All Chapters of Menjadi Istri Kedua CEO: Chapter 101 - Chapter 110
127 Chapters
101
Malam itu, karena hujan lebat kembali mengguyur Bandung, maka tidak ada pilihan bagi Adrian untuk hengkang dari rumah Anan dan Kinar. Lagi pula, pasangan suami istri itu melarang keras untuk Adrian menginjakkan kedua kakinya keluar dari pintu rumah mereka. Berbagai ancaman membahayakan bahkan doa serapah yang meluncur keluar dari bibir seorang Kinar Dewi cukup membuat Anan merinding. Dan di sinilah dirinya berada.Duduk di sofa ruang santai keluarga Anan dalam kondisi keremangan. Semua lampu-lampu telah di matikan sejak beberapa menit yang lalu. Cuaca yang mendukung untuk menarik selimut serta bercengkerama dengan pasangannya, bagi yang sudah memiliki dan berlaku untuk Anan serta Kinar. Pasangan itu telah minggat dari hadapan Adrian. Memberi ruang untuknya berpikir dan menimang.Guyuran air hujan yang jatuh mengenai tanah, membuat Adrian sadar harus berpikir dengan sangat lama. Bukan ragu namun lebih kepada mempertimbangkan pada banyak hal. Ke depannya, Adrian tidak ingin bermain-main
Read more
102
Untuk makhluk kecil seperti kita yang tumbuh di muka bumi ini, yang luasnya tak tertahankan hanya melalui cinta. Kita hanyalah setitik debu di alam semesta. Jadi jangan berlebihan dan hiduplah dengan nama dan akal sehatmu.Kata-kata itu yang sedang Ivana coba terapkan untuk hidupnya. Pasca bercerai dari Anan Pradipta, tidak banyak masalah yang harus menghampiri dirinya atau tatanan hidupnya harus berubah. Ivana WIjaya masih sama seperti dulu. Yang menjadi pembeda hanyalah statusnya saja. Jika untuk bersenang-senang dan menyalurkan hasratnya, Ivana bisa melakukan dengan pria manapun yang dirinya tunjuk meski tidak semuanya berakhir di atas ranjang dengan pakaian yang bercecer.Apa pun itu, seberat apa pun perjalanan hidupnya setelah mendapat gelar janda, Ivana selalu waras untuk menerapkan hidup sehat. Sejauh ini, pelampiasan terbaiknya ada pada Banyu Himawan. Namun pria yang telah bersamanya selama beberapa tahun inipun tidak sepenuhnya bisa Ivana percayai untuk melepaskan gairahnya.
Read more
103
“Yang terpenting adalah siapa yang membuat bunga di pohon itu mekar. Artinya hidupmu bisa berubah tergantung dengan siapa kamu bertemu.”Pagi-pagi sekali Adrian terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Membuka perlahan kedua matanya yang masih lengket untuk berdamai dengan sorot mentari yang masuk melalui celah gorden. Semalam adalah tidur paling pulas yang Adrian rasakan setelah sekian lama. Bak dipeluk kehangatan dan dicurahi oleh kasih sayang tak kasat mata. Layaknya bayi dalam dekapan sang ibu, Adrian memejamkan kedua kelopak matanya begitu saja. Begitu tenang dan damai hingga pagi ini, rasanya belum ikhlas untuknya terbangun.Lalu ingatan soal percakapan dirinya bersama Nindi yang memakan waktu berjam-jam. Wanita itu benar-benar dewasa dan bijak. Setiap keluhan yang Adrian luncurkan dari mulutnya mendapat respons positif. Padahal Kinar telah berkata jika Nindi pun butuh di dengarkan dan diberi sandaran. Ah, Adrian benar-benar kekanakan. Wajar saja mamanya selalu naik pitam jika meny
Read more
104
