Semua Bab BODYGUARD KESAYANGAN : Bab 81 - Bab 90
94 Bab
Sepasang Harimau
Mei menangis melepas kepergian tuannya. Lagi pula Aya dan Saka sedang tidak ingin diganggu. Ingin bebas-sebebas-bebasnya seperti pasutri baru nikah pada umumnya. Nggak ada campur tangan orang tua di dalamnya. “Udah, nanti kalau ketemu wilayah kekuasan baru datang, ya, Mei. Tapi nggak janji kapan sih. Pokoknya nanti Aya kabarin.” Wanita bermata biru itu menenangkan sahabat yang telah menemaninya menjaga Amira. “Janji, ya, Tuan Putri. Hamba tunggu di sini, hiks.” Tangis Mei makin jadi. “Cari jodoh, Mei, jadi nggak jomlo lagi. Kirain kemarin bakalan sama Pak Cakra, rupanya dia kepincut janda dari pada anak gadis.” Aya melihat Cakra dan Saka yang sedang salam perpisahan sambil pukul perut, lakik banget pokoknya. “Bye, miss you all.” Aya dadah-dadah manja sama semua yang mengantar, termasuk gusti prabu dan ratu yang menarik napas berat. Sebenernya udah biasa Abhiseka melepas anaknya yang banyak untuk berumah tangga. Hanya saja sama Aya ini agak beda dari biasanya. Jalan-jalan sepasang
Baca selengkapnya
Istana Putih
Pagi menjelang di dalam kamar hotel, sudah dua bulan dan keduanya belum juga pergi. Namun, kali ini baik Saka atau Aya sama-sama berkemas. Sudah waktunya menjelajah karena petugas hotel mulai mencurigai mereka berdua yang selalu membayar pakai daun emas. “Kita ke mana, Kang Mas?” Aya mengikat rapi rambutnya. Saka sendiri masih menatap ke luar jendela. Ia perhatikan mobil yang macet karena jam kerja serta sekolah baru saja dimulai. “Tidak mungkin juga kembali ke gunung. Kita cari tempat baru saja. Yang jauh dari sini. Sudah selesai?” Pengawal itu melirik istrinya yang memoleskan lipstik merah delima di bibirnya. “Udah, yuk, walau belum jelas pergi ke mana?” Sang putri menarik tangan suaminya. Mereka berdua keluar dari kamar hotel, mengunci dengan kartu, dan tentu saja jadi pandangan beberapa pelayan yang sedang membersihkan lorong hotel. Kadang-kadang kamar itu ada orang kadang nggak, disangkanya hantu yang tinggal di hotel mewah tersebut. Lalu keduanya mengembalikan kartu dan memb
Baca selengkapnya
Takhta Baru
“Ya, kan ceritanya emang begitu.” Aya meminta Saka duduk di sebelahnya. Putri malu dan pengawal pribadinya juga memperhatikan keduanya. “Ya, lanjutkan ceritanya kalau begitu.” “Putri Malu, kan, umurnya udah lebih tua daripada Ayahanda. Jadi udah saatnya naik ke langit, gitu katanya.” “Nirwana maksudnya?” Saka membenarkan maksud perkataan istrinya. “Nah, iya itu. Jadi kedatangan kita bisa dikatakan tepat waktu, Kang Mas. Dia mau pergi terus dia titipkan istana dan pulau ini sama kita. Gimana, mau, kan? Kita juga belum ada tempat tinggal. Di sini hening banget, cocok sama kita yang introvert parah.” “Memang dia tak punya keturunan?” tanya Saka dan Aya menggeleng saja. “Di sini nggak ada jantan. Adanya kupu-kupu betina aja makanya istana dibangun indah banget.” “Apa nanti tidak akan terganggu kupu-kupu di sini dengan dua ekor harimau seperti kita?” “Masa depan nggak ada yang tahu, Kang Mas. Nggak ada salahnya juga dicoba dulu. Kalau cocok kita lanjut kalau nggak cocok kita pergi
Baca selengkapnya
Tempat Rahasia
