Semua Bab Pelakor Itu Sahabatku : Bab 61 - Bab 70
109 Bab
Bab 61. Bisikan Nafsu
"Ayo ikut aku!!" Langit memegang tangan Senja dan menariknya untuk keluar. "Mau kemana? Aku mau kerja, Mas?" Senja berusaha menolak Langit. "Pokoknya kamu harus ikut." "Tapi aku tidak bisa!!" kukuh Senja. Langit terdiam. Ia menoleh ke arah Senja yang masih berada dibelakang. "Apa kamu lupa siapa bosnya dimana kamu bekerja? Apa kamu lupa siapa yang menggaji kamu setiap bulannya?" tanya Langit seraya melotot garang. Ia tidak suka saat Senja menolaknya. Padahal, ia adalah bosnya, lalu kenapa Senja sama sekali tidak menghiraukan perintahnya. "Iya. Aku tau kalau kamu bos di mana aku bekerja. Tapi aku tidak ingin menerima gaji buta, Mas." "Kalau kamu tidak Ingin menerima gaji buta, menikahlah denganku. Maka aku akan memenuhi kebutuhanmu. Kamu hanya perlu bekerja di ranjangku." Senja mendelik mendengar kalimat Langit yang bar-bar. Sedangkan Vivi dan Benji hanya pura-pura tidak mendengar. Percayalah, bahwa mereka pun malu mendengar kalimat yang tak seharusnya m
Baca selengkapnya
Bab 62. Khilaf
"Nja, aku ingin, Nja," pintanya dengan suara parau. Mata yang awalnya terpejam, perlahan terbuka. Dilihatnya wajah Langit yang memerah menahan hasrat yang siap diledakkan sekarang juga. Otaknya yang tengah berkabut, tentu akan ia menerima ajakan bercinta yang sudah lama tidak ia rasakan. Kenikmatan yang sempat ia rindukan. Tapi, hatinya mencoba waras ditengah terpaan hasrat yang menggelora. Mata mereka saling tatap. Dan itu cukup lama. Sampai Langit bisa menyimpulkan penolakan dari Senja walau tanpa kata. Seketika ia merasa bersalah karena sudah merusak Senja dengan keegoisannya. "Maafkan aku, Nja." Lantas, Langit langsung beranjak dari tubuh Senja yang ia tindih sedari tadi. Tangannya terulur untuk membantu Senja beranjak dari tidurnya dan duduk di depan Langit. "Maafkan aku, Nja. Aku khilaf," ucapnya lagi dengan sorot mata penuh penyesalan. Senja terdiam cukup lama, sampai akhirnya segaris senyuman terbit di bibirnya. Ia menggeleng pelan
Baca selengkapnya
Bab 63. Menerima Lamaran
Untuk sesaat membuat Senja terdiam. Kata-kata Langit memang tampak biasa saja tapi jika ditilik lebih lanjut, tentu kalimat itu mengandung sejuta makna. Sebagian yang ia tau, Langit terlahir sebagai orang kaya tapi miskin kasih sayang. Itulah yang membuat Langit terlihat ketus dan dingin. Tapi saat bisa mengambil hatinya, ia akan menjadi pribadi yang jauh berbanding terbalik. Langit menjadi manusia rapuh yang haus akan kasih sayang. Manja dan cerewet. Senja mendekat dan memeluk lengan Langit dengan erat. Jika sudah begini, ia merasa bersalah karena sering kali menolak Langit saat pria itu mengajaknya menikah. Apakah ini saatnya ia menerima lamaran itu? Langit tersenyum sumbang. Merasa konyol dengan apa yang ia katakan barusan. "Kamu pasti kaget ya mendengar kalimatku barusan? Maaf, aku bisa menjadi diriku sendiri saat bersamamu, Nja. Dan inilah yang kurasakan selama ini sebelum mengenalmu. Sepi." Langit seolah tau apa yang dipikirkan Senja saat ini. Tapi ia y
Baca selengkapnya
Bab 64. Akhirnya Pulang
