Semua Bab Batas Tipis Benci: Bab 11 - Bab 20
57 Bab
Gadis biang masalah
Panji berdiri di dekat pintu kedatangan, Sheira hari ini tiba dari luar negeri. Seperti janjinya kepada ayahnya angkatnya dia akan menjemput gadis yang punya seribu macam cara untuk menyusahkan dirinya. Entah di mana letak salah Panji sehingga dari awal Sheira langsung membencinya. Mungkin karena saat pertama mereka bertemu Panji terlihat lusuh, gembel dan wajahnya sembab karena menangis. Minggu-minggu awal dia sangat kesulitan beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Juga betapa judes dan manjanya Sheira. Mama Yin selalu menegur sikap Sheira yang tidak sopan, mulai dari cara halus hingga cara kasar. Gadis kecil yang cantik seperti boneka itu tidak peduli karena sikap omanya yang selalu membelanya. Deva menjadi sangat pusing dengan ulah Sheira yang kian hari kian menjadi. Tahun berlalu Panji akhirnya jadi terbiasa dengan sikap kasar Sheira. Meskipun diperlakukan seperti babu, Panji tidak pernah keberatan dan menjalani semuanya dengan lapang dada. Toh dia masih memiliki cinta kasih
Baca selengkapnya
Sheira
Panji memasang baik-baik pendengarannya hingga dia sangat yakin jika yang tengah berteriak-teriak di dalam itu adik angkatnya Sheira. Dengan perlahan Bony membuka pintu dan terkejut melihat dua gadis sedang saling menjambak rambut dan seorang laki-laki setengah telanjang kesulitan melerainya. "Astagaaa… Sheira!" Panji langsung melompat untuk memisahkan keduanya. Tenaga kedua perempuan itu sangat kuat bertarung satu dengan yang lainnya yang membuat Panji cukup kesusahan. Sheira bergerak kesana kemari menyerang perempuan yang berbaju tidur tapi telanjang itu karena bahan yang dipakainya sangat tipis dan pendek. Bony sempat menahan tawa karena pemandangan "indah" yang tidak pada tempatnya terombang ambing dalam jambakan Sheira. "Sheira sudah! … sudah… ayo kita pulang!" Panji menyentak Sheira agar bisa terlepas tapi Sheira belum puas dia masih menendang kesana kemari. Sementara Windy ditahan oleh Aldo. Sheira pun tersadar, jika Panji sudah melerai perkelahiannya dengan Windy dan mula
Baca selengkapnya
Keputusan Sheira
Terryn memeluk putrinya dengan hangat lalu mencium kedua pipinya dengan gemas. Gadis itu pun menyalami Deva dan dari Deva dia mendapatkan pelukan dan ciuman yang sama. Keduanya terlihat sangat senang akhirnya putri mereka telah kembali.“Ini ada bunga dan kue kesukaan Mama, tadi kami mampir membelinya, Mama pasti suka.” Sheira menunjuk pada bingkisan yang dipegang oleh Panji. Sebenarnya Terryn tahu jika itu adalah inisiatif Panji tapi Terryn menerimanya dengan suka cita.“Lho, pipi kamu kenapa Sheira sampai bengkak begitu?” Terryn menyentuh pipi Sheria yang tadi telapak tangan Windy sempat mendarat di sana. Panji menatap Sheira serius dan menunggu drama dari gadis biang masalah itu.“Ouh … itu Ma, ternyata kosmetik Sheira di Aussie kurang cocok dipakai di Indo jadinya wajah Sheira kayak alergi gitu. Sheira udah buang kok dan cepat-cepat ganti yang baru.” Alasan Sheira cukup masuk di akal dan Panji tersenyum kecil mendengarnya. Sheira mendehem sambil melotot ke arah Panji.“Ayo kita be
Baca selengkapnya
Kebencian Oma Imelda
