Semua Bab Ketika Istri Mulai Beku : Bab 51 - Bab 60
70 Bab
51 Istri yang Sempurna
"Ngapain?" tanyaku senyum-senyum."Udah yok! Cepetan!" Luna menarik tanganku dengan cepat. Seketika ingatanku mengenai masalah di resto jadi lenyap. Aku hanya mengikuti Luna dengan pasrah. Kok deg-degan ya?Setelah kami berada di kamar, Luna menutup pintu dan menyuruhku untuk duduk di ranjang. Waw, apa istriku akan mengambil kendali kali ini. Luna tampak berjalan ke arah nakas, seperti mengambil sesuatu dalam laci yang tidak bisa kulihat dengan jelas, karena posisinya yang berdiri membelakangi.Kini Luna berjalan menghampiri dan duduk si sampingku. Ada sesuatu dalam genggamannya. Menanggapi raut wajah penasaranku, Luna malah tersenyum dan meraih tanganku dan meletakkan sesuatu."ATM?" Aku menatap benda di tanganku dengan seksama. Ini ATM yang sudah kuberikan pada Luna waktu itu."Saldonya masih utuh. Semoga ini cukup.""Tapi, Sayang. Ini 'kan milik kamu.""Kan punya aku juga punya kamu, Mas. Apa salahnya bantu suami ketika sedang kesulitan. Lagian itu 'kan hasil kerja keras Mas s
Baca selengkapnya
52 Fakta Lain
Namun,pagi ini ... orang yang berhasil membuat hatiku hangat telah berhasil mengubahnya dalam semalam. Cukup singkat waktunya. Suasana hatiku berubah saat ini. Panas. Sampai ingin menghancurkan ponsel yang berada di tanganku."Mas, ayo sarapan dulu." Aku menoleh ke arah Luna yang kini berdiri di depan pintu. Senyumnya cukup sumringah seperti tidak sedang menyembunyikan apapun dariku. "Luna ...." aku menatapnya entah, tidak tahu bagaimana menjelaskan apa yang tengah kurasakan melihat raut wajah yang dia tunjukkan."Iya, Mas. Kenapa?"Aku menghampirinya dengan nafas berat. "Laki-laki yang memeluk istriku dalam foto ini ... siapa, Luna?" Aku menyodorkan ponsel padanya, menunjukkan foto yang kuterima beberapa menit yang lalu lewat aplikasi WA. Dari nomor tak di kenal. "Mas, i—ini ....""Jawab, Luna! Ini laki-laki yang waktu itu pernah datang ke rumah kita, kan? Dia juga yang pernah joging sama kamu waktu itu kan?" Luna tampak meremas jemarinya, sesekali menatapku ke arahku sebelum
Baca selengkapnya
53 Riko Sang Pahlawan
Keyakinan merupakan suatu pengetahuan di dalam hati, jauh tak terjangkau oleh bukti—Kahlil Gibran.Suara hati Dipta:Kenapa aku harus kecolongan lagi? Sehancur apa lagi hatinya karena ulahku kini? Maaf, aku yang terlalu bodoh untuk memahami kamu..Tiba di area yang sepi, aku menepikan mobil dan duduk di bahu jalan. Dadaku mulai penuh bertambah dengan pikiran yang semakin kacau. Riuh sekali. Oh, kini aku paham. Betapa sakitnya dikhianati. "Tega sekali kamu, Luna!" Aku meremas rambut kuat-kuat. Sakitnya masih belum sebanding dengan perih yang mulai menyelimuti dadaku. Tahukan, betapa pentingnya harga diri bagi seorang laki-laki. Dan seseorang baru saja menghancurkannya. Andai aku masih di sana, mungkin sudah kuhabisi laki-laki itu."Bajingan!""Dasar pengkhianat!" Huft!Berteriak membuatku sedikit lega, meski nafasku mulai terengah-engah. Setelah puas menangis dan meraung seperti orang gila, aku memutuskan untuk pulang. Pulang dengan sepotong hati yang tak lagi utuh, seperti mat
Baca selengkapnya
54 Wanita Di Kursi Taman Itu