Menjelang sore, Langit dan Senja baru kembali ke hotel. Bukan untuk bekerja, tapi menemui Benji karena ada hal penting yang katanya ingin disampaikan oleh pria itu. Langsung saja Langit menuju ke loby hotel. Sedangkan Senja sendiri memilih untuk tetap berada di mobil. Ia tidak ingin menjadi bahan gunjingan ketika melihatnya pergi bersama Langit. Kadang Senja melamun. Mimpi apa dia bisa menjalin hubungan dengan pria nomer satu di tempatnya bekerja. Padahal sebelumnya ia sudah bertekad menutup hatinya untuk mahkluk yang bernama pria. Tapi kenapa Langit berbeda. Matanya menatap keluar kaca mobil. Otaknya masih berkutat dengan pikirannya sendiri. Ia mencintai Langit, tapi ia sadar jika itu tidak akan mudah untuk di lalui. Apakah ia sanggup? Harus. Karena ia sudah melangkah sejauh ini. Asyik bergelud dengan pikirannya sendiri, Senja sampai tidak menyadari Langit sudah duduk di balik kemudi. Menatap dengan tatapan heran dan penuh. "Sayang." Senja masih d
Baca selengkapnya
Bab 65. Chef Abal-abal
"Mama." Yuke menoleh. Seketika senyum di bibirnya terbentuk lebar. Merekah dengan mata memerah melihat anak yang ia rindukan datang tiba-tiba. "Langit." Wanita parubaya itu pun melangkah dan mendekat. Lantas langsung berhambur ke pelukan Langit yang begitu ia rindukan. Tanpa sadar, air matanya mengalir begitu saja dari sudut matanya karena luapan rasa bahagianya. "Mama sangat merindukanmu, Nak. Kenapa kamu tidak pulang beberapa hari ini?" Punggungnya bergetar. Yuke terisak dalam tangisnya. Dalam dekapan hangat putranya. Langit menelan ludah kasar. Ia merasa bersalah karena sudah meninggalkan mamanya sendirian. Meski hatinya sempat marah atas apa yang dilakukan sang mama, tapi ia tidak menampik jika begitu menyayangi wanita yang telah melahirkannya itu. Ia berharap mamanya bisa berubah setelah ia tinggal pergi beberapa hari. "Maafkan Langit, Ma." Hanya itu kalimat yang keluar dari bibirnya. Cukup lama saling mendekap, hingga akhirnya pelukan itu teru
Baca selengkapnya
Bab 66. Akhirnya Laku Juga
"Bukan begitu maksud Langit, Ma." "Lalu apa? Apa kamu pikir mama tidak mengerti apa yang kamu katakan barusan? Apa. Kamu pikir mamamu ini bodoh, begitu?" tanya Yuke dengan nada menggebu penuh emosi. Ia tak habis pikir bisa-bisanya sang putra menjadi pria idaman lain pada hubungan seorang wanita. Yang lebih memalukan lagi, wanita itu sekarang menjadi janda. "Apa kamu puas sudah menghancurkan rumah tangganya, Langit?" tanya Yuke dengan lirih. Suaranya terdengar pelan, tapi menusuk di hati. Langit menghela nafas panjang. Kenapa mamanya itu seolah senang sekali mengambil kesimpulan tanpa mendengar cerita yang sebenarnya. Ia ingin menjelaskan, tapi mamanya seolah main tuduh saja. Jika sudah begini, ia sangat menyesal telah menuruti kemauan Senja untuk pulang ke rumah. Lebih baik dia di apartemen memeriksa tumpukan berkas daripada harus kembali berdebat dengan sang mama. "Dia sudah cerai sebelum Langit bersamanya, Ma." Langit membela dirinya sendiri. Karena memang it
Baca selengkapnya
Bab 67. Memaksa Berpisah
"Tidak bisakah kamu meninggalkan Langit saat ini juga?" Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Yuke, mama Langit tanpa memikirkan bagaimana perasaan Senja saat ini. Yang terpenting baginya adalah Langit berpisah dengan wanita yang ia rasa tidak pantas mendampingi sang putra. Kala itu, Senja yang masih bekerja dipanggil seorang wanita, yang ia tau resepsionis di hotel dimana ia bekerja. Memintanya untuk ke lobby hotel karena ada yang ingin bertemu. Tentu Senja sempat merasa curiga. Karena ia takut jika itu Han atau Sherly yang meminta bertemu untuk mencari masalah seperti tempo hari. Saat sampai di lobby, langkahnya sempat terhenti saat melihat wanita parubaya dengan pakaian mewah serta tas branded di tangannya. Tatapannya sinis, seolah memandang rendah orang yang bekerja di sana. "Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya Senja sopan, meski tak menampik hatinya was-was. "Bisa kita bicara berdua?" Senja hanya mengangguk sebagai jawaban karena menolak p
