All Chapters of Baby Triplets Milik Om Tampan: Chapter 131 - Chapter 140
360 Chapters
Menolak Hadiah Mertua
"Maaf ya Nyonya Morgan, saya baru bisa berkunjung dan menjenguk Nyonya hari ini." Ucapan itu begitu tulus dan lembut terucap dari bibir Elmma. Mama dari Aldrich, sekaligus istri dari rekan kerja Sebastian. Mereka sengaja sore ini datang menjenguk Shela setelah tahu Shela baru keluar dari rumah sakit. Kunjungan mereka pun disambut baik dan hangat. "Terima kasih kunjungannya, Nyonya Hubert. Saya sangat senang dengan kedatangan Nyonya." Shela tersenyum manis. "Emm, ngomong-ngomong... Aldrich katanya sering ke sini ya?" tanya Elmma pada Shela, wanita itu menatap Aldrich yang sedang bersama Tiana di teras. "Oh iya. Dia sering ke sini, aku juga menyukai Aldrich yang mau menolong Tiana belajar." "Kak Aldrich itu seperti Lalat Buah, Tante. Tidak mau menyingkir sebentar saja dari Adikku!" sinis Tino dengan kedua alis yang bertaut. "Sebal deh!"Mendengar hal itu, Elmma pun tertawa. Baru kali ada yang berani memberikan julukan se-miris itu pada putranya. Namun melihat kedekatan Aldrich da
Read more
Menjadi Istri Terbaikmu
"Kami tidak akan melarang Sebastian bertanggung jawab padamu. Tapi yang kami inginkan, bantu Sebastian kembali menganggap kita benar-benar orang tuanya. Tolong, jangan pernah gagal menjadi istri yang baik untuknya, Shela." Penuturan dengan baik dan lembut terucap dari bibir Graham pada menantunya. Dia orang ini datang merayunya untuk meminta Sebastian kembali pada mereka dengan membujuknya. Apa Shela bisa? Bukankah sulit sekali membujuk Sebastian yang memang notabenya tidak akan mampu dikendalikan oleh siapapun? Apa Shela bisa?"Kami tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa lagi selain padamu." Graham mengembuskan napasnya panjang. "Papa tahu, Mamamu ini sudah keterlaluan. Kau pasti sakit hati, Papa tahu. Tapi lebih sakit hati saat anaknya, tidak mau menanggapinya sebagai Mama. Padahal Mamamu ini, yang melahirkan mengandung dan melahirkan Sebastian. Suamimu." Shela menundukkan kepalanya dan tangannya meremas kuat rok tile merah muda yang ia pakai. Seperti deburan ombak, detak j
Read more
Memperebutkan Tiana
Tidak ada alasan lagi untuk Tiana pagi ini ingin bolos sekolah lagi. Anak itu sudah berada di sekolah dengan dua kembarannya. Berangkat lebih awal dan bermain di taman mencari bunga liar, kebiasaan Tiana yang memang tidak bisa diubah. "Tiana...!" Suara teriakan seseorang berlari ke arah Tiana menoleh ke belakang, tapi gadis kecil itu kembali lagi fokus pada bunga-bunga yang cantik di hadapannya. Sampai akhirnya Aldrich melompati sebuah pagar yang tak terlalu tinggi, anak itu mendekati Tiana dan memberikan sebuah sandwich padanya. "Ini, buat sarapan," ujarnya. Tiana mendongak, dia diam dan menggelengkan kepalanya. "Kau marah ya, denganku?" tanya anak laki-laki itu. "Iya. Tiana marah." Aldrich terkekeh, anak laki-laki itu membuka tasnya, dia kembali memasukkan sandwich itu ke dalam kotak dan meletakkan di sebuah bangku kayu, membiarkan makanan itu dibawa Tiana nantinya. "Nanti aku ke sini lagi kok, aku tidak akan lama-lama perginya, Tiana." Aldrich berjongkok di hadapan Tiana.
