Semua Bab Batas Tipis Benci: Bab 41 - Bab 50
57 Bab
Pelajaran Pertama Dari Panji
“Tanggung jawab Papa atas kamu sudah berpindah ke tanganku ketika kamu sudah jadi istriku. Pernikahan ini bukan main-main dan bukan hanya kedok untuk menyelamatkan mukamu di publik, Sheira. Mulai dari sekarang kamu harus belajar menghormati orang lain dan mulai lah dari suami kamu.” Panji menatap dengan tajam, Vero yang berada tak jauh dari Sheria sudah was-was dengan kelakuan Sheria yang temperamen.Sheira mengayunkan tangannya untuk menampar Panji tapi panji menangkapnya dan menahan tangan Sheira.“Tidak, jangan lakukan ini lagi. Aku baru saja memperingatkan untuk memperbaiki sikapmu jika tidak—““Jika tidak apa hah? Kamu mau apa?!” tantang Sheria dengan sengit.“Semua tindakan ada konsekuensinya, mengerti? Jangan menanta
Baca selengkapnya
Peraturan Suami
Sheira membuka kamar utama, dia harus mengakui jika kamar ini didesain dengan indah dan sedikit tema klasik. Dominasi warna putih mewarnai kamar itu dengan sedikit sentuhan warna emas untuk memberikan kesan mewah. Sheira memegang tengkuknya yang terasa cukup lelah. Disentuhnya tempat tidur dengan cover yang lembut dan wangi. Aroma lavender samar tercium dari sprei yang ditidurinya. Sheira memiliki sedikit kesamaan dengan Terryn, mereka berdua sama-sama penyuka aroma Lavender dan sepertinya Panji mengetahui itu.Mata Sheira tertuju pada foto pernikahan mereka dengan pose yang berbeda seperti di lantai bawah. Segaris senyum tipis terlihat dari bibir Sheira. Di foto itu Panji terlihat sangat tampan dengan senyum khasnya, bibir tipis Panji yang tak pernah tersentuh rokok terlihat memerah alami dan … tanpa sadar Sheira menyentuh bibirnya. Kejadian tadi pagi melintas lagi dalam ingatannya yang membuat kem
Baca selengkapnya
Pria Lain
Di lokasi syuting Sheira diperkenalkan dengan seorang aktor lawan mainnya, Nino. Nino baru saja menyelesaikan syuting iklan dan beberapa pemotretan di luar negeri dalam beberapa pekan terakhir. Ini adalah pertama kalinya Sheira bertemu dengan Nino dalam satu scene.Mereka berdua bisa cepat akrab dan saling membantu untuk mempermudah pekerjaan mereka. Di dalam sinetron yang mereka bintangi Nino dan Sheira memerankan sebagai sepasang kekasih yang akan menikah. Sebenarnya Sheira agak canggung dengan adegan mesra yang akan dilakukannya dengan Nino tapi pemuda tampan itu meyakinkannya jika mereka harus totalitas dalam berakting.Vero memandang Sheria yang sedang latihan dialog bersama Nino. Matanya tak lepas memandang pemuda yang berperawakan tinggi tegap dengan otot yang bagus.‘Duuuh … pemandangan baru ini … bakal saingan deeh sama Mas Panji.’ Vero tersenyum centil di sudut ruangan. Tiba-tiba ponselnya berdering sebuah panggilan diterima d
Baca selengkapnya
Curhat Venus
Venus melangkahkan kaki menuju ruangan Panji dengan beberapa berkas di tangannya. Oma Imelda menyuruh gadis manis itu untuk mengantarkannya kepada Panji. Wajahnya seakan ikut digelayuti mendung seperti awan hitam yang sedang bergulung di langit luar kantor Panji. Hatinya masih patah karena penolakan Bony di malam itu. Saat ini dia berharap untuk tidak bertemu dengan laki-laki itu. “Pagi, Mba Venus. Mau ketemu dengan pak Panji yaa?” sapa mba Mela salah satu bawahan Panji.“Iya, Mba, Kakak saya ada?” tanya Venus meski dia sudah tahu jawabannya.“Oh iya, Mba, ada kok, silakan masuk.” Mba  Mela yang mejanya dekat dengan pintu ruangan Panji tersenyum ramah mempersilakan gadis itu masuk.Venus berdiri sejenak menghela napas, dia m
Baca selengkapnya
Jawaban Cinta Bony
“Kak, dia kenapa? Tumben-tumbenan Venus diam aja kayak gitu? Dia ada masalah apa?” tanya Sheira menuntut penjelasan pada suaminya.“Aku gak tahu, sejak malam resepsi kita dia jadi murung gitu, minta dinikahin juga kali,” sindir Panji. Bony yang sedang menyesap kopinya menjadi tersedak kaget mendengar kalimat Panji barusan. Pemuda itu terbatuk kecil beberapa kali.“Kamu baik-baik aja, Bon?” Sheira memandang Bony yang wajahnya memerah.Bony hanya mengangguk tanpa berkata apa pun. Mendadak cahaya kilat terlihat lagi di langit dan diikuti bunyi gemuruh yang menakutkan. Sheira pun merasa tidak nyaman dengan cuaca itu. Bajunya yang hanya menggunakan seckdress selutut dengan lengan pendek membuatnya kedinginan. Panji melihat Sheira kedinginan kemudian mengambil jasnya yang tergantung di
Baca selengkapnya
Tantangan Sheira