“Lalu siapa yang akan mengurusi semua keperluan kamu, kamu butuh seorang manajer ‘kan? Papa gak sreg kamu pilih jalan ini Sheira.” Deva menggeleng-geleng kepala tanda kecewa. Panji hanya masih melihat ke arah lain, sungguh gadis ini paling bisa membawa kejutan dalam rumah mereka.“Papa tenang aja, Sheira sudah punya manajer sendiri, Vero, selama di Aussie dia yang mengurus semuanya. Besok Vero datang dan akan Sheira perkenalkan kepada kalian.”“Duh … Sheira … Sheira … selalu saja kamu begini, mengambil keputusan sendiri, kalau ada apa-apa paling yang repot Panji lagi.” Deva berdecak mendengar penuturan putrinya itu.“Lho kenapa memang? Cucuku juga berhak menentukan jalannya sendiri. Memangnya hanya Panji saja yang berhak menentukan sendiri setiap keputusan di perusahaan? Kita kasih Sheira kesempatan kali ini, dia butuh dukungan kita, keluarganya,” timpal oma Imelda yang merasa jika Panji terlalu dipuja oleh putranya itu.Panji menahan nafas setiap oma Imelda berbicara, selalu saja ada
Baca selengkapnya
Calon Istri Panji
Panji baru saja menyelesaikan wawancara eksklusifnya dengan The Special. Oma Imelda, Deva dan Terryn menyalami kru majalah dengan wajah sumringah. Mereka sempat mendapat sedikit sesi wawancara untuk melengkapi berita mereka mengenai Panji. Tak bisa dipungkiri jika saat ini terbersit rasa bangga di dalam hati oma Imelda atas pencapaian Panji.“Ma, aku kembali ke apartemen lagi yaa malam ini, aku ‘kan udah nginap semalam.” Panji meraih tangan Terryn dan menggenggamnya erat, mereka masih duduk di teras samping usai wawancara dengan majalah itu.“Anak Nakal! Mama itu masih kangen banget sama kamu, nginap semalam lagi yaa? Besok kamu berangkat ke kantor dari sini.” Terryn masih menahan putra angkatnya, masih segar dalam ingatan Terryn berat rasanya kala itu harus melepas Panji untuk tinggal di apartemennya ketika dia baru memulai karir di perusahaan suaminya. Dengan dalih jika Panji ingin mandiri walaupun alasan sebenarnya adalah tingkah laku Sheira yang membuat Panji tidak pernah nyaman.
Baca selengkapnya
Lamaran Panji
Mata Terryn berkaca-kaca, tak ada kesia-siaan sedikitpun bagi waktu Terryn untuk merawat dan membesarkan Panji. Pemuda ini ibarat berlian yang sudah ditempa sedemikian rupa dan sedang berkilau memukau.“Tuuh kaan … Mama mellow lagi. Maaf jika ada kata-kata Panji yang salah yaa, Ma. Panji tidak bermaksud membuat Mama sedih.” Panji mengelus lembut punggung tangan Terryn setelah mengusap air mata perempuan paruh baya itu.Terryn menarik napasnya panjang, nyeri dirasakannya kembali sehingga dia harus menekan dadanya. Sakit yang dideritanya sudah semakin sering kambuh.“Mama baik-baik saja? Dada Mama sakit?” Seketika tatapan Panji berubah jadi sangat khawatir.“Gak … Mama gak apa-apa, nyeri ini sudah biasa. Bisa jadi ini pertanda kalau waktu Mama sudah tidak banyak lagi,” jawab terryn dengan seulas senyum ketegaran.“Mama ngomong apa sih, ayo Panji antar Mama ke kamar yaa.” Panji mengulurkan tangannya agar dapat membimbing Terryn untuk beristirahat.Terryn tidak menolak dan mengikuti gera
Baca selengkapnya
Rencana Masa Depan
Makan malam di kediaman Deva Danuarta berlangsung hangat. Deva tidak menyangka jika sekretaris Panji yang cekatan, pintar dan penuh sopan santun adalah adik junior Panji di kampus dan sekarang menjadi calon istri Panji. Perekrutan Sita pun melalui jalur formal dan memang saat itu hanya Sita yang layak setelah melewati berbagai tes dan wawancara.“Jadi apa kalian sudah menentukan kapan kalian akan menikah?” tanya Deva pada putranya. Panji melempar senyum pada Sita dan SIta tampak bersemu malu-malu.“Tadinya kami ingin secepatnya, Pa, tapi Sita minta sampai kedua adiknya melewati ujian akhir dulu. Jadi mungkin beberapa bulan kedepan lagi.” Panji baru saja menyelesaikan makan malamnya. Kali ini Panji cukup lega karena oma Imelda tidak hadir bersama mereka. Dirinya sedikit khawatir karena Sita belum tahu jika oma Imelda sangat membencinya dan takut jika akan berimbas kepada Sita juga.“Masakan ikan kuah kuning Mama memang gak ada duanya!” seru Panji sambil mengelus perutnya. Terryn menye
