Semua Bab Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati: Bab 111 - Bab 120
228 Bab
111. Memburuk
Nadhif langsung masuk ke dalam kamar dan meninggalkan Aminah yang sedikit melirik ke belakang. Pemuda itu tampak bersimpuh di sebelah Nadina dam memangku kepala Nadina yang mata sembabnya telah terpejam. “Umi! Apa yang terjadi pada Nadina?! Kenapa Nadina pingsan, Umi?” teriak Nadhif kembali menoleh ke arah Aminah. “Bukannya istrimu saat ini memang lemah, Nadhif? Jangan banyak bertanya dan cepat bawa saja dia ke rumah sakit.” Aminah langsung berjalan meninggalkan kamar itu. Nadhif merasa tersayat tatkala melihat dan mendengar apa yang dikatakan Aminah kepadanya merujuk pada sang istri. Sebegitukah bencinya sang umi karena musibah yang menimpa istrinya itu? Tetapi pemuda itu tak memiliki banyak waktu. Dengan tenaganya yang baru saja terkuras pada kegiatan pondok, ia berusaha mengangkat tubuh sang istri. Ia tampak segera keluar dari dalem dengan Nadina yang berada di gendongannya. Hampir mencapai mobilnya, Melati melintas dan ikut panik melihat Nadina yang tak sadarkan diri itu. “M
Baca selengkapnya
112. Cocok
“Kenapa kamu bertanya seperti itu, Melati? Apa saya tampak akan mengacuhkan istri saya?” tanya Nadhif. “Maaf, bukan begitu, Gus! Tetapi dari pertanyaan Mbak Nadina kemarin, saya merasa Mbak Nadina seperti sedang mencari alasan yang tepat untuk menguatkan fakta bahwa Gus akan menikah lagi. Beliau bertanya, jika dengan sang istri pertama keduanya tidak bisa bahagia, bukankah lebih baik mengizinkan sang suami menikah lagi,” tutur Melati. Nadhif menundukkan pandangannya sementara tangannya mengelus tangan Nadina perlahan. “Saya tidak pernah bermimpi untuk menikahi dua wanita atau bahkan lebih dalam hidup saya, Melati. Saya selalu ingin hanya mencintai Nadina apapun yang terjadi. Tekanan dan apa yang terjadi saat ini, itulah yang pasti membuatnya meminta saya untuk menikah kembali.” “Saya paham, Gus! Ini pasti keputusan yang sangat sulit untuk Gus Nadhif ataupun Mbak Nadina. Tetapi jika boleh, jangan tinggalkan Mbak Nadina, Gus! Saya tahu setiap orang menginginkan kehadiran putra putri
Baca selengkapnya
113. Bukan Pasangan
Nadhif menghentikan tangan Nadina yang saat itu terus mengelus pundaknya berdalih merapikan pakaian baru yang dikenakan Nadhif. Pemuda itu mencekal tangan Nadina lalu menatapnya dalam. Mata Nadina semakin berair saat kedua matanya bertemu pandang dengan mata Nadhif. Nadhif yang tak paham dengan situasi di sana pun semakin kelu melihat sang istri. Tak membalas pertanyaan sang suami, Nadina kini malah tampak menjatuhkan tubuhnya kepada Nadhif dan memeluknya erat. Dengan cepat pula ia mengusap matanya dan menarik napas dalam agar tak jadi menangis. “Apa Nadina salah jika hanya ingin memuji suami, Nadina? Nadina tidak berbohong! Mas tampak sangat sempurna dengan pakaian ini!” pekik Nadina. “Kamu sangat aneh, Nadina! Saya tidak paham. Ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari saya?” tanya Nadhif sembari melepaskan pelukan Nadina dari dirinya. Nadina menggeleng pelan sambil berusaha tersenyum. “Tidak, tidak ada. Nadina hanya ingin memuji ketampanan Mas Nadhif saja!” pekik Nadina. “Kemar
Baca selengkapnya
114. Izin Tanpa Hadir