Panji kembali duduk di tempat kerjanya dan mengambil map yang dibawa oleh Venus tadi. Ekor matanya melirik Sheira yang sedang asik dengan ponselnya.“Kapan Vero akan pulang, Sheira? Apa kau butuh sopir untuk mengantar jemputmu ke lokasi syuting?” Panji berujar tanpa melihat ke arah istrinya.“Gak usah aku bisa sendiri, tadi lokasi syuting outdoor, tempat berteduhnya agak sesak jadi aku kemari. Kalau kamu merasa terganggu, aku bisa pergi.” Sheira menjawab dengan ogah-ogahan.“Aku menanyakan soal Vero, Sheira bukan alasanmu datang ke sini, kantor ini milik kamu juga yang bebas kamu datang dan pergi semau kamu.”“Hhhmmm … ibu Kak Vero sakit keras dan sepertinya akan butuh waktu lama di sana. gak perlu sopir, aku bisa sendiri
Baca selengkapnya
Insiden Lokasi Syuting
Panji pun berkenalan dengan sutradara yang menangani sinetron Sheira dan sutradara itu sangat terkejut saat mengetahui jika dirinya adalah suami Sheira sekaligus wakil CEO dari perusahaan besar yang terkenal. Pak Leo, sutradara Sheira sendiri pernah membaca profil Panji di majalah tapi tidak menyangka jika suatu hari akan bertemu langsung dengan pemuda yang berbakat  dan akan jadi penerus dalam bisnis konstruksi  itu.Dari sudut ruangan Panji mengamati Sheira yang sedang latihan dialog bersama Nino. Sepertinya adegan mereka adalah adegan makan malam dan dansa bersama di suatu pesta dansa. Sheira yang multitalenta sejak kecil dengan mudah menari bersama Nino yang masih terlihat kaku. Beberapa kali Nino melakukan gerakan yang salah dan membuat Sheira mengajarinya. Tangan Nino membelit pinggang Sheira dengan rapat lalu mereka bergerak bersama. Keduanya tertawa dengan lebar saat Nino berhasil dengan
Baca selengkapnya
Hati yang goyah
Panji menarik Sheira dalam dekapannya dan melindungi kepala Sheira dari tiang lampu dari kayu yang jatuh dengan efek domino. Dua tiang yang cukup besar jatuh menimpa bahu dan kepala Panji, beberapa kabel terputus sehingga terjadi korsleting listrik. Api pun menyambar kain property syuting di sekitar mereka dan dengan cepat Panji membawa Sheira menjauh sebelum api semakin membesar. Sheira memekik ketakutan sehingga Panji memeluknya semakin erat. Orang-orang pun panik ada yang melarikan diri dan yang membantu untuk memadamkan api.“Tunggu aku di sini aku akan membantu mereka,” ujar Panji sambil mendudukkan Sheira di sudut ruangan yang aman. Tampak Nino juga sedang berusaha memadamkan api dengan apa saja yang bisa digunakannya. Untung cuaca tadi hujan deras hingga banyak tampungan air yang terisi tetapi Panji lebih berinisiatif untuk mengambil tabung pemadam kebakaran yang ada di mobilnya lalu membantu memadamkan api yang sudah tidak membesar lagi. Beberapa kali Panji mondar mandir memad
Baca selengkapnya
Tak ada rahasia yang abadi
Mata Sheira terpejam rapat, kebenciannya selama ini yang tertanam begitu kuat mulai dikhawatirkannya sedikit demi sedikit terkikis oleh sikap Panji yang selalu baik kepadanya. Andai saja hari itu di mana saat Sheira berulang tahun yang ke tujuh Panji tidak merusak kado pemberian omanya. Asal muasal percikan benci bermula. Kenangan Sheira di masa kecil terulang di dalam kepalanya. Bahkan ketika Sheira mencoba berbaring, kejadian rusaknya kado itu masih saja berputar-putar dalam ingatannya. Betapa dirinya saat itu sangat marah karena Panji tidak sengaja merusak kotak musik pemberian omanya. Hal itu juga yang menjadi pemicu pertengkaran ayahnya dengan oma Imelda.Ayahnya kala itu membela Panji dari serbuan amarah oma Imleda dan Sheira. Ayahnya pun melindungi Panji yang akan dipukul oma Imelda memakai payung. Suara ketukan pintu terdengar membuyarkan lamunan Sheira dan Mimin muncul dari balik pintu sambil membawa nampan setelah dipersilakan masuk.“Itu apa, Min?” Sheira mengambil posis
Baca selengkapnya
Mama Yin Kritis
“Apa yang telah kulakukan? Ma, Mama,bangun Ma, maafkan Shei, Mama’” ucap Sheira berulang kali sambil mengguncang bahu Terryn pelan. Tak ada respon dari perempuan paruh baya itu.“Yaa Tuhan … jangan ambil Mamaku sekarang … jangan ….” Sheira menutup wajahnya sambil mengulang-ngulang kalimat itu. Setelah Terryn menampar wajahnya dan terjatuh pingsan, Sheira sesaat kebingungan lalu  menelpon ambulans dan membawa Terryn ke rumah sakit. Dia sempat menelpon Deva, Panji dan Oma Imelda. Semua yang ditelponnya tentu saja terkejut dan menanyakan mengapa Terryn bisa kolaps lagi seperti itu. Derap langkah terburu-buru terdengar mendekat, Sheira berharap itu adalah papanya, Deva, tetapi yang tiba lebih dulu adalah Panji. Dengan wajah cemas laki-laki muda itu menghampiri Sheira yang terlihat mengkerut takut
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status