Hari pertama berada di istana putih, Saka dan Cahaya masih menjelajahi seluruh istana dan kerajaan. Tidak dengan terbang, melainkan keduanya berjalan kaki. Tidak ada pasukan khusus yang mengawal, mereka berdua saja. Kecuali kupu-kupu yang bentuknya mungil. Kerajaan itu memang sangat kurang dari segi penjagaan keamanan. Oleh karenanya Abhiseka melindungi dari jauh. “Sepi banget ya, di sini.” Cahaya menarik roknya yang berwarna putih berkilau. Tidak ada lagi sepatu atau sandal seperti di dunia manusia. Ia tak menggunakan alas kaki agar lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar. “Sepertiya karena terlalu lama ditinggalkan. Terlalu sepi, mengalahkan Gunung Kalastra.” Bahkan Saka mengeluarkan asap dari dalam mulutnya, cuaca yang dinginnya mengalahkan kutub utara walau tanpa hujan salju. “Tapi walau sepi, ternyata luas juga tempat ini,” sahut sang ratu yang belum melompat dari satu tanah terbang ke tanah lainnya. “Benar, melebihi luas tempat tinggal kita. Gusti Prabu menyerahk
Baca selengkapnya
Masa Lalu yang Tersimpan
Cahaya menjejakkan kakinya di tanah yang rumputnya berwarna hijau dan ungu. Di atas rumput itu mulai ditutupi butiran es. Bukan karena salju yang turun, tetapi memang demikianlah adanya wilayah kerajaan itu. Sambil menutupi dingin di tubuh, Cahaya mengeluarkan api biru dari mulutnya. Lalu tak lama kemudian, sebuah jubah putih terbang ke arahnya dan menutupi tubuh sang ratu yang tetap nekat pergi ke wilayah terlarang. “Bulu harimau?” gumam Aya melihat corak harimau putih sangat jelas pada jubah itu. “Apa harimau pernah tinggal di sini?” Sang ratu masih belum banyak tahu tempat yang ia tinggali. Bagaimana kelamnya sebelum menjadi sangat indah. Secara tak sengaja, telapak kaki Cahaya menginjak sebuah tulang yang tidak rapuh. Ia mengaduh dan melihat ke bawah. Tulang yang mencuat dari dalam tanah itu, Aya tarik hingga keluar semua dan membuatnya terkejut. “Tulang harimau?” Semakin penasaran Aya dengan apa yang tersembunyi di kerajaannya. Sang ratu ingin memanggil Saka, tapi yang ada dia
Baca selengkapnya
Putra Makhkota
Saka memastikan dirinya terkunci di dalam ruang rahasia yang semalam tak sengaja ia temukan. Di dalam sana tidak ada satu makhluk pun selain dirinya. Di sana juga tidak ada para peri yang akan mengganggunya. “Tempat ini masih banyak misterinya. Aku harus tahu, karena aku seorang raja,” gumamnya perlahan. Saka menyentuh satu demi satu benda asing yang ia temukan. Selama beberapa saat lamanya pun tidak ada perubahan. Termasuk zirah perang yang ia sentuh, seakan-akan tempat itu kosong dari segala sihir yang biasanya memenuhi kediaman mereka. “Kalau tidak ada apa-apa, lebih baik aku kembali saja. Sudah terlalu lama aku meninggalkan Cahaya.” Manusia harimau itu tidak tahu kalau istrinya pun pergi berkelana ke luar. Pendengaran Saka di dalam ruang rahasia itu pun tertutup rapat. Baru saja ingin menggeser dinding, sebuah kitab lama terlempar dan menghantam kepalanya. Saka mengaduh dan menoleh ke belakang. Ia ambil kitab lama yang penuh lukisan itu. Sang raja ingin membaca di sebelah ist
Baca selengkapnya
Hadiah
Seekor ular berwarna hijau seperti lumut menggeliat di dalam danau. Danau itu berada di atas tebing tertinggi, bahkan elang pun belum pernah sampai terbang ke sana. Wilayah yang memang berada dalam kuasa manusia harimau, tetapi tidak ada yang berani mengusik kediaman ular setengah manusia itu. Binatang meleta tersebut menyembulkan kepalanya. Lidah cabang duanya keluar. Mata berwarna hijau itu memandang mangsa di atas pohon. Seekor monyet yang sedang tertidur pulas dan dan tak sadar sebentar lagi akan berpindah ke perut ular. Tubuh licin itu tegak dan dalam waktu cepat, kera yang tadinya baik-baik saja kini telah berada di dalam mulutnya. Empat gigi tajam tersebut mematahkan tulang seekor kera dan tenggorokannya mendorong masuk makanan terus masuk ke perut. Setelah teredam laparnya ular hijau itu masuk ke dalam danau. Kemudian bagian atas tubuhnya berubah menjadi setengah manusia dan ia pun berjemur di bawah sinar matahari yang malu-malu menyapa wajah cantiknya. Sanaha—nama ular it