Tindakan adalah cinta yang ditunjukkan—Kahlil Gibran. .Tempat pertama yang menjadi tujuanku adalah kafe, di mana aku meninggalkan Luna tadi sore. Bersama ... laki-laki yang sangat ingin kuhabisi itu. Emir. Laki-laki itu ingin menghancurkan rumah tanggaku dan merebut Luna dariku. Dan bodohnya, aku baru sadar setelah tertampar dengan perkataan Riko. "Argh ...!"Tiba di kafe, aku langsung memarkirkan mobil, dan segera turun berjalan ke titik di mana kami sempat beradu mulut beberapa jam yang lalu. Sebelum hari segelap ini. Tapi, nihil. Istriku tidak ada di sana. Bayangnya pun tidak tertinggal sama sekali. Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku berinisiatif masuk ke dalam kafe, langkahku terhenti di depan pintu kaca itu, sementara mataku menelusuri setiap sudut ruangan yang lumayan luas itu untuk mencari keberadaan Luna. Tapi, tidak kutemukan tanda-tanda istriku berada di salah satu meja pun. Aku juga sempat bertanya pada beberapa laki-laki muda berseragam tertentu, dengan menceritaka
Baca selengkapnya
55 Ending
Aku mencintaimu lebih dari kata-kata yang dapat menguasai masalah, lebih mahal dari penglihatan, ruang dan kebebasan—William Shakespeare.."Sayang, bangunlah! Jangan buat aku takut!" jeritku dengan suara tertahan. Namun, air mata sudah mengalir deras di kedua pipi. Mungkin jika dideskripsikan, aku seperti anak kecil yang sedang menangis ketakukan karena sesuatu yang berbahaya baru saja terjadi dengan ibunya.Sebagaimana besarnya ketakukan anak kecil itu. Seperti itulah rasa takut yang kini menghampiriku. Hatiku menjerit keras, memaksa benda-benda langit yang sedang melihat ku dalam keadaan menyedihkan dari atas sana agar ikut membantuku membangunkan Luna. "Mbaknya kenapa, Mas?" Aku menoleh ke arah seorang wanita yang melintas dan berdiri di dekat kursi yang kududuki, kutaksir usianya sebaya dengan istriku."Enggak tau, Mbak. Tiba-tiba istri saya tidak sadarkan diri," ujarku tanpa bisa menyembunyikan isak tangis. Masa bodoh wanita ini akan mengira aku laki-laki cengeng. "Coba ini
Baca selengkapnya
56 Ekstra part 1
Jika Anda menemukan seseorang yang Anda cintai dalam hidup Anda, maka pertahankan cinta itu—Lady Diana_Princess of Wales. .Gerakan tanganku yang memainkan rambutnya membuat Luna terusik hingga tubuhnya menggeliat. Memaksaku untuk menahan gerakan tangan sebentar sampai wanita yang memiliki tempat spesial di hatiku itu tampak kembali nyaman dalam tidurnya. Menit kemudian, aktivitasku yang semula kembali berlanjut. Memainkan rambut hitam legam sepinggang milik Luna. Yang tidak lama ini sudah dia tutupi dengan hijab di depan orang-orang selain aku. Semuanya milikku, kan, Lun?Tentu saja, makanya aku tidak rela kalau sampai orang lain melihatnya. Aku meilirik jam yang menggantung di dinding kamar kami. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga lebih. Mata mulai terasa berat ditambah efek lelah setelah kegiatan kami yang baru saja selesai beberapa menit yang lalu. Tapi, aku tidak ingin tidur. Lebih tepatnya tidak boleh tertidur. Aku tidak ingin melewatkan kesempatan melihat wajah—yang ke dep
Baca selengkapnya
57 Ekstra part 2
Tapi, tangannya tidak terus bergerak mengisi makanan ke piringku. Lucu, kan? Wanita memang seperti itu. Lain di mulut lain di hati. "Ya, enggaklah. Iya, kan, Mbok?" Aku menatap ke arah Mbok Asih mencari pembelaan."Hehe. Bapak, Ibu, kalau gitu saya permisi ke belakang dulu, ya." "Mbok Asih enggak ikut sarapan sama kita?" tanya Luna sembari menarik kursi di sebelahku."Enggak usah, Bu. Saya sarapan di belakang saja. Lagian Bapak dan Ibu pasti perlu waktu berdua sebelum Bapak pergi," jelas Mbok Asih kemudian berlalu.Meninggalkan kami yang saling menatap satu sama lain. "Sayang, kenapa kata-kata Mbok Asih mengandung unsur melankolis, ya? Apa Mbok sengaja?" tanyaku pada Luna."Iya, Mas. Tiba-tiba aku jadi sedih." "Apa sebaiknya Mas tidak jadi pergi saja?" Aku mencoba memberi saran. Seketika raut wajah istriku yang tadinya sendu tampak seperti singa yang siap menerkam mangsa."Hehe. Mas cuma bercanda kok, Sayang. Ayo, kita sarapan.""Eh, tapi ingat ya, Sayang. Hukumannya jangan sampa
