All Chapters of Ayah Untuk Anakku: Chapter 21 - Chapter 30
123 Chapters
21. Fakta, Vano buah hati Raihan
Hani memejamkan matanya, air matanya menyelinap begitu saja dari pelupuk matanya yang cantik. Berderaian jatuh tanpa henti. Namun, dia juga perlahan lega karena rahasia yang selama ini ia tutup rapat-rapat akhirnya terkuak dari mulutnya sendiri. "I-ibu ...." Raihan memegangi pergelangan tangan ibunya. Dia sangat syok, sampai dia sendiri kebingungan sekarang. Semua perkataan Hani terasa begitu cepat berputar di kepalanya. Bahkan, lidahnya seperti mati rasa untuk berkata sesuatu. Hani kembali melanjutkan. "Raniaku t-tidak pernah menggoda ayahmu ... hahhh ... d-dia tidak pernah menerima uang itu R-raihan ... dia menolaknya. Maafkan aku ...." Hani memukul dadanya dengan tangan kanan, rasanya sudah tidak sanggup lagi berbicara. Ia benar-benar ingin semuanya selesai dan hidup dengan tenang setelah ini. Ia ingin bisa dengan bebas bertemu cucunya dan mengasuh Vano dengan tangannya sendiri. Takdir sudah membawanya kesini dan di titik ini dirinya harus membayar w
Read more
22. Raihan bermimpi
Andai …. "Ano, mamamnya dihabiskan dulu, Nak, baru pakai sepatunya. Handa tidak akan kemana-mana. Iya kan, Handa?" Rania memandang Raihan yang sedang duduk di kursi meja makan dengan sepiring nasi goreng di hadapannya. "Benar, Buna benar," jawab Raihan dengan terus tersenyum lebar memperhatikan istri cantiknya yang kelewat mempesona. "Tapi, Ano udah kenyang Bun," timpal anak laki-laki yang berumur tiga tahun itu. "Sedikit lagi, ayo habiskan, Sayang," bujuk Rania kembali dengan tatapannya yang sedikit merajuk pada Vano. "Iya, anak Handa harus banyak makan biar cepat tumbuh besar," ucap Raihan menambahi perkataan istrinya. "Memang kenapa Handa kalau Ano tubuh besar?" "Biar bisa tidur sendiri," jawab Raihan dengan takut-takut memandang istrinya yang menatap memicing tajam. "Itu loh, kan kasurnya sempit kalo ada Ano di tengahnya." "Oooo," respon si kecil dengan kepala yang mengangguk-ngangguk paham. "Handa s
Read more
23. Membuntuti Rania
"Jadi, ini restaurant tempatnya bekerja?" Raihan melihat sekeliling bangunan restaurant tempat Rania bekerja. Bukan restaurant bintang lima, pasti gajinya juga tidak besar. Terlihat juga dari tempatnya yang kurang luas, namun tidak sepi pelanggan. "Restaurant ini masih terbilang kecil ukurannya," sambungnya lagi sambil mengusap lehernya yang sedikit merinding karena cuaca dingin. Laki-laki itu juga semakin mengeratkan jaket ke tubuh kekarnya. Hoek! Hoek!Terdengar suara wanita yang sedang muntah dari pintu belakang restaurant, Raihan dapat melihat dari tempat berdirinya. Sosok wanita yang beberapa hari ini memenuhi isi pikirannya. "R-rania …," lirih Raihan saat Rania memuntahkan isi perutnya begitu saja. Wanita itu berjongkok sambil menekan perutnya yang sakit. Tampak, gadis yang kelihatan lebih muda dari Rania mengusap leher Rania dan memberikan segelas air putih untuk bunanya Vano itu. Si gadis muda tampak khawatir dan berbicara pada Rania. Terlih
