All Chapters of Istri Galaknya Om CEO : Chapter 81 - Chapter 90
119 Chapters
Bab 81. Mengendus Mahkota
"Ini bremnya udah beli. Nampannya juga udah ada. Wait, cuci tangan dulu." "Mimpi apa, sih yang buat njenengan banyak ide buat aku seneng?" tanya Ciara. "Mimpi? Kenapa harus dimimpikan? Hidup kita kan udah nyata, cintaku untuk kamu juga sudah nyata, bukan lagi hanya sebuah mimpi yang belum tahu sampai di alur mana, kita bukan bicara masa depan, yapi masa sekarang." Perasaannya sangat tenang, melihat suaminya merakit makanan kesukaannya dibuat menjadi unik. Tidak mau kalah, ia pun melangkah untuk membeli dodol kesukaan suaminya dan ikutan membentuk seperti Haidar. Mereka membuatnya di tempat yang nyempil dengan kuliner di area makam sehingga kalau ada yang kurang tinggal beli. ***"Malam ini Ocyang minta sesuatu.""Apa, Sayang?" tanya Ciara. "Kita olahraga yang lebih lama." "Tadi siang kita nonton bioskop, kan?" "Iya, kenapa?" WAHH! Suaminya munta yang lebih lama. Tentu akan dilayani dengan penuh kasih sayang. Aroma-aroma pergerakan mulai mereka peragakan dari yang terringan.
Read more
Bab 82. Belaian yang Ditunggu
"Iya, Ocyang memang salah," jawab Haidar. "Ngapain ikut ke sini! Urus anak-anak kamu itu!" "Gak mau. Biarin aja mereka nangis," "Tega ya sama anak sendiri!" Haidar membiarkan putranya menangis. Ia justru mengejar istrinya yang sedang kembali ke kamar mereka. Sontak membuat Ciara semakin marah saja, bukannya mengurus anak malah mengikuti langkahnya. Ciara segera beralih untuk kembali melihat para Mbum. "Tuh, kan ... semarah-marahnya Ibu tetep sayang ke Mbum," goda Haidar. "Ya njenengan jangan ngaco gitu kalau ngomong! Sesuatu yang gak mungkin itu gak usah dibuat uji coba! Udah nangis jadi tambah nangis sekarang gara-gara njenengan tinggal! Lagian yang dicari itu Abinya, bukan Ibunya." Kala itu memang yang dicari Haidar. Ternyata oh ternyata, lelaki itu mengetes kesabaran dan ketegaan sang istri. Tidak mungkin juga Ciara tega tidak peduli dengan sang anak apapun keadaan dirinya. "Adik Uja kan lekat banget sama kamu, Sayang," sahut Haidar. "Lekat sih, lekat, tapi gak denger yang
Read more
Bab 83. Lekukan Indah
"Ada i-ini Sayang, Ocyang harus---" "Ya apa? Isbay gak ngerti apa-apa," kata Ciara. "Mmm, itu loh." "Aaarghh! Palingan juga prank, Ocyang udah kena virus prank sekarang.""Serius, Ibu Cia!" Kebiasaan yang menjengkelkan secara harfiahnya. Namun, asyik untuk kegiatan mereka berduaan. Haidar kembali membuat prank untuk Ciara setelah amarahnya memuncak di malam tersebut. "Lah iya apa? Ngeselin banget sih udah digugurkan juga hukumannya. Mau hukum lagi aja, hah?" "Ini loh, Ocyang sangat terpana nyentuh kamu." "Hhhh, kan apa aku bilang! VIRUS PRANK!" ***"Kamu mau ke mana?" tanya Haidar. "Jelas ke kampuslah," jawab Ciara. "Serius pakaian kamu seperti ini, hmm?" Haidar melotot, melihat penampilan istrinya. Memang penuh lekukan yang sangat indah. Namun, sangat buruk jika ditampilkan pada khalayak umum. Karena bagusnya dan sangat indahnya ini ketika hanya dilihat sangat suami saja. Haidar kesal, karena pakaian istrinya itu membungkus aurot, bukan menutup aurot. "Emang napa? Cantik
Read more
Bab 84. RUMAH KEDUA
