All Chapters of Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku: Chapter 11 - Chapter 20
38 Chapters
Bab 11 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Ustriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGSebenarnya aku malu harus meladeni kekonyolanmu itu, Mas. Tapi ucapan demi ucapan yang kamu lontarkan selalu menyakitkan. Memberi sedikit pelajaran memang harus aku lakukan. "Cepat kamu ambil kunci motorku!" Mas Heru menarik kasar baju badutku dari belakang. Untung saja aku bisa mengimbangi badan sehingga tidak terjengkang."Jangan kasar sama perempuan, apalagi dia sedang hamil," balas Bu Wati yang tiba-tiba datang mem*k*l keras kepala Mas Heru."Tidak usah ikut campur perempuan tua. Ini urusanku dengan badut g*la itu," ucap Mas Heru seraya menunjukku.PLAKKKPLAKKKDua tamparan keras membuat pipi Mas Heru seketika memerah. "Badut gil*? Lagi-lagi kamu mengucapkan kata-kata itu. Bukannya kamu yang tidak w*ras? Aku, yang kamu sebut g*la tak lain Ibu dari darah dagingmu." Mas Heru memegang pipinya dengan wajah penuh amarah. "Aku tidak yakin itu anakku, bisa saja 'kan selama ini kamu juga memiliki selingkuhan. Aku 'kan jarang di rumah.
Read more
Bab 12 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU"Ngga usah bicara apapun, Mas. Urus sendiri, tuh, motor kamu." Ida meremas kesal tangannya, dia terlihat sangat marah. "Da, kamu mau ninggalin Mas sendirian di sini? Ini kuncinya belum bisa diambil." Aku berusaha mengejar langkah Ida yang hendak menyeberang."Aku 'kan sudah bilang, urus sendiri. Lagian kamu itu benar-benar kurang kerjaan, ya, Mas. Nyari makan siang saja sampai ke sini. Aku yakin, kamu memang sengaja pengen ketemu si badut g*la itu."Niatku memang ingin memberi pelajaran pada Ning, tapi aku tidak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini. Bahkan Ning berani sekali men*njokku sampai memar seperti ini. "Oke, Mas minta maaf. Tapi bantuin Mas ngambil kuncinya, ya. Biar kita bisa cepat balik ke pabrik.""Apa?" ucap Ida dengan mata melotot. "Maksudnya aku mesti turun ke selokan dan ngambil kuncinya? Begitu?""Tepat, kamu memang perempuan cerdas. Mas belum bilang saja, kamu sudah tahu. Tolong, ya." Aku menangkupkan kedua tangan, mem
Read more
Bab 13 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGDari tadi menunggu Bu Wati, tapi beliau tidak balik-balik. Akhirnya aku pun berusaha mencari ke kamar mandi seperti pamitnya. Kakiku terhenti ketika melihat Bu Wati dan pria yang mengejarnya seperti sedang berdebat. Pria tersebut berkali-kali memegang tangan Bu Wati, tapi dengan cepat pula Bu Wati selalu menarik tangannya kembali. Takut terjadi apa-apa dengan Bu Wati, aku pun berjalan mendekati mereka. "Maaf, Bu. Ada apa ini?" tanyaku yang membuat mereka langsung terdiam. "Ning khawatir karena dari tadi Bu Wati tidak balik. Makanya saya mencari Ibu," terangku."Tidak ada apa-apa, Ning. Ibu baik-baik saja. Ayo kita balik ke tempat tadi," ajaknya."Tunggu! Tolong terima uang ini. Ibu jangan jadi badut lagi!" ucap pria tersebut sembari meraih tangan Bu Wati dan meletakkan sebuah amplop cokelat.Tiba-tiba Bu Wati meletakkan amplop tersebut di atas tanganku. "Uang ini untuk kamu saja, Ning. Buat modal usaha biar kamu tidak perlu panas-pa
Read more
Bab 14 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU"Siapa, sih, ini?" ucapku ketika ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal sampai sembilan kali. Saat bekerja, ponsel memang aku simpan dalam loker. Dan aku silent.Karena penasaran, aku pun menelepon balik nomor tersebut. "Hallo, selamat siang," jawabnya."Siang. Maaf, ini siapa, ya?" tanyaku."Oh, ini nomor yang tadi dihubungi sama Mbak Ning, ya?""Mbak Ning?" Ngapain Ning meneleponku segala? Jangan-jangan dia mau minta uang. Karena sudah lama tidak terlihat menjadi badut."Iya, Mbak Ning–pasien di sebelah kakak saya. Tadi dia pinjam ponsel saya, katanya untuk menghubungi suaminya.""Pasien? Memangnya Ning di rumah sakit?""Lho, ini suaminya bukan? Masa' iya istri melahirkan tidak tahu.""Sa-saya memang suaminya, tapi saya di luar kota. Jadi wajar 'kan kalau saya tidak tahu Ning melahirkan," jawabku sedikit emosi."Memangnya istrinya ngga dibeliin ponsel sama anda? Kasihan 'kan kalau ada hal penting seperti ini. Bagaimana dia mau ngabari?
