All Chapters of Tersesat Di Dunia Pendekar : Chapter 1 - Chapter 10
107 Chapters
Terlempar Ke Yawadwipa
"Sial, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Raka. Kepalanya terasa sakit setelah terbentur sesuatu. Pandangan dari kedua matanya masih memburam. Ia masih berusaha memfokuskan kedua matanya untuk melihat sekelilingnya. Raka merasa bila dirinya seperti baru saja menaiki wahana ekstrim di taman hiburan.Ia masih menerka aroma yang ia cium dan apa yang ia sentuh dengan kedua tangannya. Semuanya seakan berbeda dari beberapa menit yang lalu. Rasa pusing yang menghinggapi kepalanya membuat Raka berpikir bila ia sedang bermimpi atau justru sedang berada di dunia lain..Ketika tangannya menyentuh benda di sekitarnya, Raka merasa ada sesuatu benda yang basah, lembek dan sedikit berserabut. Tangannya terus meraba hingga akhirnya Ia memutuskan untuk menoleh ke arah bawah. "Tanah?" Raka merasa heran. Raka juga menoleh ke arah sekelilingnya. Ia dikejutkan dengan penampakan pepohonan yang rindang nan lebat. Ia juga melihat ada kumpulan semak-semak yang mengerubungi sekitarnya. Angin yang menerpa t
Read more
Portal Gelombang Bencana
"Ngomong-ngomong, siapa namamu?" pria tua itu menoleh ke arah Raka."Raka–, Raka Sadendra." Ia menatap jauh ke arah perkampungan yang berada di ujung hutan. Namun perhatiannya malah terpancing ke arah kanannya. Ia melihat ada bangunan tinggi yang menjulang seperti gedung pencakar langit. Begitu tingginya hingga Raka bahkan tidak bisa melihat ujungnya. "Namaku adalah Ki Joko Gendeng. Aku adalah penghuni asli dari daerah sini. Bila kau butuh sesuatu, kau bisa bilang kepadaku," ucap si pria tua."Oh, apa otakmu sama gendengnya dengan namamu?" Sindir Raka. Ia tertawa kecil."Apa maksudmu?! Kau ingin bilang bila aku ini gila?!" Ki Joko Gendeng merasa gusar.Raka hanya memberikan senyuman ke pria tua itu. Ia tidak menunjukkan hal apa-apa lagi kecuali kepuasan hatinya setelah menghina pria tua itu. "Kakek, bangunan apa itu? Kenapa tinggi sekali?" Tanya Raka Sadendra.Ki Joko Gendeng menoleh ke arah bangunan yang ditunjuk oleh pemuda itu. Ia menjelaskan bila bangunan tersebut bernama menar
Read more
Pena Peminjam Barang
"Permintaan diterima!" Sosok itu mengkonfirmasi.JLEB!!!AAAARGH!!!Jeritan iblis bersayap terdengar begitu keras. Seketika organ dalam iblis tersebut terburai keluar bersamaan dengan darah hitam yang menggenang di permukaan tanah. Dalam hitungan detik, sang iblis menelan kekalahannya dan tewas ditempat setelah perutnya dipotong oleh gergaji mesin portabel yang di order oleh Raka Sadendra."Luar biasa, kau bisa berpikir, menulis dan bergerak dengan cepat. Aku salut pada semangatmu," ucap sosok pria berkumis."Ingat! Jangan pernah muncul tiba-tiba lagi dan memberi arahan selayaknya SPG dealer motor!" Teriak Raka. Ia merasa kesal dan terkejut."Demi apa pun, aku lemas…." Raka meletakkan gergaji mesin portabel di sampingnya. Ia tidak menyangka pena aneh bermotif batik itu bisa mengabulkan permintaannya. Namun beberapa saat kemudian, gergaji mesin yang ia pesan telah menghilang. "Siapa kau? Dan apa-apaan dengan pena ini? Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Raka merasa bingung. "Perken
Read more
Bersembunyi Di Gua