Baca selengkapnya
Rawa Berdarah
Abhiseka menghidupkan kayu kering dengan api biru dari tangannya. Sang pangeran memandang rumput tempat mereka berdua memadu kasih tadi. Sanaha mengajarkan banyak hal padanya. Sayangnya ular itu pergi dan hanya tersisa sisik yang rontok di tanah saja. Abhiseka berenang dan kembali ke danau bagian atas tempat ia pertama kali bertemu dengan ular hijau itu. Sanaha masih tidak ada. Abhiseka berpamitan pada angin di atas tebing. “Aku tahu kau mendengarku, aku akan kembali lagi, aku harus pulang karena masih punya istana,” gumam Abhiseka. Tidak ada yang menjawab, lelaki bermata biru itu turun dengan cara melompat dari atas tebing. Di sana panglima elang ternyata telah menunggu. “Pangeran tidak apa-apa? Mengapa tidak pulang, Gustri Ratu mencari,” ucap penjaga dengan sayap menjuntai sampai ke tanah itu. “Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir, aku bisa pulang sendiri.” “Untuk apa Pangerang ke tebing itu. Bukankah kau tahu larangan?” “Aku tidak apa-apa, jadi tidak ada yang perlu ditakutkan.
Baca selengkapnya
Tak Bisa Memilih
Abhiseka bangky dari pembaringannya. Di sana ia tidur bersama Amira. Manusia biasa yang ia jadikan permaisuri setelah semua istrinya tewas di tangan siluman kelabang. Meski sudah hampir ribuan tahun tinggal di Gunung Kalastra. Harimau putih itu masih merindukan kampung halaman tempatnya lahir. Tempat itu ia tutup rapat dari pandangan baik manusia atau siluman, bahkan Guru Wirata tak bisa menemukannya. Hingga pada akhirnya ia serahkan pada Cahaya dan Saka agar tempat itu hidup kembali. Apakah ia tak memikirkan apabila Sanaha bangkit dari tidur panjangnya dan tak akan mengganggu Cahaya. Abhi memikirkan semua itu. Ia yakin putrinya yang dari garis manusia biasa bisa menangani ditambah kehadiran Saka—pengawal yang sangat ia percaya. Walau demikian ia termasuk mempertaruhkan semuanya. Bisa saja Cahaya mati. “Sanaha, aku harap kemarahanmu tidak seperti dulu lagi. Sudah ribuan tahun berlalu, biarkan putriku mengambil tempat nenek moyangnya kembali. Aku sudah menepati janjiku untuk tidak k
Baca selengkapnya
Balas Dendam
Sanaha tersenyum ketika beberapa hari lagi bayi dalam kandungannya akan lahir ke dunia. Akhirnya ia tak akan kesepian lagi. Selama hamil ular hijau itu memang melemah kekuatannya, ditambah Abhiseka tak pernah datang ke tempatnya lagi. Sanaha tak tahu kalau di atas sana panglima elang dan beberapa anak buahnya datang mengawasi dan menunggu saat yang tepat baginya untuk menghabisi keturunan ular hijau penghuni telaga. Pernikahan dilangsungkan oleh Abhiseka bersama seorang putri dari kerajaan lain. Sanaha tahu dari desas-desus yang ia dengar. Ular itu tidak bisa mencegah takdir yang terjadi. Malam itu kerajaan sedang berbahagia atas penobatan pangeran dan putri makhota serta dua selirnya. Selama tujuh hari tujuh malam para duyung menyanyikan lagu-lagu bahagia hingga Abhiseka tak sempat memikirkan Sanaha. Gusti Ratu Swastamita tak melihat kedatangan panglima elang. Artinya makhluk yang setia padanya masih mengawasi telaga dan menunggu waktu yang tepat. Tengah malam ketika pesta perni
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status