Nadhif langsung menoleh ke arah kerabat yang baru saja memekikkan kalimat penuh kebahagiaan itu. Wajah pemuda itu tak dilakukan lagi jika sedang dalam kebingungan yang amat dalam. “Maksud bude apa?” tanya Nadhif seketika membuat sang kerabat itu menoleh dam terkekeh. “Kamu ini bagaimana sih, Nadhif! Acara ini dibuat untukmu! Ya meskipun kami sedikit terkejut karena kamu setuju untuk menikah lagi, tapi apapun untuk kamu, Nadhif! Hari ini adalah pengajuan lamarannya!” Mata Nadhif seketika melotot. Pandangannya langsung mengarah ke sekitar, mencari keberadaan sang umi tentunya. Dan seperti yang terjadi di sana, Aminah dan Ali tengah mempersilakan keluarga Putri Azalea yang tak terlalu banyak itu ke bangku yang berada di hadapan Nadhif. Sempat sekali Azalea menatap Nadhif dengan senyumnya yang tampak manis itu, namun dengan cepat pula Nadhif mengalihkannya. Ingatannya kembali mengulang izin Nadina untuk pergi ke toilet, tanpa mengatakan hal lain, Nadhif segera beranjak dari kursi itu
Baca selengkapnya
115. Sesi Pertama
Usai acara pembukaan kala itu, Nadhif dan Azalea akhirnya dipersilakan untuk saling mengenal lebih dalam lagi dengan seseorang masing-masing bersamanya yang merupakan kawan mereka. “Saya tidak menyangka ini benar-benar terjadi, Gus! Kemarin umi datang dan mengatakan semuanya, Mbak Nadina telah mengizinkan saya untuk menjadi istri kedua Gus bukan?” tutur Azalea sambil tersenyum ke arah Nadhif. “Jika Nadina benar mengizinkannya, saya yang tidak mengizinkannya, Azalea. Tidak usah berlama-lama, segera selesaikan saja semua sesi ini. Saya telah menemukan jawaban yang tepat.” Azalea tampak membenahi posisi duduknya lalu semakin memandang Nadhif. Senyuman sejenak tampil di wajahnya yang tampak naif. “Aza tahu kok apa jawaban yang akan mas berikan nanti. Tapi mas juga perlu tahu, meskipun mas menolak perjodohan ini nantinya, Aza tidak akan menyerah begitu saja!” ujar Azalea bangga. “Saya tahu itu. Saya tahu wanita seperti apa kamu bagi rumah tangga saya dengan Nadina.” “Yaps! Mas Nadhif
Baca selengkapnya
116. Keputusan Perjodohan
Nadhif duduk kembali di bangkunya, ia sedikit melirik ke arah Ali yang mengangguk ke arahnya seolah mempercayai apa keputusan yang akan putranya itu ambil. Kini saatnya kedua calon untuk menyampaikan apa yang mereka putuskan usai sesi perkenalan itu di antara keluarga kecil mereka. Azalea memilih untuk menyampaikannya terlebih dahulu. “Sebelumnya saya sangat bersyukur memiliki kesempatan untuk lebih dekat mengenak Gus Nadhif sebagai calon suami saya jika Allah meridhoi nantinya. Tetapi mengingat lagi bagaimana Gus Nadhif yang telah menikah sebelumnya, membuat saya merasa ragu. Saya takut kehadiran saya benar mengganggu dan membuat hati wanita lain tersakati. Gus Nadhif memanglah pemuda yang sangat baik dan sempurna dimata saya. Tetapi untuk saat ini, setelah saling mengenal, saya sadar saya masih kurang untuk bersanding dengan Gus Nadhif. Terlebih pernikahan gus dengan istri pertamanya masih sangat dekat, cintanya masih terlalu besar dan tidak mengizinkan saya untuk semakin masuk k
Baca selengkapnya
117. Alasan untuk Menikah
Nadhif langsung membalik tubuhnya dan bangkit dari kursi yang ia duduki lalu menghampiri sang istri. Nadina tampak malah mengerutkan dahinya dan tak menyukai kehadiran sang suami di hadapannya itu. “Apa kamu tidak menyukai kedatanganku kemari, Nadina? Kenapa memandangku seperti itu?” tanya Nadhif sembari melayangkan pandangan menyelidiknya kepada Nadina. Ghafi dan Ulfah saling berpandangan, keduanya akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana dan meninggalkan Nadhif dan Nadina berdua di ruangan itu. “Mas Nadhif semestinya masih ada di acara itu hingga pukul empat. Mengapa datang kemari sekarang? Mas kabur?” sergah Nadina. “Saya tidak percaya kamu membohongi saya sebesar ini, Nadina. Sejak kemarin kamu mengetahui semuanya. Kamu tahu apa rencana umi dengan memberikan pakaian ini kepada saya. Kamu juga berbohong jika kamu mendapatkannya namun pakaian itu terlalu kecil. Pakaian itu ada pada Azalea. Kamu tahu itu ‘kan, Nadina? Kenapa kamu sangat tega melakukan semua ini kepada suamimu se