DAR! DAR! DAR!Rentetan bunyi peluru yang melesak cepat dari ujung senapan menggema ke seluruh penjuru desa. Raka yang begitu ahli dalam hal game battle royal membabat habis lima iblis bersayap tanpa bersusah payah. "Bagaimana caranya memakai senjata ini!" Ki Joko Gendeng malah melarikan diri dari dua iblis bersayap.AAAARGH!!!Aji Pamungkas juga ikut melarikan diri dan lari ke arah yang berlawanan dari Ki Joko Gendeng. Ia melintasi gang kecil dan berusaha bersembunyi dari kejaran tiga iblis bersayap. "Majulah!" Teriak Raka.Ia begitu lihai dalam soal menembak karena dirinya pernah mengikuti latihan tembak amatir bersama temannya. Meski pun sedikit mahal untuk biaya pelatihannya. Namun ia menikmati masa-masa menembak sasaran yang masih berupa benda mati. Tapi untungnya kali ini ia bisa menembak sasaran hidup yang jauh lebih menguji adrenalinnya."Alright! Next target!" Teriak Raka.Ia membidik salah satu iblis bersayap yang mengejar Aji Pamungkas. Dengan mengandalkan scope ukuran
Read more
Desa Liwung
Surya bersinar begitu terang di ufuk timur. Hari baru telah tiba, namun ketika Aji Pamungkas sedang menyiapkan sarapan, Raka Sadendra justru masih meringkuk nyenyak di dalam selimutnya. Pekerja kantoran itu meminjam selimut dari dunianya dan tidur dengan nyenyak sampai kesiangan. Ia bahkan kalah dengan seorang anak berusia 10 tahun yang sudah bangun 3 jam lebih awal. "Raka, bangunlah. Sarapan sudah siap." Ki Joko Gendeng coba membangunkan si pemalas. "Hah…? Maaf, ada apa?" Ucap Raka.Ia baru membuka setengah kelopak matanya. Dirinya masih mengintip keberadaan Aji Pamungkas dan Ki Joko Gendeng."Bangun! Cepat makan dan kita bisa melanjutkan perjalanan ke Jakatira!" Bentak Ki Joko Gendeng.Ia sudah selesai dengan daging kelinci liar miliknya. Pria tua itu bahkan menggunakan batang kecil untuk mengeluarkan sisa daging dari gigi-giginya."Oke, aku bangun. Tolong jangan berteriak seperti ibuku. Aku masih mengalami jet lag karena tersesat di dunia bodoh ini," keluh Raka. Ia mencium ada a
Read more
Janji Raka Untuk Dyah Lokapala 
"Apa kita akan di sini sampai besok?" Tanya Raka. "Tidurlah, kau masih beruntung karena diberi tempat untuk tidur. Banyak orang asing yang memasuki desa Liwung yang pulang tanpa nyawa," ungkap Ki Joko Gendeng.Ia segera merebahkan dirinya di ranjang empuk. Mereka bertiga mendapatkan perlakuan spesial bukan karena si kepala desa adalah teman dari Ki Joko Gendeng. Melainkan karena Raka dan pernyataan revolusioner miliknya. Bagi kepala desa, Raka seperti manusia unik yang belum pernah ia temui. Ketika Raka mengucapkan hal itu, ia seperti melihat jiwa muda dirinya di dalam diri Raka Sadendra."Kuharap besok ia tidak menyiapkan bumbu-bumbu untuk memasak kita," ucap Raka. Ia melelapkan kedua matanya. Hanyut ke dalam alam mimpi. Namun ketika ia hendak menyelami dunia imajinasinya di alam mimpi, ada suara yang memanggilnya dengan aksen seperti siulan burung yang terus saja mengganggunya. Raka baru menyadari bila suara
Read more
Sampai Di Rawa Tengkorak
"Raka, cepat bangun," sapa Ki Joko Gendeng. Kedua mata pemuda itu perlahan membuka. Meski ia masih mengantuk, Raka berusaha untuk segera sadar. Terlihat mulutnya sesekali masih menguap lebar. Ia langsung berdiri dan menoleh ke arah sekitar. "Cepat mandi, kita akan segera menemui kepala desa untuk pamit," ucap Ki Joko Gendeng. Aji Pamungkas dan Ki Joko Gendeng telah menyantap sarapan berupa nasi uduk sederhana buatan salah satu wanita yang ditugaskan menjaga mereka. "Jangan terburu-buru. Aku biasanya mandi sekitar satu jam. Banyak hal yang aku lakukan di kamar mandi," ungkap Raka. Ia segera bergegas menuju ke kamar mandi.Di lain tempat, Dyah Lokapala beserta para petinggi desa lainnya telah berada di balai desa untuk mempersiapkan sebuah acara khusus. Begitu banyak umbul-umbul yang terpasang menghiasi rumah-rumah dan jalan desa. Para penduduknya pun mengenakan pakaian terbaik mereka dan membawa
