All Chapters of Istri Galaknya Om CEO : Chapter 101 - Chapter 110
119 Chapters
Bab 101. Rahim yang Kugali
 “Sesuatu besar loh, siap nuriti?” tanya Ciara. “Asalkan mampu dan baik, pasti diturutin,” jawab Haidar. “Gak jadi. Percuma disebutkan kalau tidak dituruti!” Ciara mencebikkan bibirnya.  “Iya-iya diturutin. Istriku pasti nggak akan menuntut suaminya di luar kemampuan, iya kan?”  “Hmmm, bener. Tolong ambilin panci bawa ke kamar!” pinta Ciara.  “Untuk apa? Mau masak di kamar?” tanya Haidar heran. “Nggak dong, ngidam Ocyang pakai panci. Hehe.” “Masyaallah, hahaha. Baby Girlnya apa apa mau jadi koki ini, hmmm?” Haidar memeluk Ciara dulu kemudian langsung ke dapur.  Meskipun aneh asal Haidar mampu tetap dilaksanakan. Tawa renyah istrinya bisa didengar merupakan satu hal yang sangat istimewa. Ia p
Read more
Bab 102. Kini Telah Terisi
 "Iya. Kita istirahat," jawab Haidar tersenyum. "Jangan cuma istirahat, tapi harus tidur."  Masih menjadi dilema dalam otak. Tifak ada salahnya mengikuti apa yang dikatakan Ciara. Haidar mencoba membuang semua keresahan, fokus ke kebahagiaan yang menjadi hak Ciara juga mendapatkan senyum manis dan obrolan baik saat di atas ranjang.  "Kamu pinter banget ngalihin pikiran Ocyang," puji Haidar.  "Bukan pinter, tapi telah terbiasa. Terlatih dengan cara njenengan yang super menggemaskan," jawab Ciara.  *** "Ngantuk banget, Oc!" Ciara menjatuhkan tubuhnya ke paha Haidar yang baru saja mengambil Al-Quran.  "Tidur aja, tapi jangan di sini! Sini Ocyang antar ke kasur." Haidar kembali menaruh Al-Qurannya, dia belum batal karena bersentuhannya terhalang mukena Ciara.  "Mau di pangkuan nj
Read more
Bab 103. Aduan Nafsu Menganga 
"Sayang, biasanya kamu gak suka kan pertanyaan gak bermutu? Untuk apa nanyain hal tersebut?" tanya Haidar. "Kalau aku yang nanya ya suka-suka aja. Lain kalau ditanya, xixixi." Haidar menggenggam jemari istrinya. "Kamu akan selalu ada untuk Ocyang. Kalau ternyata ke depannya kamu menghilang, ya bagaimana Ocyang bisa melangkah? Masih ingat kan? Kakiku tertahan di ragamu. Meskipun kenyataan pasti menyiksa untuk bisa bangkit, gak ada cara lain selain kembali menstel ulang dengan kaki yang berbeda, karena kakiku tetap tertahan di ragamu." "Artinya?" "Jika kamu pergi, Haidar akan tumbuh menjadi orang yang baru, karena Haidar yang kamu kenal ini tentu ikut dalam angin jiwamu." "Hmmm, Sayang!" Ciara bangkit dari tidurnya dan memeluk sang suami. Sebuah kehidupan tidak lepas dari arti kehilangan maupun perpisahan dengan orang lain. Suatu masa itu pasti akan ada. Terkadang, menatap masa depan itu dihantui oleh sebuah kekhawatiran yang begitu besar. Apakah salah? Tidak. Rasa khawatirnya tid
Read more
Bab 104. Doa dan Cinta pun Berbunga