Semua kelopak bunga ataupun rumput, ada goresannya. Jika kamu tetap seperti rumput di lapangan yang berangin, bukankah lukamu akan semakin dalam?Adalah kutipan yang Kinar Dewi baca dalam sebuah novel yang baru saja dirinya beli. Seraya menunggu Anan yang sedang rapat bersama klien barunya, Kinar habiskan waktunya dengan bersantai di ruangan sang suami. Sebenarnya ini bukan hal yang ingin Kinar lakukan. Selain tidak etis dan tidak pantas dilihat, Kinar seperti istri yang terlalu terobsesi dengan suaminya. Padahal dorongan untuk berkunjung ke kantor Anan bukanlah kemauannya. Jika ditanya siapa yang memengaruhi kamu untuk tiba di sini, maka jawaban Kinar adalah tidak tahu. Karena memang begitu adanya.“Jangan dengarkan apa yang orang lain katakan atau kesimpulan apa pun tentang dirimu.” Teguh datang membawa makanan dalam paper bag. Meletakkan di hadapan Kinar yang tersenyum semringah melihat tulisan sablon makanan kenamaan kesukaan jutaan umat. Dari berbagai penjuru negara manapun, maka
Read more
105
“Aku melihatnya secara sederhana saja. Komposisi cinta di dalam sebuah pernikahan hanyalah sepuluh persen. Jika kamu merasa tidak terima, kita akan mengobrol sepanjang hari ini. Bagaimana?”Tidak masalah. Adrian akan menuruti maunya Nindi yang hari ini dirinya temui. Wanita itu tenang dan berwajah cantik. Senyum di bibirnya yang terulas terekam baik dalam benak Adrian. Dan lebih dari apa pun, Adrian ingin menyimpannya diam-diam. Oh, rupanya seperti ini kasmaran? Apakah bisa disimpulkan secepat itu?Namun ada yang mengganjal. Cepat-cepat Adrian mengedipkan kedua matanya beberapa kali setelah rasa sadar itu menyeret dari lamunannya. Di awal perjumpaan ini, kenapa Adrian merasa telah di tolak secara tidak langsung, ya? Nindi menarik sebuah garis bawah dengan sangat cepat jika pernikahan di matanya tidaklah begitu menyenangkan. Sepertinya, di dalam pandangan Nindi, kehidupan rumah tangga amatlah berat dan niat untuk menuju ke arah sana telah ditumpas tanpa bisa dicegah. Kenapa begitu?“Ka
Read more
106
“Anan!” panggil Kinar yang mengucurkan air mata sederas hujan dari kedua matanya. Membuat si empu nama yang dipanggil menoleh dengan kedua mata membulat dan wajah yang kentara panik. Secepat kilat Anan meninggalkan kursi rapat yang didudukinya untuk menghampiri Kinar yang berada di depan pintu masuk. “Bagaimana ini?”“Ada apa?” Anan bingung harus melakukan tindakan apa. Pasang mata dari para klien yang hari itu berada di ruang rapat perusahaan Anan memusatkan seluruhnya ke arah Anan dan Kinar. Gumaman demi gumaman mulai riuh terdengar dan Anan tidak memiliki waktu untuk menggubris itu semua. “Siapa yang membuatmu menangis? Katakan, Kinar, jangan menangis seperti ini.”Kinar tidak mengindahkan ucapan Anan yang memberi perintah namun selembut sutra. Suara Anan yang candu di rungu Kinar semakin membuat ibu hamil muda itu meneteskan air matanya tanpa henti. Kali ini, tanpa pikir panjang Kinar menubrukkan tubuhnya pada tubuh Anan yang membalasnya dengan penuh keterkejutan. Meski di balas s
Read more
107
Beberapa hari yang lalu, Banyu Himawan mendapat tantangan sekaligus menantang Ivana Wijaya. Akhir dari itu semua tentulah sudah bisa ditebak jika hanya Banyu yang akan menderita. Dengan ringisan yang menyengsarakan jiwanya, Banyu kenakan dasi ke lehernya dan mengumpati persetujuannya. Menerima tantangan dari Ivana tidaklah mudah. Namun Banyu juga kadung tercebur ke dalam sebuah perasaan yang tak bisa membawa dirinya bangkit. Banyu telah jatuh hati dan meletakkan harapannya sepenuhnya kepada Ivana. Kenapa begitu?Iya, kenapa, ya?Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban apa pun dari diri Banyu. Yang ada di benaknya hanyalah langkah apa yang akan dirinya ambil untuk menyelesaikan tantangan dari Ivana. Banyu ingin melakukan semua itu segera dan bisa melepaskan Zahra. Rasa muak dan bosan mulai menyambangi dirinya sehingga Banyu enggan bertemu dengan Zahra secara langsung.Namun pagi ini adalah pengecualian. Banyu menginap di apartemen Zahra yang mana wanita itu sedang berkutat dengan dapur.
