Semua Bab Suami Kontrakku Ternyata Dewa Perang: Bab 111 - Bab 120
173 Bab
111. Itu Urusanku
“Jadi begitu.” Marsha menghela napas panjang. Ia menatap wajah gugup Naya dengan tatapan santai namun masih terkesan dingin. Amarah yang bergejolak dalam dirinya sudah berusaha ia tahan. Namun ekspresi wajahnya yang buruk tidak bisa 100% ia sembunyikan. “Terima kasih sudah memberitahu hal yang sulit.” Naya hanya mengangguk tanpa menatap wajah Marsha. Wajah wanita itu terlihat menakutkan walau nada bicaranya sangat lembut dan kalem. “Kakak tidak marah, kan?” Marsha menaikkan sebelah alisnya. “Untuk?” Naya menunduk semakin dalam. Ia melihat kedua jarinya yang bertaut dengan tatapan pedih. “Aku kan sudah membuat masalah. Mangkanya, aku sedikit tidak nyaman. Maaf ya, Kak. Aku sudah membuat masalah untukmu dan Kak Derren.” Puk! Marsha menepuk pundak Marsha dan mengusap puncak kepala gadis itu sayang. “Aku dan Kakak lelakimu itu memang harus melindungi kamu. Jangan sungk
Baca selengkapnya
112. Harus Curiga!
Brak! Derren mengepalkan tangannya. Ia terlihat kesal saat mendengar laporan ada penyusup masuk ke dalam rumahnya saat ia tidak ada di tempat. “Kamu baik-baik saja?” Ardi menatap Direkturnya dengan resah. Ia tidak pernah melihat Derren semarah itu, dan kini wajahnya sangat menakutkan. “Kau kira aku bisa baik-baik saja?” Derren yang semakin arogan membuat bawahannya tidak nyaman. Hari demi hari sikap pemarah itu membuat semua orang terusik. Hanya karena satu wanita, 70%kepribadiannya hampir berubah. Pemimpin dengan sikap tenang yang dewasa sangat jarang mereka lihat akhir-akhir ini. Ia sering mengambil tindakan gegabah dan ekstrem hanya karena istrinya. “Aku yakin kamu yang bilang dengan mulutmu sendiri jika kamu melakukan pernikahan kontrak dengan wanita itu.” Orlan melipat kedua tangannya di depan dada. Kehadiran yang tidak di harapkan itu membuat Derren naik darah. Terutama nada bicaranya yan
Baca selengkapnya
113. Karena Anda Marsha
Derren bangkit dari tempat duduknya. Wajahnya yang terlihat pucat cukup menjadi batasan Nada untuk menghentikan penjelasan ini. “Karena kamu sudah tahu, sebaiknya kamu mulai bergerak karena semua insiden ini sebenarnya bersangkutan satu sama lain.” Nada ikut bangun. Ia hendak meninggalkan ruangan namun Adik Iparnya itu tiba-tiba jatuh dan tak bangun lagi. Nada menatapnya dalam diam beberapa saat sebelum membuka pintu ruangan itu lalu menatap Sinta dan Adrian—dua sekretaris Derren yang siaga di depan pintu ruangan mereka. “Nyonya Nada, apakah urusan Anda sudah selesai?” Adrian maju satu langkah dari Sinta dan menyambut kedatangan Nada dengan senyum profesional. Sementara Nada yang mendapatkan sambutan itu hanya memasang wajah datar. Ia sedikit menepi dari ambang pintu agar kedua orang itu bisa melihat keadaan Bos mereka di dalam sana. “Dari pada mengurusku—“ Nada memberikan jeda. Ia memandang kedua raut wajah sekre