Read more
Munculnya Iblis Air
Raka menulis sesuatu di telapak tangannya. Sembari ia menulis, Aji Pamungkas segera menyusul Ki Joko Gendeng untuk menyelamatkan istri Raka. "Astaga! Baru beberapa saat menjadi seorang suami, aku harus diuji dengan cara gila seperti ini!" Keluh Raka. Ki Joko Gendeng melemparkan tongkatnya ke arah akar itu. Namun sayangnya tidak mengenainya. "Ki, gunakan teknik bela dirimu!" Teriak Aji Pamungkas. "Teknik apa?! Jangan bicara yang tidak-tidak! Cepat raih saja tangan Dyah Lokapala!" Teriak Ki Joko Gendeng.Aji Pamungkas langsung mengejar tubuh Dyah Lokapala yang terus ditarik oleh akar itu. Dan ketika hendak masuk ke dalam sebuah kolam berukuran lumayan besar, Aji Pamungkas melompat dan segera menggenggam tangan dari wanita itu. "Dapat!" Ucap bocah itu. "Aji! Tolong jangan dilepas!" Dyah Lokapala merasa takut. Ia sampai menangis karena nasib buruknya. Di lain sisi, Raka segera berlari ke arah Aji dan Dyah Lokapala. Ia membawa gergaji mesin portabel untuk memotong akar berwarna hija
Read more
Jakatira; Kota Para Pendekar
"Aku tinggal di ujung rawa ini. Ketika ada jeritan dari iblis air, aku segera bergegas kemari untuk melihatnya," ungkap Ki Sastro. "Oh, jadi kau tinggal di ujung rawa. Tapi tunggu dulu, kenapa kau bisa tinggal di sana?" Tanya Raka. Pikirannya mulai melalang buana ke berbagai kemungkinan. Ia tidak menyangka ada yang mau mendiami rawa kotor, bau, dan penuh dengan iblis. "Ceritanya panjang. Tapi aku sangat senang karena kalian berhasil mengalahkan iblis itu dan menyelamatkan rawa," ungkap Ki Sastro. Ketika keduanya masih berbincang, Aji Pamungkas, Ki Joko Gendeng, dan Dyah Lokapala menghampiri pria tua aneh yang berada di dekat Raka Sadendra. Dyah Lokapala merasa penasaran dengan sosok pria tua lusuh yang terlihat berantakan itu. "Maaf, Anda siapa? Kenapa ada di sini?" Tanya Dyah Lokapala."Oh, perkenalkan, ia adalah Ki Sastro. Beliau tinggal di ujung rawa ini. Ia bilang bisa mengantarkan kita ke kota Jakatira. Ia juga bilang kalau dirinya kenal dengan salah satu ketua klan pendekar,
Read more
Bertamu Ke Kuil Surga
Mereka diantarkan oleh pemuda itu menuju ke sebuah kuil besar yang diperuntukkan untuk beribadah. Ternyata pemuda berkepala botak tersebut adalah salah satu anggota dari kuil tersebut. "Jadi kau adalah bagian dari kuil ini. Pantas saja, aku merasa ada yang aneh dengan caramu berpakaian," pikir Raka. "Maaf bila caraku berpakaian mengganggumu," ucap Jaka Tira. "Tidak, aku tidak merasa diganggu. Diriku cuma mengagumi bagaimana toleransi di dunia ini bisa terjalin begitu kuat. Berbeda dengan duniaku," ungkap Raka. "Apa maksudmu? Duniamu?" Jaka Tira tidak mengerti dengan ucapan Raka. "Tidak usah dipikirkan. Anggap saja guyonan bocah bodoh," timpal Ki Joko Gendeng yang langsung merangkul Jaka Tira. Dyah Lokapala segera menarik kerah baju suaminya. Ia membisikkan sesuatu di telinga Raka. "Jangan bicarakan duniamu kepada orang asing! Mereka akan menganggap kau itu mata-mata iblis! Mereka adalah para pendeta dari kuil surga. Kekuatan mantra mereka bisa menjatuhkan puluhan iblis hanya de
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status