “Kamu tidak ingin bertanya?” Sean memancing perbincangan Zia. “Bertanya apa?” jawab Zia dengan nada malas, bahkan ia tak menoleh pada Sean. Zia masih setia dengan posisi semula, menopang kepalanya dan memandangi trotoar jalan yang dipenuhi para pedagang kaki lima. Sean mengerutkan dahinya. “Tentang kejadian tadi?” pancingnya. Zia refleks menoleh. Seketika ia teringat dengan ayahny
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status