Baca selengkapnya
114. Iblis Kecil
Memperhatikan wajah lawan bicaranya dengan saksama sudah menjadi rutinitas kedua mata Marsha sejak beberapa saat yang lalu. Kedua wanita itu sudah duduk lebih dari 2 jam tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Bahkan teko kaca yang tadi berisi teh bunga yang hampir penuh, sekarang sudah tandas setengahnya. “Kalau tidak ada yang mau di bicarakan, kenapa kamu mengundangku datang ke sini? Jangan mengira Kakakmu yang hobi traveling ini tidak akan punya pekerjaan saat kembali ke kota,” sindir Nada dengan suara yang kalem. Marsha meletakkan cangkir tehnya. Ia berhenti mengawasi secara sembunyi-sembunyi dan melihat lawan bicaranya dengan berani. “Tidak adakah sesuatu yang ingin kamu bicarakan dengan adik perempuanmu ini?” singgung Marsha terlihat canggung. Nada menyandarkan punggung di kepala kursi kayu yang mereka singgahi. Tanpa meletakkan gelas teh yang ia sesap, wanita itu menatap lawan bicaranya dengan heran. “Kamu y
Baca selengkapnya
115. Bocah Meresahkan
“Duduklah di sini, Naya.” Derren menarik salah satu kursi meja makan untuk adik perempuannya. Naya menurut dan duduk di sana dengan tenang tanpa menghiraukan banyaknya menu makan malam yang di hidangkan di atas meja makan. “Padahal Kak Marsha tidak akan pulang sore, kenapa kamu membuat banyak hidangan, Kak? Apa ada tamu yang akan datang??” Derren menatap beberapa menu di meja makannya dan tersenyum masam. “Tidak ada yang seperti itu kok, makanlah dengan tenang. Kalau bisa, cicipi semua masakan yang Kakak buat hari ini.” Naya mengambil piring yang di berikan Derren dan mengambil nasi serta beberapa lauk pauk yang ada di atas meja. “Kamu sangat kurus.” Derren memperhatikan lengan dan wajah Naya yang membentuk tegas garis rahangnya. “Mangkanya hari ini Kakak masak banyak agar kamu bisa makan banyak juga. Lihat tubuhmu yang tinggal kulit dan tulang saja seperti Kak Marsha itu. Aih, memang cantik ..
Baca selengkapnya
116. Si Tukang Curiga
Akh .... “Anak itu mendengar semuanya ....” Marsha mengeluh dengan penuh keresahan. Ia mengira jika anak yang patut ia waspadai hanya Naya karena gadis itu lebih senang mendendam sebelum akhirnya meledak dengan parah. Tapi siapa sangka jika adik Derren yang paling kecil adalah iblis mungil yang menggemaskan. Tok ...tok ... tok .... Marsha menatap ke arah pintu amarnya yang sedikit terbuka. Di sana ia melihat sang suami sedang berdiri sambil mengawasinya dari balik pintu. “Apa?” pekik Marsha sedikit mendesak lelah. “Boleh aku masuk?” sahut lelaki itu membuka pintu kamar itu cukup lebar sampai seluruh badanya terlihat jelas. “Kenapa?” Marsha tidak memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Ia malah bangkit dari meja kerja yang ada di dalam kamarnya dan menghampiri suaminya. Klek .... Marsha menutup pintu dari luar. Ia tidak mengizinkan Derren masuk ke dalam kamarnya. “Kita b