"Iya, Kak. Ini Abi," jawab Ciara. "Mau celita, Kakak kangen, pengen celita!" rengek Uda. "Oooouhh, anak Ibu!" Ciara memeluk Uda. "Anak Ibu emang tahu nama abinya siapa?" "Haidal Jegala." "Masyaallah, nanti ya Sayang. Kalau abi udah sampai hotel, entar telpon. Sekarang makan dulu yuk, adik-adiknya diajak!" pinta Ciara. "Ote Ibu. Saudala-saudala, ayo go makan!" teriak Uda. Selain melihat curahan kasih sayang Haidar yang tiap hari selalu menggelegar, Ciara juga sangat bahagia akan tingkah ketiga putranya. Ia senang, terharu tiap kali ketiganya rebutan ingin dipangku, ingin minum ASI lebih dulu, ingin disuapin dulu, atau saling rebutan juga untuk menyuapi Ciara. Harus dengan apa Ciara mengungkapkan, menceritakan keindahan tersebut? Saat ini, ia ingin bercerita langsung dengan suami, seperti biasa dengan bertatap muka dan saling bersentuhan. Sayangnya, hal itu sekarang tidak bisa. Mungkin, ini dalam hati terindah Ciara khusus bersama para anaknya. Pertumbuhannya yang begitu cepat, m
Read more
Bab 105. Tubuh yang Kuraba
"Mau bicara apa? Anak-anak udah pada berangkat ini ke kamar mandi,” jawab Ciara. Haidar: “Kamu mandiin sendirian? Mama ke mana?” “Iya, mama masak mau ada acara rutinannya nanti di sini,” kata Ciara. Haidar: “Masak juga bisa ditinggal sebentar. Kamu jangan capek-capek, inget anaknya bukan hanya kembar tiga. Ada baby cantik juga itu dalam perut kamu” Meskipun jarak sedang berpisah, hati mereka itu tetap tertaut. Jiwanya serasa tetap dekat. Perhatian lelaki kepala tiga ini tak akan lengah, terus diberikan walau hanya sebatas kata yang bisa dilontarkan dari kejauhan. “Hahahah, nggih. Gak bakal capek-capek kok.” Haidar: “Bilangnya gitu, tapi ngelakuinnya entahlah. Ocyang gabungkan telpon mama dulu.” “Iihh, gak usah!” KLING. MAMA SITA DITAMBAHKAN. Sita: “Hai anak Mama. Ada Nduk Cia juga. Tumben digabungin. Ada apa Sayang?” Haidar: “Titip Ciara ya Ma. Jangan boleh capek-capek. Mbum mau mandi tolong mama bantu mandiin, tiga soalnya.” Sita: “Oke, mama jaga Cia sebaik mungkin. Oalah,
Read more
Bab 106. Kini Hangatnya Mengaba
“Ada apa? Untuk apa?” tanya Haidar.    “Aku gak suka ketemu laki-laki yang kemarin itu. Dia kenal perusahaan papa, firasat Bening gak enak,” jawab Bening.   “Okey, kamu di sini gak apa-apa,” kata Haidar.    “Hmmm, tapi ….”    “Ciara di rumah, jadi gak nyakitin dia. Toh ku cuma mau ngumpet kan bukan yang lain.” Haidar menghembuskan napas panjang, dia tahu kekhawatiran Bening.    “Be-beneran ya nggak nimbulin salah paham?” Bening masih terlihat sangat gugup.   Kemarin Bening sempat ditemui lelaki sekitar usia 40 an, terlihat mempunyai nafsu besar terhadap Bening. Bukan hanya itu, gerak geriknya terlihat dia bukan orang
Read more
Bab 107. Tersingkir dari Angin
Di malam yang tidak terlalu dingin itu tiba-tiba Ciara ingin makan ice cream yang tak lain adalah Ice Cream Ecool dari perusahaan Haidar sendiri. Akan tetapi,  keinginannya tidak hanya sampai di situ saja, ia ingin makan es krimnya bersama dengan suami di tempat rumah fiksi atau yang dinamakan dengan Romantic House di taman halaman Haidar. Meskipun tidak terlalu dingin,  tapi kalau di rumah RH itu bisa lebih dingin daripada di sekitar area rumah Haidar yang lain, tentu ini tidak diizinkan oleh laki-laki yang baru pulang dari Belanda tersebut.  "Kenapa, hmmm?" tanya Haidar. "Pengen makan ICE CREAM ECOOL, tapi di Romantic House," jawab Ciara. "Ini malem loh, gak boleh kalau di luar. Makan di kamar aja ya," jawab Haidar. "Yaaaah, Baby Girl pengen makan di luar, Abi!" rengek Ciara. "Ocyang gak ingin liat kamu dimasuki angin, udah malem kan ganggu tidur kamu juga kalau muntah-muntah," kilah Haidar
