All Chapters of Mengejar Cinta Sang Dosen Populer: Chapter 41 - Chapter 50
64 Chapters
Bab 35 Jebakan
Bab 35 Jebakan (Pov Ning)"Mas Jono ada, Bu?" Pagi sekali sebelum ke rumah Pak Haji, aku sempatkan ke rumah Jono. Kebetulan hari ini belum menyiapkan dagangan keripik karena kemarin seharian keliling. "Jon, ada yang nyari." Setelah ibu paruh baya masuk, keluarlah laki-laki berpakaian rapi tetapi tatapannya sinis ke arahku. "Mas, maaf sebelumnya, Ning mau tanya kenapa Mbak Titin nggak lolis seleksi jadi model? Bukankah kakakku sudah mengeluarkan banyak uang?" tanyaku pelan, tak ingin mengumbar emosi. "Memangnya harus ya ketrima?" Deg,Sikap Jono terlihat angkuh. Padahal Mbak Titin kan begitu dekat dengannya. "Tapi, Mas. Bukankah Mas Joni berniat membantunya." "Uang yang aku minta kan masih kurang banyak. Lagian aku tunggu beberapa hari nggak nambah-nambah, ya sudah diambil orang slotnya." Mataku melebar, jadi benar hanya karena uang Mbak Titin nggak diterima. Pantas saja ibu murka padaku. Sebagian uang
Read more
Bab 36 Doa Ibu (Pov Author)
Bab 36 Doa Ibu (Pov Author)Flashback OffKarena di tancapkan beberapa kali jarum di pergelangan, Ning merespon kesakitan. "Dokter, pasien kesakitan." "Iya, tenang, Mas!" "Han, sabar, ya! Kumohon kamu yang kuat, ya!" Zen membisikkan kalimat penyemangat di telinga kanan Ning. Rintihan demi rintihan lirih keluar dari mulut, Ning. Matanya tetap setia terpejam, tapi racau kesakitan keluar dari mulutnya. "Tenang, Mbak! Kami masih mencari tempat yang tepat untuk dipasang jarum infus," ungkap suster. "Coba pindah lagi tangan kanan, Sus!" ujar dokter. Sudah ketiga kalinya jarum pun diganti. Dua yang tadi jarum melengkung sudah tidak bisa dipakai lagi. Suster berdecak membuat Zen menegang. "Belum berhasil juga, Dok," ucap pasrah suster. Dokter segera menggantikan posisi suster. "Bismillah." Terlihat dokter pun merapalkan doa menyertai ihtiarnya menolong pasien. "Di
Read more
Bab 37A Menjaga
Bab 37A Menjaga Syam berlari sepanjang koridor rumah sakit. Ia ke IGD ternyata Ning sudah dipindahkan ke ruang rawat inap kelas III sesuai pendaftaran yang dilakukan Mita. Sejatinya Syam ingin langsung memindahkan Ning ke ruang VIP. Namun ia belum tahu kondisi saat ini. Dari kejauhan duduk sahabat Ning bernama Ayu dan dua lainnya perempuan yang sedang menunduk. "Di mana, Ning?" "Sedang diperiksa di dalam, Syam," Syam baru sadar ada ibunda Ning setelah Bu Romlah mendongak dan menoleh ke arahnya. "Syam." "Lho ibu di sini? Maaf, saya tidak tahu." "Kenapa perempuan itu bersama kamu, Syam?" tunjuk Bu Romlah pada Vina yang sejak tadi nebeng Syam dari kampus. Perempuan itu penasaran kemana perginya Zen padahal acara kemahasiswaan belum selesai. "Oh, teman saya, Bu. Namanya Mbak Vina." Vina tersenyum menyeringai saat Syam memperkenalkan dirinya di depan Bu Romlah. "Mbak, kenalin ini ibunya, Ning." Vina mengulurkan tangan disertai rasa canggung. Namun, Bu Romlah enggan membalas. Tan
Read more
Bab 37 B