Baca selengkapnya
Bab 68. Ingin Pisah
"Apa yang mama lakukan pada Senja?" tanya Langit yang tiba-tiba datang. Ia berdiri tegak dengan tatapan nyalang penuh amarah. Yuke yang tengah membaca majalah pura-pura tidak mendengar. Ia masih fokus membaca majalah di depannya. "Ma!!!" Yuke masih tak bergeming. Sampai akhirnya Langit nekat mengambil paksa majalah itu dan membuangnya. Mata Yuke menatap Langit dengan tatapan tak kalah tajam. Ia beranjak berdiri seolah siap menantang sang putra. "Mama tidak menyangka jika wanita itu berani mengadu sama kamu apa yang telah mama lakukan kepadanya? Dasar wanita tidak tau diri." "Ma, dia tidak mengadu apapun sama Langit. Tapi Langit tau semuanya tanpa Senja memberitahu." "Halah, kamu tidak usah membela wanita itu terus. Mama sudah capek mendengarnya." Ketika Yuke hendak beranjak, Langit mencegah lengan Yuke dan menariknya sampai terduduk di sofa. "Langit, jangan kurang ajar kamu!!" Yuke menatap nyalang. Hampir saja dia memukul putranya yang sudah
Baca selengkapnya
Bab 69. Langit Koma
"Pergi kamuu!!!! Dasar wanita pembawa sial. Jika saja Langit tidak bersamamu, mungkin putraku tidak akan celaka seperti ini," raung Yuke di depan ruangan UGD tempat dimana Langit mendapatkan perawatan. Kala itu saat Langit mengejar Senja, tanpa melihat kanan kiri Langit langsung menyebrang jalanan. Saat berada di tengah-tengah, sebuah mobil melaju yang membuat kecelakaan tidak bisa dihindarkan. Brak.. "Mas Langiiittt!!!!!" teriak Senja dengan histeris. Senja berbalik dan berlari menghampiri Langit yang sudah terkapar di aspal dengan darah yang mengucur dari kepalanya. "Mas, bertahanlah. Ambulance segera datang." Senja tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia berteriak meminta orang-orang memanggil ambulance untuk kekasihnya. "Se_nja." Senja menatap Langit. Matanya memerah seolah menahan kesakitan yang tiada tara. Senja menggenggam tangan Langit dengan erat. "Bertahanlah, Mas. Maafkan aku. Maafkan akuuu!!! Aku menyesal, Mas!!!" raung Senja yang menata
Baca selengkapnya
Bab 70. Melawan Restu
Yuke terdiam menatap tubuh anaknya yang dipenuhi dengan alat penunjang kehidupannya. Hatinya remuk tak terbentuk. Mungkin ini semua tidak akan pernah terjadi jika bukan karena sumpah serapah yang sempat ia katakan pada putranya. Hanya bisa menyesal karena waktu tidak akan pernah terulang lagi. Memory seketika memenuhi otaknya saat ia meninggalkan Langit sendirian karena ia sibuk mencari uang. Dan saat sudah dewasa, ia hanya sibuk dengan sahabat sosialitanya sampai ia melupakan putranya. Benar kata Langit jika ia terlaku sibuk memikirkan perasaan sahabatnya dari pada anaknya. Dan sekarang lihatlah, satu orang pun sahabatnya tidak menampakkan batang hidungnya untuk sekedar menanyakan kondisi sang putra. Ia sadar jika ia sangat berdosa pada sang putra. Ia terlalu egois sampai kebahagiaan sang putra ia patahkan demi ambisinya. "Lang, bangun, Nak!! Mama janji akan merestui hubunganmu bersama Senja. Mama janji akan menerima Senja sebagai calon menantu mama," ucapnya seraya tersenyum
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status