Read more
Kekayaan Milik Shela
"Huhhh, sekarang rumah benar-benar terasa sangat sepi sekali." Shela menatap sekeliling rumah yang sunyi, tidak ada suara jeritan anak-anaknya. Tino dan Tiano pergi kursus, sedangkan Tiana diajak jalan-jalan oleh keluarga Hubert. Selang menunggu Sebastian kembali mengantarkan si kembar, Shela melangkah masuk ke dalam ruangan kerja suaminya. Ia sangat ingin masuk ke dalam ruangan itu. Aroma ruangan yang segar menyapa Shela. Wanita itu berjalan mendekati meja kerja suaminya. "Dia masih merokok," gumam Shela menatap beberapa putung rokok di sana. "Padahal dia janji untuk tidak merokok lagi." Shela merapikan beberapa berkas di atas meja, sampai akhirnya dia menemukan sebuah berkas di sana. Berkas bertuliskan 'Gevan Dillsen' yang membuat Shela terdiam sejenak. "Nama Papa," lirih Shela melihat ada berkas milik mendiang Papa kandung Shela. Shela duduk di kursi kerja milik Sebastian, dia melihat isi berkas itu. Di sana tertulis kalau perusahaan milik Papanya itu beralih tangan menjadi
Read more
Wanita Utusan Sebastian
Tiana menata beberapa boneka barunya di dalam rak yang ada di kamarnya. Juga tiga kaca mata baru dengan bingkai bermacam warna, anak perempuan itu senang koleksi bonekanya bertambah, tapi dia sedih temannya harus pergi."Tidak boleh nangis," ujar Tiano merangkul kembaran perempuannya. "Tiana tidak nangis kok," jawab anak itu menatap Tiano dan tersenyum. "Bagus! Mulai besok kalau di sekolah, kau hanya boleh main denganku dan Tino. Jangan main dengan anak-anak yang lain ya, Tiana..." Tiana mengangguk paham. Dia kembali mengambil boneka ikan paus di dalam rak, memeluknya seperti dia memeluk Aldrich. 'Besok pagi Aldrich akan pergi ke Italia. Aku akan mencari teman baru, Aldrich bilang kalau aku besar nanti aku harus menjadi Bu Guru, kalau aku jadi Bu Guru, pasti aku punya banyak teman.' Perasaan sedih bercampur aduk di dalam hati Tiana. Anak itu berjalan ke arah ranjangnya dan berbaring memeluk boneka paus miliknya. Sementara Tino duduk di ujung ranjang dan memainkan miana robot kap
Read more
Jangan Menangis, Tiana
Semangat yang disiapkan Tiana sejak pagi pun sirna. Begitu sampai di sekolah, ternyata Aldrich menunggu di sana dengan kedua orang tuanya. Anak laki-laki itu sudah bersiap ingin pergi ke Italia pagi ini. Tapi dia marah pada Papanya karena ingin menemui Tiana lebih dulu di sekolah. "Jangan menangis, aku akan kembali, Tiana..." Aldrich memeluk Tiana yang kini menangis memeluknya dengan erat."Tiana tidak akan punya teman lagi, Aldrich," ucap anak perempuan itu. "Sayang, kan di sekolah ada banyak teman. Tiana tidak akan kesepian," ujar Elmma mengusap rambut Tiana. Pelukan Tiana pada Aldrich pun terlepas, anak laki-laki mundur satu langkah. Dia tersenyum manis pada Tiana sebelum menatap Tino dan Tiano, juga Madam Ellin yang berada bersama mereka."Sudah Al, ayo berangkat," ajak Roghan pada sang putra. Aldrich melambaikan tangannya pada Tiana. Namun Tiana sama sekali tidak melihatnya, Tiana menangis dan menundukkan kepalanya saja. "Tiana," panggil Aldrich saat masuk ke dalam mobil.