Bab 37B Menjaga "Saya berikan uang sesuai yang ibu butuhkan. Lagipula ibu nanti juga dapat uang tambahan jika berhasil melakukan perintah saya. Tapi ingat, ibu harus tutup mulut atau kalau tidak, saya bisa masukkan ibu ke penjara." "Baik. Saya akan lakukan." Bu Romlah tersadar dari lamunannya. Wajahnya menggeram pun tangannya terkepal erat. Ia menyesali perbuatannya yang telah mengorbankan Ning. Padahal Ning adalah anak yang sejatinya paling ia kasihi secara diam-diam. Ia hanya memperlakukan Ning dengan kasar untuk menyembuhkan luka di masa lalu saat melahirkan bayi mungil itu. "Pergi dari sini! Menjauhlah dari putriku! Kalau sampai seujung kuku kamu menyentuh Ning, saya siap menjadi perisai untuk melindunginya," tegas Bu Romlah. Tawa Vina pecah mendengarnya. "Ibu pikir saya kemari gara-gara ingin menengok Ning? Haha, ibu salah besar. Saya ke sini mencari calon suami saya. Ibu tahu, siapa orangnya?" "Hah, apa Syam yang dimaksud? Atau justru...." "Saya mencari Zen. Saya tidak i
Read more
Bab 38A Perhatian
Bab 38A Perhatian Selepas Isya, Zen bergantian menjalankan salat dengan Bu Romlah. Sementara itu Ayu dan Mita sudah kembali ke kos dan akan menengok Ning esok hari. "Gimana, Bu? Apa Hani sudah siuman?" tanya Zen. Wajahnya terlihat segar setelah salat Isya. Sisa-sisa air wudu masih terlihat di rambut hitamnya. Bu Romlah menggeleng lemah. "Uhh, ha...haus." Zen dan Bu Romlah reflek menatap ke arah Ning yang masih terpejam. "Han, Hani bangun! Apa yang sakit?" tutur Zen. Bu Romlah tersenyum mengembang, setelah melihat putrinya mulai sadar. "Bangun, Ning! Ini ibu. Kamu minta bubur buatan ibu, kan? Ibu membawanya, Ning." Bu Romlah sampai menitikkan air mata karena menanti Ning siuman sejak sore tadi. "I...i...bu. Ibu di sini? Apa Ning bermimpi?" Ning mengerjapkan mata lalu membuka pelan kelopak matanya. Samar-samar terlihat wajah perempuan yang duduk di samping brangkarnya. Rambutnya digelung persis seperti ibunya. "Ibu?" Tangan kanan Ning ingin menggapai wajah ibunya tapi terhalang
Read more
Bab 38B Perhatian
Bab 36B Perhatian "Ibu ke toilet dulu. Tolong Nak Zen temani Ning, ya!" "Iya, Bu." "Mas Alan, kenapa bisa di sini?" tanya Ning lirih. Wajah cerianya karena mendapat fakta tentang cinta ibu padanya tiba-tiba berubah muram. "Han. Kamu lupa masih berutang padaku. Katanya mau membayarnya, kenapa jatuh sakit? Gimana mau melunasi utang, huh?" Zen memasang wajah pura-pura kesal pada Ning sambil duduk di kursi. Ning terkesiap melihat tingkah Zen yang terkesan lucu. "Astaghfirullah, Mas Alan kan tahu saya lagi sakit, kenapa ingetin utang, sih?" Ning menghembuskan napas kasar. Zen tergelak membuat Ning mengerutkan kening. "Ishh, menyebalkan." "Nggak usah sewot. Nanti cantiknya ilang." "Apaan, sih?" sungut Ning membuat Zen tidak bisa menahan tawa. "Mbak dan Mas seru sekali mengobrolnya." "Eh, maaf, Pak. Saya terlalu berisik, ya?" Zen menangkupkan kedua tangan meminta maaf dengan penunggu di sebelah. Padahal ia sudah berbicara lirih dengan Ning. Hanya saja ada bagian yang ia tidak bisa
Read more
Bab 39A Menolak
Bab 39A Menolak"Syam, di mana sekarang?" Zen melakukan panggilan ke ponsel adiknya setelah mendapat titah dari mamanya untuk pulang. Mendadak hatinya gusar karena masalah dengan Ning beres justru kini berganti masalah dengan Vina.Teman masa kecil Zen itu memang tidak pernah tinggal diam untuk berulah. Sejak kecil Vina selalu ingin bersaing dan menjadi unggul dibanding dirinya. Perempuan itu memang cantik dan pintar. Akan tetapi, Zen tidak terlalu menyukai sikapnya yang suka membanggakan diri dan ingin menang sendiri."Aku di jalan menuju rumah sakit, Mas.""Cepatlah kemari!""Ya, sepuluh menit lagi sampai."Zen sedikit bernapas lega Syam bisa datang ke rumah sakit menggantikan dirinya menemani Bu Romlah menjaga Ning. Terlebih Syam bisa dimintai tolong memindahkan Ning ke ruang rawat VIP. "Han, maaf, aku harus pulang dulu. Ada urusan penting dengan mama dan papa. Besok pagi aku ke sini lagi. Kita bahas bisnis keripik yang sudah berjalan dengan bantuan Syam."Ning mengulas senyum. Pe