Read more
24. Kembali bersama?
"Rania," panggil Raihan yang membuat Rania menolehkan kepalanya ke belakang. Dia hapal betul siapa pemilik suara lembut yang khas seperti itu. Suara itu juga sama persis seperti empat tahun yang lalu. "B-bapak? Ada apa Bapak di tempat seperti ini?" Rania kebingungan dan agak kaget dengan tatapan Raihan yang sangat teduh dan terlihat putus asa. "Memangnya kenapa jika aku berada disini?" tanya Raihan, dirinya tidak melepaskan pandangan matanya pada Rania sedetik pun, rasanya sangat berharga bisa terus memandang Rania seperti ini, tanpa jeda. "I-ini kan bukan unit elit. T-tidak mungkin teman atau investormu tinggal di tempat sempit seperti ini," balas Rania lagi dengan tatapan mata yang bergetar nyaris memerah. "Kau sendiri sedang apa?" "Aku ingin ke unitku sendiri." Rania mengambil bawaannya yang tergeletak di bawah lantai dan menentengnya seperti awal tiba di depan lift. "Kenapa kau mengajak anakmu tinggal di tempat seperti
Read more
25. Ayah kandung Vano
Perlahan, Raihan melonggarkan pelukannya pada pinggang kecil Rania. Tangan kanannya menyentuh tengkuk leher si manis dan ditarik pelan ke dekat wajahnya. Reflek kaki Rania sedikit berjinjit untuk menyesuaikan posisi.Raihan mendaratkan bibir merahnya pada bibir mungil dan basah milik Rania. Perlahan, kembali Raihan menarik pinggang Rania agar tubuh wanita itu semakin menempel pada tubuh miliknya. Raihan melumati bibir Rania dengan lembut, menumpahkan segala isi hatinya yang sudah ia tahan selama empat tahun ini. Tentu saja, Rania membalasnya karena Rania juga merindukan sosok tersayangnya. Mereka terus terlelap dalam pagutan ciuman romantis musim dingin. Tidak terlalu dingin untuk mereka yang saling menghangatkan. Yang kedinginan hanya penulis cerita dan pembaca, mungkin. Kegiatan mereka cukup intensif atau bahkan tangan Raihan hampir masuk ke dalam baju Rania. Karena perasaan yang saling menggelegarlah mereka hampir nekat melakukan y
Read more
26. Euphoria Raihan
"Vano lain kali jalannya harus hati-hati ya, dahimu merah sekali, Nak," ucap Rania yang sedang memangku Vano di atas sofa. Dibawah sana, Raihan yang mengusap tangan Vano dengan khawatir. Raut wajahnya gelisah saat memperhatikan rona kemerahan di dahi Vano yang disertai sedikit benjolan. "Padahal kemarin sudah janji untuk berhati-hati," timpal Raihan menambahi. Kini, laki-laki itu mengolesi salep ke dahi Vano dengan gerakan pelan dan bergetar. Rania yang memperhatikannya, tersenyum getir. Segitu tremornya Raihan menghadapi Vano yang terluka. "Ano mau yobot gudamna, makanya layi, Paman ...," balas Vano sambil membuka kotak robotnya. Dia mengeluarkan robot gundamnya dengan senyuman lebar yang cerah. Sungguh, anak itu bahagia dengan mainan barunya tersebut. "Oh, iya. Buna ingin bilang sesuatu pada Vano. Vano harus mendengarkannya, ya," kilah Rania sambil menurunkan Vano dari pangkuannya. Ikut berjongkok di samping Raihan, membiarkan si putra bungs
Read more
27. Jihan takut
"Benar, asal Ano tidak marah lagi pada Handa dan mau menjadi anak Handa." Raihan menyentuh punggul kecil Vano dan diusap pelan sekali. Memberikan ketenangan pada si kecil yang akhir-akhir ini kelihatan sedang tidak sehat. Vano bergerak memeluk leher Raihan dengan erat. "Yumah angkasa utuk Ano kan, Handa? Handa akan membeyikan utuk Ano?" tanyanya sekali lagi untuk meyakinkan ucapan handanya. Raihan menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Akan Handa belikan untuk Vano. Sekarang Vano menjadi anak Handa, kan?" Matanya kian memerah menunggu jawaban Vano. Vano kecil tersenyum menampilkan deretan giginya yang lucu pada Raihan. "Baikyah, Ano uga anak Handa belalti." Raihan tersenyum lebar dan memeluk putra kandungnya erat-erat. Gemuruh euphoria dan ikatan batin sangat terasa saat tubuh mungil Vano berdempetan dengan tubuh Raihan. Malam ini, sungguh malam yang paling bahagia bagi Raihan dan akan menjadi kenangan terindah dalam hidupnya.