Read more
108
Sebuah perjalanan tanpa rasa sakit tidak akan ada artinya. Karena manusia tidak bisa mendapatkan apa pun tanpa mengorbankan sesuatu. Tetapi ketika mereka mampu mengatasi hal itu, manusia akan mendapatkan hati baja yang lebih keras dari apa pun.Seketika Anan teringat pada sesuatu. Di mana seperti sebuah kenangan yang sengaja Anan hilangkan dari ingatannya. Rasanya perih hingga sendi-sendi Anan merasakan sakit tanpa sebuah alasan yang tepat. Anan merasa ini pernah terjadi dan dirinya mengalami dengan nyata. Tapi di mana dan kapan?“Ada yang kamu pikirkan?” tanya Zahra yang sore itu mendatangi Anan di kantornya. Wanita dengan rambut panjangnya yang tergerai itu meletakkan es kopi pesanan Anan di hadapannya dan duduk di sofa tamu tak jauh dari keberadaan Anan. “Wajahmu pucat.” Zahra hendak memegang pipi Anan yang langsung mendapat reaksi dari si empunya. Penolakan Anan hanya Zahra balas dengan senyuman kecil yang canggung. “Oh, maaf.”“Tidak apa-apa. Saya baik-baik saja. Oh, ya, ada sesu
Read more
109
Pulang ke rumahnya, wajah Anan sangat semringah dan perasaan puas terlukis jelas membuat Kinar yang menunggunya di teras rumah mengerutkan keningnya. Suaminya itu memberinya pelukan singkat dan kecupan singkat di keningnya alih-alih penjelasan yang membuat wajahnya begitu cerah bak matahari pagi hari.“Sesuatu yang menyenangkan.” Begitu kata Anan yang menggandeng tangan kanan Kinar dan memasuki rumah. “Kamu masak apa? Aku makan siang bersama klien dan perutku sedikit bermasalah.”“Mau salad buah? Aku tidak pernah lupa mengingatkanmu untuk jangan memakan makanan yang tidak bisa diterima oleh perutmu. Kenapa harus sungkan dengan rekan kerjamu jika tahu perutmu selalu bermasalah?” Kinar tidak mengomel. Hanya sedang memberitahu Anan untuk lebih berhati-hati.Berjalan menuju kulkas setelah meletakkan tas kerja Anan di meja makan. Kinar mengeluarkan sekotak salad buah yang selalu dirinya siapkan untuk Anan konsumsi. Dan sebagai bentuk rasa penyesalannya, Anan tidak menolak pemberian Kinar.
Read more
110
“Kamu tahu caranya menjadi serakah?”Pertanyaan itu Kinar ajukan kepada Ivana yang pagi itu menghubungi nomornya dan mengajaknya breakfast. Karena Kinar tidak punya alasan untuk menolak terlebih izin yang Anan berikan tidak menyiratkan amarah atau omelan, maka di sinilah Kinar sekarang.Duduk berhadapan dengan Ivana yang menyesap teh hijaunya seraya melayangkan tatapannya ke arah ke luar jendela. Udara sejuk masih menyelimuti bumi pasundan dengan burung-burung gereja yang beterbangan ke sana kemari. Kawanan mereka sesekali akan mematuki semut-semut yang berada di tanah lalu kembali terbang. Membuat sebuah formasi dengan kelompoknya dan mencicit satu sama lain.Kinar mengenakan dress hamilnya yang super nyaman meski perut buncitnya belum sepenuhnya terlihat. Namun dengan bentuk tubuhnya yang langsing nan ramping, dressnya akan bekerja dengan sangat baik saat angin meniupnya. Jeplakan perut buncitnya yang belum seberapa terlihat dengan apiknya. Motif kembang-kembang merah yang menjalar
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status