Read more
Bab 15 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGAku terus berdoa ketika rasa sakit luar biasa mulai sering kurasakan. Mengatur napas, berusaha menikmati setiap proses menjelang kelahiran. Dadaku terasa sesak ketika menatap setiap calon ibu yang satu ruangan denganku menunggu pembukaan lengkap ditemani suami dan juga keluarganya. Mereka berusaha menenangkan ketika rasa sakit tak tertahankan datang. Ada yang teriak dan berkali-kali bilang tidak kuat. Ada juga yang reflek tiba-tiba mengejan. Suasana yang membuat hati ini pilu. Aku–di sini sendiri. Sesekali seorang perawat mendekat dan mengelus pinggangku ketika aku merintih sakit. Akhirnya hal yang kulakukan agar tetap kuat adalah memupus untuk tidak mengasihani diri sendiri. Karena saat ini aku harus menyiapkan mental, berjuang demi buah hati yang sebentar lagi akan hadir ke dunia. Untaian doa tak hentinya kupanjatkan pada Rabb'ku. "Aku ikhlas atas jalan hidup ini ya Allah," ucapku dengan air mata yang menetes dengan sendirinya.
Read more
Bab 16 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKURasanya benar-benar hampa. Sudah dua minggu ini Ida marah padaku. Dia memintaku untuk tidak menemuinya dulu sebelum aku dan Ning resmi bercerai. Ida merasa tidak nyaman dengan sebutan pelakor yang ditujukan padanya.Semua karena mulut ember teman-teman pabrik. Memangnya mereka tahu apa soal rumah tanggaku dengan Ning. Bisa-bisanya nyebut Ida sebagai pelakor. —-------------Diam-diam aku datang ke kontrakan Ida. Rasa rinduku sudah tak terbendung lagi. Dia benar-benar cuek saat bertemu di tempat kerja. Di telepon, di chat tidak ada respon sama sekali. Aku memesan bucket bunga mawar yang tengahnya aku sisipkan kotak perhiasan berisi kalung beserta liontin. Semoga saja usahaku ini bisa meluluhkan hatinya."Ida, Ida, tunggu dulu. Mas kangen banget sama kamu," terangku dengan menahan pintu saat dia mau menutup kembali ketika melihat aku datang. "Aku 'kan sudah bilang sama Mas Heru, jangan temui aku kalau belum resmi bercerai. Aku malu, Mas. Teman
Read more
Bab 17 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGTangisan Fathan mengalihkan pandanganku pada Mas Heru yang baru saja pergi. Aku segera membalikkan badan untuk masuk kembali. Baru saja langkah ini sampai di ambang pintu, terdengar suara klakson yang membuatku menoleh ke halaman.Mobil Bu Wati?"Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam, Bu.""Ibu, sendiri?" Aku memastikan dengan menatap ke arah mobil."Iya, Ibu nyetir sendiri. Itu Fathan nangis, Ning.""Astaghfirullah. Mari, Bu, masuk!"Aku segera mengambil Fathan dari kamar dan menggendongnya."Aduh, cucu Nenek. Ning, Ibu gendong Fathan, ya."Aku pun memberikan Fathan pada Bu Wati. Fathan terlihat nyaman di gendongan beliau. Dia sangat anteng."Tadi Ibu seperti meli-hat ….""Mas Heru?" sambungku sebelum Bu Wati meneruskan ucapannya. "Iya, Bu. Dia memang dari sini.""Alhamdulillah, akhirnya ingat juga dengan kalian.""Dia datang ke sini hanya untuk membicarakan soal perceraian, Bu. Bahkan masuk dan melihat Fathan saja tidak."Bu Wati me
Read more