Baca selengkapnya
118. Semudah Mengganti Barang
Sementara Nadhif dan Nadina bersiap untuk kembali ke pondok, Aminah tampak terus mengamuk di dalam kamarnya sementara Ali tampak berisap dengan apa yang akan ia lakukan. “Apa yang Nadhif lakukan, Abi! Dia merusak semuanya hanya demi wanita yang tak bisa lagi kita harapkan itu! Bukankah masih baik karena kita masih mengizinkannya mempertahankan pernikahannya dengan Nadina?! Kenapa dia tak bisa menerima Putri Azalea saja?!” sergah Aminah. “Kenapa umi ini sangat ingin menggantikan posisi Nadina? Nadina menantu umi, bukan barang yang dengan mudah diganti atau disingkirkan, Umi. Umi lupa bagaimana umi menjemputnya dengan penuh kasih sayang untuk putra kita?” cecar Ali. Aminah seketika langsung menatap ke arah sang suami dengan tatapan kecewa yang teramat besar. “Sepertinya umi melakukan kesalahan dengan menjodohkan mereka! Seharusnya umi memberikan putra umi satu-satunya itu kepada menantu yang pantas dan mampu!” pekik Aminah. “Apa umi tidak pernah lagi memikirkan kata-kata yang kelua
Baca selengkapnya
119. Rumah Sakit
Nadina dengan cepat berlari menuju Aminah yang terlah meringkuk di lantai, ia segera bersimpuh dan memeriksa Aminah yang tampak sesak napas itu. “Umi, apa yang terjadi, Umi? Kenapa umi seperti ini?” pekik Nadina tampak amat khawatir. Aminah tak mampu membalas dan hanya bisa memandang wajah menantunya itu. Nadina tak bisa menunggu lebih lama, ia bangkit kembali lalu berteriak sekencang yang ia bisa. “Abi!! Mas Nadhif!! Siapapun tolong!!!” teriak Nadina sambil terus melirik ke arah Aminah yang amat kesakitan itu. Tak ada yang menyahut. Saat itu, dalem memang tak ada orang, Nadhif dan Ali pun memutuskan untuk pergi dari dalem usai membiarkan Nadina bertemu dengan Aminah tadi. Nadina kembali ke dalam kamar dan merangkul Aminah kembut. “Umi, maafkan Nadina. Nadina tidak bisa memanggil orang lain. Kita berjalan ke mobil saja ya, Umi! Kita ke rumah sakit sekarang!” pekik Nadina lalu langsung berusaha membantu Aminah untuk berdiri. Dengan cukup sempoyongan dan kesulitan, keduanya berja
Baca selengkapnya
120. Tawaran Kerjasama
Nadina akhirnya menurut untuk melaksanakan titah sang umi. Meskipun dengan ribuan tanya di enaknya, akhirnya ia berhasil meminta sang suami dan abi untuk kembali ke pondok dengan susah payah. Kini Nadina duduk di brankar sebelah Aminah sambil menundukkan pandangannya, sesekali ia melirik ke arah Aminah yang mendongak ke atas. Nadina tampak hendak sesekali mengajak sang umi berbincang, namun rasa takutnya lebih besar dan mengalahkan keinginannya yang satu itu. Hingga akhirnya seorang perawat datang dan membawakan sebuah nampan berisi makanan untuk Aminah. “Umi mau makan sekarang? Akan Nadina suapi,” tutur Nadina bangkit sembari tersenyum ke pada sang umi sebisanya. “Umi akan makan sendiri, kamu bantu letakkan makanannya di ranjang saja!” ketus Aminah. Kini wanita paruh baya itu dengan susah payah berusaha mengangkat sendok yang telah berisi makanan itu ke arah mulutnya. Tangannya sedikit bergetar dan membuat Nadina sedikit merasa cemas hingga tak bisa mengalihkan pandangannya dar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
23
DMCA.com Protection Status