Baca selengkapnya
58 Ekstra part 3
Hal terbaik untuk dipegang dalam hidup adalah satu sama lain—Audrey Hepburn..Pagi ini kuawali dengan kesepian. Sangat berbeda. Jika biasanya akan ada yang membangunkanku dengan kecupan-kecupan hangat di pipi di waktu subuh. Lalu, ada yang mengisi piring dengan menu kesukaan, dan berlanjut sarapan ditemani obrolan sangat kadang juga sedikit mesra di meja makan. Hari ini tidak begitu. Subuhku mungkin terlewat jika saja alarm tidak kuatur semalam. Sarapan pagi ini, hanya dengan secangkir teh dan sepotong roti. Tidak ada baju yang akan kugunakan untuk hari ini di atas ranjang. Tidak ada morning kiss. Tidak ada nasi goreng spesial buatan Luna. Tidak ada yang bisa kugoda dengan pertanyaan-pertanyaan vulgar mengenai kegiatan kami di malam hari."Hufft! Begini amat jadi suami rasa duda." Jika begini tidak perlu menunggu hingga beberapa Minggu ke depan. Sekarang saja aku sudah kelimpungan. Ah, Luna. Apa dia juga merasakan seperti yang aku rasakan. Apa dia juga merindukanku. Maksudku, apa
Baca selengkapnya
59 Ekstra part 4
"Auwh! Sakit, Yang."Aku meringis. Sedikit perih saat ujung kapas di tangan Luna mengenai sudut bibirku. Ya. Perihnya hanya sedikit. Tapi, aku sengaja berlagak seperti orang yang tengah sekarat demi sebuah rencana. Dan berharap wanita yang selalu memenuhi kepalaku ini tidak menyadarinya. 'Kalau tahu bakal begini endingnya, harusnya aku membiarkan Emir memukulku di beberapa bagian lainnya.'"A—auwh!"Kali ini aku merasakan sakit beneran, sepertinya istriku sengaja ingin menyiksaku. Kapas ditangannya terasa ditekan ke bekas luka tadi."Saat berkelahi tadi apa Mas ingat dengan sakit?" ucapan Luna terdengar tajam, setajam tatapan matanya. Tidak. Itu sorot kekhawatiran. "Maaf." Alih-alih beralibi, hanya itu sepatah kata itu yang keluar.Apakah kata 'maaf' itu untuk sebuah rasa bersalah yang harus kubayarkan. Ya. Aku merasa bersalah sudah membuatnya susah menyusulku hingga matanya menjadi sembab karena menangis. Dan apakah aku menyesal. Tidak sama sekali. Hati kecilku menghangat dikhawa
Baca selengkapnya
60 Ekstra part 5
Sejauh ini, semuanya tampak berjalan lancar. Meski hatiku belum bisa tenang sebelum acara grand opening ini selesai. Begitu juga dengan Riko, dia sempat memberitahuku kalau perasaannya tidak bisa tenang. Mungkin wajar, karena ini pengalaman pertama kami. Setelah mengalami beberapa kendala, akhirnya kami sampai di titik ini. Beruntung, kami punya wanita-wanita hebat yang selalu menguatkan. "Sayang, itu papa sama mama udah datang. Kita samperin, yuk," bisikku pada Luna yang sedang mengobrol dengan beberapa temannya. "Aku ke sana dulu, ya. Kalian silahkan nikmati hidangannya." Setelah Luna berpamitan pada teman-temannya. Aku segera menuntunnya menghampiri papa dan mama mertuaku. "Assalamualaikum, Papa, Mama." "Waalaikumsalam."Aku dan Luna bergantian mencium tangan keduanya. "Maa, kangen!" Istriku langsung menghambur ke pelukan mamanya."Mama juga kangen banget sama kamu. Uhhh, sombong banget kalian ya, enggak pernah jenguk Mamah lagi." "Hehe. Bukan gitu, Ma. Akhir-akhir ini Mas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status