Read more
28. Hanya sebatas orang tua
Rania berjalan ke arah kamar David dan meninggalkan Jihan yang duduk di atas sofa. Wanita itu perlahan masuk tanpa menimbulkan suara pijakan kaki agar tidak mengganggu anaknya yang masih tertidur lelap. Dia tersenyum tipis saat putranya berada di dalam dekapan ayahnya. Pemandangan dan momen yang manis untuk diperhatikan. "Mas ... Mas ... bangunlah," bisik Rania di telinga Raihan. Tangannya menyentuh bahu Raihan dan digerak-gerakkan. Raihan hanya menggeliat sedikit dan enggan untuk membuka matanya. Langkah selanjutnya, Rania menepuk pelan dada Raihan. "Mas ... Mas Raihan, bangunlah," bisiknya lagi hingga Raihan membuka kedua matanya. Laki-laki itu membawa tubuhnya untuk bangun dan duduk di pinggiran ranjang. Tanpa sadar, Raihan telah menarik pinggang Rania untuk didudukkan di pangkuannya. Rania dengan cepat menghindar, sudah cukup kemarin melepas rindu. Sekarang, Rania harus tahu posisinya. Dia hanya seorang Buna Vano, bukan wanita milik Raihan Atmadja.
Read more
29. Renan selalu ada
Cup! Raihan memberikan ciuman lembut di bibir Jihan. Dengan senang hati, Jihan menerima dan membalasnya kembali. Mereka saling bertukar kehangatan dengan euphoria yang menyelimuti hati. Semakin lama semakin dalam, Raihan menuntun Jihan sampai ke atas kasur. Lembut dan sayang, dirinya membaringkan wanitanya dengan telaten dan tidak akan mengasari sedikit pun. Raihan mulai membuka bajunya sendiri dan membantu melepaskan baju Jihan secara perlahan. Bibirnya terus mendarat pada bibir Jihan dengan sangat erotis. Jihan juga tidak tinggal diam, tangannya bermain di dada calon suaminya dan mengelusi perut berotot lelaki itu. Benar, pagi itu hanya ada kehangatan yang membara dalam ranjang berukuran besar tersebut. Bibir Raihan berpindah ke dada Jihan dan membuat tanda kemerahan disana. Dia membuat tanda bahwa Jihan adalah miliknya, wanita yang akan menjadi istrinya kelak dan akan diperlakukan layaknya seorang ratu yang berkuasa di istana mereka nanti.
Read more
30. Perkaran panggilan buna dan handa
Pagi itu, Rania bersama Renan membawa Vano ke rumah sakit karena kondisi Vano yang tiba-tiba drop dan wajahnya yang juga pucat. "Nomor antrian lima, sekarang sudah antrian ketiga. Sebentar lagi, giliran Ano," ucap Renan yang sedang memasukkan mainan pesawat milik Vano ke dalam tas slempang Rania. Wanita itu tengah memangku anaknya yang sejak tadi pagi mulai merasa lemas. Mobil tayo di tangan kirinya juga ikut loyo karena tidak dimainkan. Sebenarnya, ingin membawa robot gundam, tapi tidak jadi karena Rania melarangnya. "Kau duduklah, Ren, kau dari tadi terlihat grasak-grusuk," kilah Rania sambil menarik lengan Renan untuk duduk di sebelahnya. "Ah, iya," jawab Renan sambil mengambil posisi duduk di sebelah Rania. Laki-laki itu bahkan menyandangkan tas slempang Rania ke lehernya. Hati Rania bergetar, Renan memang sangat perhatian padanya. "Ren …," panggil Rania dengan nada suara yang bergetar di akhir perkataan. "Iya?" jawab R
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status