"Hmm, canda aja Sayang. Ocyang seneng semua tingkah laku kamu. Gak ada yang mengurangi rasa cinta. Mau manja, mau galak, kalu tetap Ciara Basma yang namanya Ocyang sebut dalam kalimat mutiara." "Tadi kok ngomong gitu?" Ciara membalikkan badan. "Biasa, ledek kamu aja." Setiap perlakuan sesuatu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Konsekuensi tak melulu perkara buruk. Terkadang, perkara yang baik, terapi karna mengejar yang satu, harus ada yang direlakan. Bahaya! Entah mengapa pikiran Haidar teringat dengan Bening, ua merasa ada getaran rindu yang sangat kuat. *** "Bening! Kamu apain Kakak Uda? Ngaku kamu nggak usah sok polos!" celetuk Ciara. "Maaf, Mbak. Aku tidak apa-apain, maksudnya sok polos apa ya?" tanya Bening kebingungan. "Kemarin aku masih diem liat Kak Uda berani mukul ke aku, tapi sekarang udah merajalela ke Uja. Kamu ngajarin apa?" bentak Ciara. "Ya Allah, aku beneran nggak ngajarin yang jahat, Mbak. Di sini hanya main," timpal Bening. "Halah, alasan!" Haidar berl
Read more
BAB 85. MAINAN KUCING DARI BENING
"Iya, makanya aku bingung Ci, tapi tenang aja. Aku gak bakal rebut kok, aku cuma minta doa kamu aja supaya Haidar tidak lagi menjadi orang yang aku cintai." Semuanya sakit hati. Haidar pun ikut sakit hati, merasakan menjadi orang jahat yang melukaimu kedua perempuan yang sama-sama tidak salah. Mau berkata apa pun, serasa ada yang menghalangi. *** Haidar: "Bangga sama kamu." Bening: "Bangga? Jangan mulai memancing apa yang telah reda." Haidar: "Kamu mikirnya apa?" Bening: "Udah stop chat atau aku blokir aja!' Haidar: " Pasti takut kan, takut ketahuan Ciara?" Bening: "Hmmm, tanpa aku sebut harusnya kamu sudah tahu." Haidar: "Oke, iya. Aku kok kangen ya sama kamu, kangen waktu masa-masa di pesantren maksudnya." Bening: "Haidar! Maksud kamu apa, sih kayak gini? Suka ya bikin aku tambah terluka?" Haidar: "Gak kok, cuma kangen suasana dulu aja." Bening: "Fix, blokir!" Ini bukan Haidar yang chat, siapa lagi kalau bukan Ciara. Akan tetapi, ini nyata sesuai yang Haidar sedang rasak
Read more
BAB 86. RESAH
"Kamu bayi bukan, sih Nak? Masyaallah, tahu kalau di sana berisik." "Hmmm, anak Ibu kan pinter Bi!" sahut Ciara. "Anak Abi juga, dong." "Iya deng, kalau pinternya kayak Abi aja, ini kucingnya, Sayang." "Oyeeeee!" Uda langsung membawa kucing-kucingannya ke kamar sebelah. Haidar menatap wajah istrinya yang terlihat sangat lesu. Ini pasti sedang jengkel dengan Bening. Kepala Haidar tiba-tiba pusing, yang sengaja ia jatuhkan ke paha istrinya. "Pusing, Sayang!" rintih Haidar. "Alasan! Cari perhatian doang!" "Pegang nih, panas." Haidar mengambil tangan Ciara ke jidatnya. "Ngapain sih, njenengan kok sakit? Jangan nambah nambahin kesel napa!" sahut Ciara. "Orang sakit kok dimarahi." "Pikiran Isbay lagi suntuk ini!" "Kita ke makam sekarang." "Ini nih ciri orang yang gak menggunakan fungsi otak dengan baik!" seru Ciara. "Kamu kok nambah-nambahin Ocyang pusing, sih?" Pikiran keduanya sebenarnya masih sama-sama melayang ke Bening. Ciara sangat kesal, sudah tahu lagi sakit, tetapi m
Read more
Bab 87. Dekapan Raja