Read more
Bab 108. Membunuh Gemuruh Angin
"Ya udah, aku keluar aja. Pasti kamu gak tega sama Mbak Ciara." Bening mulai melangkah, ada kesal-kesal cemburunya juga tidak direspon Haidar. "E-eh, jangan! K-kamu tidur lagi aja, aku habis ini tidak tidur lagi kok." "Eeh, tapi loh, bukannya kamu---" "Kamu salah bulan pesennya, ini yang menjadi sebab Bening masih di sini," Haidar tidak memperdulikan Bening yang terlihat akan bicara, ia langsung keluar  membuka pintu kamar mandi. Jelas Haidar memikirkan keadaan Ciara. Bukan perkara bukan hanya perkara yang tidak di sungai tengah aja tapi ini mengenai perasaan bersalahnya sudah tidur dua kali dengan orang lain selain istrinya sendiri meskipun notabennya dengan kata tidak sengaja. Ginuk memang  meresahkan,  waktu itu Haidar bersama timnya sudah menyelidiki dan ternyata benar ada tujuan buruk untuk Bening dan perusahaan papanya Bening. FLASBACK OFF. "Oc, kenapa belum tidur?" tanya C
Read more
Bab 109. Qobiltu yang Menjadi Janji
"Pengen baleng ibu," bisik Uja. "Oohhh, nanti ya. Kita beli dulu bareng Gimom," bisik balik Sita. Keinginan utamanya tetap diungkapkan. Genangan air mata  Uja sudah menunjukkan detik mau meletus. Menyikapi hal tersebut, Sita justru menggendong Uja dan mengajak Nenek Gilap  untuk menggendong yang lain supaya kalau menangis sudah di luar, tidak didengar oleh Ciara. ***"Assalamu'alaikum, anakku sayang. Dunianya sudah berbeda ya, lebih luas kan? Hmmm, moga Adik bahagia, jadi anak sholihah. Abi sayang banget sama Baby Girl ini, Abi percaya kok, pasti kamu juga sayang Abi. Makasih udah kasih kelonggaran buat Ibu. Sekarang Ibu masih pucet habis berjuang untuk temuin kamu dengan Abi.  Sayangi ibu ya Sayang." Kiara Basma, anak kedua dari Ciara Basma dan Haidar Jenggala. Kiara lahir setelah adzan subuh di bulan Ramadhan. Wajahnya sangat mirip dengan Ciara sesuai dengan yang mereka angankan di waktu saat Uja, Uha,
Read more
Bab 110. Kini Kuhempas dari Ruji
Tak ada kebahagiaan yang sempurna,  kecuali kita yang menganggap sempurna karena setiap yang dilakukan tangan lemah ini pasti ada kuranganya, entah itu di bagian, awal, akhir tengah maupun yang menyelimuti di Setiap perkara yang dilakukan dengan tanpa disadari. Keadaan Gus Fahim dan Tiara segera diurus. Baru saja mau lega karena pelaku tertangkap, kini malah terjadi kecelakaan.  "Kamu pulang ya, biar disetir mama. Ocyang langsung ke rumah sakit. Tenang, Tiara pasti segera sadar kok." Haidar memeluk sang istri yang terlihat kaget. *** "Pengingat yang tidak mungkin aku ingkari. Walaupun sesuatu akan terjadi lagi memberimu sebuah pemberontakan besar yang mengeruk semua hal yang telaj menjadi kebahagiaanmu, jangan menyerah Sayang. Kamu udah paham bukan? Dunia emang gitu. Jika tumbuhan bisa layu
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status