Read more
Suami Posesif dan Pemarah
"Pakaian apa yang kau pakai itu Shela?! Lepas!" Suara pekikan Sebastian membuat Shela menatap pantulan wajah suaminya di cermin yang berdiri di belakangnya. Dress di atas lutut berwarna violet, dengan lengan Sabrina. Mungkin akan terlihat modis di mata orang lain, tapi Sebastian benci kalau istrinya memakai pakaian semacam ini. "Kenapa memangnya? Bukannya kau suka yang seperti ini?" Shela sebenarnya sangat malu mengatakan hal ini. "Shela, lepas pakaian itu atau aku yang melepaskannya!" Sebastian mendekat, namun Shela lebih dulu mundur dan mengarahkan satu tangannya untuk membuat suaminya itu terhenti.Tatapan mata berkilatan dari Sebastian, patutlah dia marah. Laki-laki egois ini tidak suka dengan pemandangan yang istrinya berikan. "Bu-bukannya ini adalah fashion wanita jaman sekarang? Aku hanya sedang mengikuti saja. Cardina mengatakannya," ujar Shela menunjukkan wajah sedih."Mana mungkin Cardina seperti itu, hah?!" Sebastian masih tak percaya. Laki-laki itu membuka beberapa p
Read more
Perlawan Shela pada Monica
"Bibi, aku titip Tiana pada Bibi ya, aku harus pergi dengan Mama mertuaku untuk sebuah acara." Shela menatap penuh kepercayaan pada pembantunya. Wanita setengah baya itu mengangguk dan selalu tersenyum manis. "Iya Nyonya, jangan khawatir. Tiana anak yang pintar kok, saya juga sudah menjelaskannya." "Baiklah, terima kasih Bi." Shela kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia menatap cermin besar di hadapannya, pikirannya melayang jauh tentang pakaiannya yang mungkin akan terlihat seperti lelucon di hadapan Cardina. Meskipun wanita itu tak terlalu penting. "Ayolah Shela, jadilah dirimu sendiri! Abaikan orang-orang yang menilaimu dengan buruk!" Kembali senyuman Shela terukir, wanita itu berjalan keluar dari dalam kamar. Di lantai satu, Sebastian duduk di ruang tamu dan berbincang bersama dengan Cardina. Wanita sialan itu datang lagi, sepertinya dia memang mendapatkan perintah. "Oh, itu istriku sudah siap," ujar Sebastian menatap Shela. Hal pernah yang ia lihat adalah puas. Sh
Read more
Pertarungan Emosi
PLAKK...Tamparan keras mendarat di pipi Shela saat itu juga. Semua orang di dalam ruangan itu terlihat terkejut dengan tindakan Monica yang impulsif. Naik turun napas Monica, sedangkan Shela terjatuh di lantai memegang pipinya dan tetesan darah menetes di lantai marmer yang dingin. "Beraninya kau bilang kalau Millory adalah milikmu, wanita sialan!" teriak Monica berapi-api. "Kau anak yatim piatu miskin, beraninya kau... Papamu sudah mati dan Millory adalah milik keluargaku!" Napas Shela naik turun, jarinya meremas kuat. Tidak boleh ada air mata yang menetes, Shela!"Ya ampun nak," ucap seorang wanita, dia membantu Shela berdiri. Wanita itu menatap kesal pada Monica. "Kau tidak harusnya bersikap begini pada menantumu, Monica! Apa tidak cukup sejak awal kau mempermalukannya?!" "Kalian jangan ikut campur! Ini urusanku dengan dia!" pekik Monica marah besar. Beberapa orang di sana pun satu persatu pergi, hingga tak lama menyisakan Monica, Bella, Shela dan wanita yang menolong Shela
Read more
Apa Kau Sudah Puas?!
"Opa, kok jemput kita sih, kita kan belum pamitan sama Mami." "Iya nih... Nanti kalau Mami nyariin kita bagaimana?" Si kembar mengomel saja seraya turun dari dalam mobil milik Opanya dan membawa pula tas sekolahnya. Ferdi sama sekali tidak menjelaskan apapun pada anak-anak itu sekarang tujuannya adalah anak-anak sudah ada bersamanya. "Sudah jangan ribut saja, cepat masuk ke dalam sana," bujuk Ferdi pada mereka bertiga. Anak-anak pun berlari masuk ke dalam rumah. Dua pembantu di rumah itu menyambutnya, seperti biasa kalau mereka yang merawat kembar saat ada di sana. "Bibi Mela, Oma ada di mana?" tanya Tiano. "Oma ada di atas, sama Maminya Tuan Tiano," jawab wanita itu. "Hah? Mami ada di sini?" tanya Tino menatap wanita itu. "Mami?" Tiana mencicit. Anak-anak itu langsung berlari ke lantai dua, tidak ada suara apapun di sana selain suara isak tangis dari dalam sebuah kamar. Langkah mungil anak-anak itu terhenti seketika. Mereka berjajar dan saling melemparkan tatap. Menebak si
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
36
DMCA.com Protection Status