Baca selengkapnya
117. Karena Menolak, Aku Suap!
Naya dan Marsha saling menatap. Keduanya terlihat bingung melihat situasi di antara Yana dan Derren yang terlihat canggung. “Kalian pasti bertengkar.” Naya telah menyimpulkan dan membuat keduanya langsung tersinggung. “Tidak!” balas Derren dan Yana dengan kompak. Marsha dan Naya mengembuskan napas panjang dan melanjutkan acara makan mereka. Keempat orang yang ada di meja makan dan duduk saling berhadapan itu akhirnya makan dengan tenang setelah dua pembuat onar tidak bisa berisik seperti biasanya. “Kak Marsha, bagaimana kalau hari ini Kakak mengantarku pergi sekolah. Kakak libur, kan?” Marsha mendongak dan melihat Naya yang sedang makan dengan elegan. “Mengantar kamu? Bukan kalian ya?” Gadis berusia 13 tahun itu mengangguk. “Ya. Aku! Bukan kami berdua. Karena ada yang ingin aku bicarakan berdua dengan Kakak, bisakah Kakak meluangkan waktu untukku? Hanya saat sampai aku tiba d sekolah." “Bukan m
Baca selengkapnya
118. Teman Dan Identitas
Ugh .... Daniel mengusap wajahnya dengan kasar. Ia masih tidak percaya Marsha baru saja memperdaya dirinya dengan uang. Terlebih lagi, gadis kecil yang ia terima sebagai murid beberapa saat yang lalu adalah gadis lemah yang memiliki masalah di jantungnya. “Dasar gila,” pekik Daniel masih menyesal akan keputusannya. “Hei kau, kemarilah!” Daniel melambaikan tangan dan meminta Naya mendekat. “Ya.” Naya berlari mendekat dengan setengah pincang. Setelah berlari 5 putaran di lapangan 700x400 meter itu, dia merasa sangat lelah sampai kesulitan bernapas. “Aku dengar kamu memiliki janji setelah lewat  pukul tuju nanti. Bagaimana kalau kamu bersiap sekarang? Marsha bisa marah kalau aku menyiksamu lebih dari ini,” ucap Daniel terlihat tidak puas. Naya melihat ke belakang Daniel. Dari jarak 2 meter tempat mereka berdiri, dinding kelabu di belakang sana memiliki alat pengukur waktu. “Tapi sekarang masih jam
Baca selengkapnya
119. Undangan Pembawa Firasat Buruk
  Melihat wajah Haidar yang amat sangat terkejut, Naya terkekeh pelan dan menepuk pundak Derren. “Jangan menatapnya setajam itu, Kak. Kamu bisa membelah dirinya,” guraunya. Derren membuang napas kasar. “Baiklah, ayo pergi. Kak Marsha dan Yana sudah menunggu di mobil.” Naya mengangguk dan segera mengikuti langkah Derren meninggalkan Haidar. Klek .... Naya duduk di bangku tengah bersama dengan Yana. Di sana juga ada dua anak kecil yang belum pernah Naya lihat sebelumnya. “Siapa ini, Yan—“ “Bagaimana bisa kamu dekat dengan Haidar? Apa ia menggodamu?” tanya Marsha tiba-tiba. Naya duduk di samping Yana dan menatap Marsha yang menoleh ke arahnya dengan tatapan curiga. “Hanya tidak sengaja bertemu dan berkenalan saja, Kak. Tidak ada yang perlu di khawatirkan.” Marsha tetap memasang tapang curiga. Begitu pula dengan Derren yang menatap Naya dari kaca spion tengah dengan pandangan horor. “Ugh
Baca selengkapnya
120. Awal Kehancuran Keluarga
[Pakai gaun yang mewah] [Aku tidak akan memaafkan kamu jika tidak menurut dengan perkataanku, Kak. Lihat saja kalau kamu membantahnya^^] Zahra menghela napas kasar dan melihat beberapa pasang pakaian yang akan ia kenakan jika Marsha tidak mengirim pesan ancaman itu. “Kamu mau ke mana?” Dena mengintip di balik pintu ruang ganti pribadi istrinya. Wanita itu terlihat kebingungan saat melihat beberapa setel pakaian di atas etalase kaca tempatnya menyimpan koleksi jam tangan. “Entahlah. Marsha memintaku pergi dengannya ke sebuah acara. Ia bilang aku harus berpakaian cantik.” Zahra melihat suaminya dengan senyum masam. “Bisa aku minta bantuan?” Dean diam beberapa saat dan masuk ke dalam sana. “Jika baju yang cantik, bukannya kamu harus mengenakan pakaian itu?” Zahra menatap suaminya dengan tatapan bingung. “Kamu yakin?” Dean mengangguk dengan antusias. “Hanya pakaian itu yang membuat kamu cantik, Ra.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
18
DMCA.com Protection Status