Bab 18 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUAkhirnya, waktu yang kutunggu datang juga. Hari ini aku sengaja ambil libur untuk mengurus perceraianku dengan Ning ke pengadilan. Sudah tidak sabar rasanya untuk berpisah dengan perempuan itu dan menikah dengan pujaan hati–Ida.—----------Tiga minggu setelah pengajuan gugatan cerai, akhirnya aku mendapat surat panggilan dari pengadilan agama. Sidang pertama akan dilaksanakan tiga hari lagi.Setiap mendapat kabar bahagia seperti ini aku tak pernah absen memberitahu Ida.Baru saja memikirkan dia, orangnya datang. Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Sudah beberapa hari ini Ida membawa motorku. Aku pun mengalah dengan naik angkot saat berangkat kerja. "Tumben datang ke kost, Mas," tanyaku."Memangnya ngga boleh?""Boleh, dong, tapi ngga biasanya kamu mau ke sini. Kebetulan Mas juga ngga lembur."Ida turun dari motor dan duduk di kursi teras depan. Aku melihat motorku ada yang beda, lecet di mana-mana. Bagian body sangat parah."D-Da, ini mo
Read more
Bab 19 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGAku harus tegar menghadapi sidang perceraian hari ini. Meski tak bisa dipungkiri, kalau hatiku terluka. Bukan karena Mas Heru lebih memilih perempuan lain daripada aku, bukan. Tapi lebih ke rasa sakit saat melihat Fathan. Anak yang tidak tahu apa-apa harus menjadi korban. Ya … hari ini aku akan menghadiri sidang perceraian pertamaku dengan Mas Heru. Aku akan berusaha terus hadir sampai sidang putusan nanti. Akan kutunjukkan di depan Mas Heru bahwa aku perempuan yang kuat.—-----------Tidak pernah terbayangkan sekitipun dalam benakku, kalau saat ini akan membawa seorang anak yang belum genap tiga bulan ke pengadilan agama. Anak sekecil Fathan yang seharusnya sedang merasakan kehangatan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, kini justru akan ikut hadir dalam sidang perceraian ayah dan ibunya. "Ning, apa kamu benar-benar sudah siap menghadiri sidang perceraian ini?" tanya Bu Wati yang memang ingin mengantarku. Nanti beliau akan me
Read more
Bab 20 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUItu beneran badut tua 'kan? Kenapa penampilannya beda sekali. Naik mobil mewah pula. Berkali-kali mengusap kedua mataku, memastikan kalau memang tidak salah lihat. Badut tua yang dulu mangkal di lampu merah bersama Ning, sekarang berubah seratus delapan puluh derajat. Dia seperti orang kaya raya. Tapi mana mungkin secepat itu dia menjadi kaya. Masa' iya dia kaya karena menjadi badut. Impossible.Terdengar panggilan masuk dari Ida. Segera mengambil ponsel dari saku celana dengan pandangan masih tertuju pada badut tua dan juga Ning."Hallo, Da.""Gimana, Mas, sidangnya? Lancar?""Lancar, dong. Untung Ning tidak mempersulit.""Bagus, deh, kalau begitu.""Kenapa? Kamu sudah tidak sabar ingin menikah denganku, ya.""Ngga juga, sih. Yang penting Mas Heru punya uang dan bisa memberikan apa yang aku butuhkan. Karena itu salah satu poin penting untuk pria yang ingin menikahiku. Harus punya rumah, kendaraan sendiri, syukur-syukur mobil."Aku hanya mam
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status