Baca selengkapnya
Lidah Tajam Sheira
Sudah tiga bulan berjalan sejak lamaran Panji di kantornya itu berlalu Baik Panji maupun Sita sama-sama disibukkan dengan pekerjaan mereka.Mereka ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan penting terlebih dulu sebelum pernikahan mereka digelar. Setelah wawancaranya di majalah The Special, proyek yang diterima Melda’s Constructions semakin banyak dan membuat perusahaan Melda’s Constructions semakin terkenal luas.Perkembangan karier Sheira pun melesat hebat, hanya dalam waktu singkat namanya sudah melambung sebagai Rising Star. Berbagai kontrak diterima Sheira yang membuatnya semakin sering terlihat di layar kaca dan papan reklame besar di pinggir jalan. Oma Imelda semakin bangga atas pencapaian cucu kesayangannya itu dan semakin melimpahkan kasih sayangnya kepada Sheira.Suatu hari Terryn mengajak anak-anaknya untuk makan siang bersama. Terryn meminta agar Sheira sebisanya hadir untuk kebersamaan mereka. Kondisi Terryn pun sebenarnya semakin lemah tapi Terryn dan Deva memutuskan untuk ti
Baca selengkapnya
Kebesaran Hati Sita
Panji berusaha berkonsentrasi dengan presentasi yang dilakukan asistennya itu, Bony memaparkan rencana pembangunan proyek terbaru mereka dengan semua keterkaitan skala besar mega proyek yang tengah mereka pegang.Peserta rapat sepakat jika pembangunan dilakukan secepat mungkin karena berbagai ijin telah mereka kantongi dan tidak ada masalah dalam pembebasan lahan. Sungguh tangan Midas kata para kepala divisi yang mengagumi tangan dingin Panji. Bony merapikan kertas kerjanya, dia sudah berulang kali melirik Panji yang lebih banyak terdiam dan menghela napas. Dia sudah hafal dengan bahasa tubuh Panji yang demikian.“Gak mau cerita Bos? Berat niih keliatannya?” Bony menyodorkan sekaleng minuman ringan yang dingin, menurutnya Panji butuh sesuatu yang segar untuk membuka pikirannya yang tengah ruwet.“Anak manja itu menghina Sita dengan telak, aku gak nyangka dia bertingkah semakin buruk. Oohh Tuhaan … Salah aku apa ….?" Panji mengusap kedua wajahnya, pemuda itu benar-benar terlihat lelah
Baca selengkapnya
Awal Malapetaka
Sheira melihat nomor kamar hotel di depannya dan mencocokkannya dengan isi pesan pengirim. Hatinya sedikit was-was karena baru kali ini dia ingin membicarakan pekerjaan tanpa didampingi Vero dan di sebuah kamar hotel pula. Sheira memutuskan bertemu karena nama pengirim pesan itu nama perempuan, Miranda.Dengan ragu Sheira mengetuk pintu dan tanpa menunggu lama seorang wanita terlihat dari balik pintu sambil tersenyum ramah, dia mengenakan setelan baju kerja yang formal. Sheira tampak sedikit bernapas lega. Pikiran negatif serta perasaan was-was yang menyelimutinya lenyap seketika.“Silakan masuk, maaf yaa saya meminta datang ke hotel karena setelah ini saya harus ke kota lain dan waktu saya hanya kosong di jam sekarang. Ayo masuk, jangan bengong di situ dong,” sambut Miranda dengan senyum ramah.Sheira melangkah pelan dan mengamati ruang hotel VIP yang luas dan berfasilitas lengkap itu. Dia duduk setelah Miranda mempersilakannya dan menyajikan minuman. “Maaf, tapi saya tidak minum
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status