Read more
Bab 39B Menolak
Bab 39B MenolakSelesai makan malam, Pak Maulana dan Bu Tya mengajak tamunya ke ruang kerja. Mereka akan mendiskusikan masalah kelanjutan perjodohan putra putrinya.Sejak awal, Zen tidak menyetujuinya. Sebab perjodohannya dengan Vina lebih mementingkan untuk keuntungan bisnis antara papanya dengan Pak Harun."Bagaimana keputusanmu, Zen? Kapan kamu dan Vina sepakat untuk memilih tanggal penting pernikahan." Pak Maulana membuka obrolan lebih dulu.Bu Tya mencoba menghidangkan minuman yang tadi diantar Mbok Nem. Minuman jahe hangat dan cemilan ringan untuk membuat suasana tampak mencair. Namun, prediksi Bu Tya meleset. Zen membuat suasana di ruang kerja menjadi sedikit tegang."Sebelumnya Zen mau minta maaf Pa, Ma. Zen juga minta maaf pada Pak Harun, Bu Melly dan Vina."Zen menarik napas dalam karena di benaknya sudah penuh kalimat yang ingin diutarakan."Sejak awal, Zen tidak menyetujui rencana ini. Zen sudah punya pilihan lain. Meskipun perempuan itu bukan dari golongan keluarga berada,
Read more
Bab 40 Melamarmu
Bab 40 Melamarmu Seminggu berlalu, Ning sudah bisa kembali beraktifitas seperti semula. Kini wajahnya sering menampakkan keceriaan sejak hubungannya dengan sang ibu juga dengan Zen kembali membaik. Bu Romlah telah pamit pulang diantar Eko sekalian mau mengantar pesanan baju bapaknya. "Zen, kenapa harus pagi-pagi ke sini? Aku sudah biasa jalan kaki ke kampus. Apa kamu nggak ada jadwal ngajar pagi ini?" Ning melirik ke samping kemudi. Terlihat Zen hanya mengulas senyum kaku. Sepertinya Zen sedang banyak pikiran batin Ning. "Aku senang melakukannya. Lagipula ada yang mau aku sampaikan padamu, Han." "Hah, apa?" "Ayo ikut saja dulu! Tapi jangan lupa ini." "Eh, Zen. Kamu mau apa?" Ning terlonjak kaget saat wajah Zen maju mendekat ke arahnya. Aroma mint parfum Zen membuat Ning menghirupnya dengan mata terpejam. Cklek, "Astaghfirullah, Zen. Kamu bikin aku jantungan, tahu, nggak?" Zen tergelak melihat Ning yang kesal bukan main. Wajah perempuan berjilbab instan warna mocca itu sudah
Read more
Bab 41 Kisah Kita
Bab 41 Kisah KitaSampai menjelang sore, Ning merasakan waktu berjalan seperti siput. Berada dalam kecanggungan bersama Zen membuatnya tidak nyaman melakukan aktifitas. Meskipun ada pemilik ruko yang menemani, Ning tetap saja merasa jantungnya belum berdetak normal. "Han harus begini, ya? Kalau posisinya digeser gimana?" Zen meminta pendapat setelah sebuah etalase terpasang dibantu tukang yang membantu pemilik ruko. "Han!" ulangnya saat Ning tidak merespon panggilan. Zen menggelengkan kepala melihat Ning sedari tadi banyak melamun. Ia bisa menduga pasti karena kalimat tanya yang mengejutkan pagi tadi. ""Aku ingin melamarmu." "Hah, Zen. Aku.... Hmm, kamu jangan bercanda, Zen." "Aku nggak sedang bercanda, Han. Aku serius. Apa mukaku kelihatan seperti orang sedang bercanda?" Zen memaksa Ning untuk menoleh ke arahnya. "Tapi Zen. Ini mendadak sekali. Maaf, aku belum siap memberi jawaban," lirih Ning dengan wajah gusar. Sejatinya ia senang perasaannya pada Zen selama ini tidak bertep
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status