"Banyak sedikit itu tidak berpengaruh yang berpengaruh adalah keputusan njenangan yang harus dilakukan dibulatkan ini bukan perkara yang harus dinanti dipilih dan ditimbang lagi. Bukan saatnya yang harus segera menikahi, pandanglah putra kita yang satu ini dia tidak mau tidur pulas, dia akan berhenti menangis setelah disentuhkan dengan bening itu maksudnya apa coba apa, njenengan mboten berpikir sampai situ ya kalau bicara masalah hati kamu tau sendiri bagaimana perasaanku saat kau dekat dengan wanita lain itu saja sudah cukup membuat hati ini sangat cemburu. Akan tetapi sekarang bukan saatnya lagi memikirkan tentang perasaan yang terpenting adalah kesehatan putra kita, njenengan mau melihat putra kita terus-terusan sakit. Nggak kan?" "Sayng, tapi Uda juga nggak meminta nggak meminta Abinya ini menikahi bening sayang dia pasti juga mau hanya kamu yang menjadi ibunya." Membicarakan masalah hati bukan lagi perkara yang harus diulik terus-menerus dan menghabiskan waktu tidak akan ada h
Read more
Bab 88. Favorit
Beberapa detik kemudian. "Oke siap ya. Siapa yang mau punya Adik?" Sontak ketiganya berbicara mereka semua berebut untuk mengatakan mau kepada Haidar dengan mencium perut ibunya karena Haidar sering meminta mereka berdoa untuk kehadiran adiknya. Sembari memberi penjelasan bahwa adanya itu hadir di perut ibunya sama seperti mereka dulu juga berada di situ. Tidak jarang juga Haidar memperlihatkan foto-foto ibunya ketika masih hamil. "Wah ternyata semua tetap mau ya," sahut Haidar. "Coba dong Ibu sama Abi pengen dengar doanya Kakak Uda, Abang Uha sama, dan Adik Uja," pinta Ciara. "Ya Allah, eyi adik. Aamiin." "I eyut Ibu." "Aya ola." "Emen main." "Ce---wek." "Ha? Hahaha. Kak Uda pengen yang cewek." Orang tuanya terkekeh sempurna. "Iya, ake ibab. Itu." "Masyaallah, anak Abi sholeh. Semua pengen cewek, nih? Sama, Abi juga pengen." "Ibu juga dong, Sayang." ***"Awwww, perih," kata Ciara. "Apanya?" "Dua bukit ini. MasyaAllah perih banget digigit Adik Uja karena ngambek minta d
Read more
Bab 89. Rangkulan Kasih
"Sstt, gak mungkinlah. Kamu nggak berani liat?" tanya Haidar. "Mboten. Males serem kayak gitu. Takut ada lampor, huaaaa!" Ciara mendelik ke punggung suaminya. "Cemen banget Ibu Cia, hahaha." "Gak usah banyak ngerendahin, cepet cek!""Harus kamu temenin tapi," sahut Haidar. "Cieeee, Haidar Jenggala penakut! Yang cemen siapa, sih kalau seperti ini?" "Bukan begitu, kalau ada kamu kan tambah semangat." "Oke," Gegas ke ruang depan untuk membuka pintu. Lampor? Mana ada? Justru yang datang ialah lampion bentuk pororo sama jenang mirah. Sudah ketebak, dalam pikiran Haidar dan Ciara, itu pasti Rasa. Kesannya aneh, tetapi mereka tidak terlalu menghiraukan itu dari siapa, yang penting sekarang segera masak karena sudah mengundang Rasa. "Aneh, chat Rasa dulu, nggih?" kata Ciara. "Nggak usah, entar kamu kebablasan ngobrol," jawab Haidar. "Jiwa kepo meronta ini loh, kalau nggak dari Rasa dari siapa lagi?" "Entar juga ketemu kan, taruh ponselnya." Haidar mengambil pelan pasal Ciara dan
Read more
Bab 90. Ada yang Lagi Bahagia 
"Ohh, paham kok."   "Paham kok cemberut kayak sop buntut."  "Cemberut ingin memangsa---"  "Lincah banget keinginannya"  "Emang apa? Sok tahu, kan masih dijeda."   "Udah ketebak kali. Minta yang manis-manis kan? Mangsa aja sekarang, hahaha."   Ibarat tumbuhan, mereka sedang di fase subur-suburnya. Subur dalam segala aspeknya dan atas subur tersebut mereka manfaatkan dengan baik. Tidak akan menyia-nyiakan kesempatan dalam keindahan malam.  *** Ciara: Abinya Mbum, beliin sate ya, yang ada di samping kantor.   Haidar: Oke Ciara: Sekalian brem   Haidar: Iya, mau apalagi?  Ciara: Sarung yang motifnya pink  Haidar: Siap
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status