All Chapters of Sang Legenda dalam Takdir Tuan Muda: Chapter 21 - Chapter 30
59 Chapters
21. Alasan Lainnya
“Jangan melebih-lebihkan ucapanku, Marvin! Itu hanya dugaan tak berdasar! Tidak semua yang aku katakan itu benar!”Laura sudah menjelaskan semua yang diketahuinya pada Simon, sehingga pemuda itu membentak keras Marvin yang baru datang bersama Avery dan Khari.“Hoi! Apa-apaan?! Kenapa kau bentak-bentak teman kami?!” balas Avery tak kalah kencang sambil mendongak pada Simon.“Jangan ikut campur masalah yang gak kau tahu, kurcaci!” tunjuk Simon pada Avery.“Oh? Mau pakai kartu itu? Ok. Aku terima, albino—““Shuss... shuss.” Marvin menutup mulut mereka dengan dua tangannya. “Berisik. Kita masih di perpustakaan.”Simon dan Avery menepis tangannya hampir bersamaan.“Berhenti menyebutku itu.” Simon masih menatap sinis Avery di balik kacamata hitamnya.Avery berkacak pinggang. “Kenapa? Gak suka disebut albino padahal kau memang albino? Setidaknya aku masih jauh lebih baik dari kau yang malah menutup seluruh keunikanmu itu.”“Jangan sok jadi hakim saat kau tidak tahu apa-apa tentangku!”“Itu s
Read more
22. Ruangan Penggemar
Aku sudah mendengar semua kronologi dari Marvin selama aku tak sadarkan diri di kampus setelah mendengar kabar kematian anak tengahku, Nathan. Setelah mendengarnya, aku justru tidak bisa tidur. Aku keluar dari kamarku dengan sebuah kunci di kantung pakaian tidur dan jaket tebal yang sedang aku kenakan.“Kamu mau ke mana? Besok kamu harus berangkat pagi ke kampus karena ada kelas Miss Yuli.”Aku tidak menggubris arwah itu dan tetap melangkahkan kaki menuruni tangga dengan langkah cukup cepat. Marvin hanya mengikutiku, dia tidak berkomentar apa-apa dan melihat saja ke mana aku menuju.Dari lantai empat ke lantai satu, aku tidak melihat pelayan sama sekali yang berlalu-lalang di rumah mewah ini. Besar kemungkinan mereka sudah terlelap di kamar khusus pelayan, atau kembali ke rumah masing-masing di saat pekerjaan mereka telah diselesaikan.“Tunjukkan padaku ruang kerja Papamu.” Akhirnya aku buka suara ketika kami ada di lantai dasar. “Sampai sekarang aku tidak tahu siapa nama papamu.”“Oh
Read more
23. Koran Petunjuk
“Jangan panik, Jovian! Jangan panik! Kita pasti bisa keluar dari sini! Aku akan cari caranya!” Aku melihat wujud transparan Marvin yang memancarkan aura biru gelap, melayang ke sana dan ke mari dalam ruangan dan menembus berbagai wujud padat yang berada di sekitarnya. Dengan tatapan datar, aku balas, “Aku tidak panik. Kau yang panik, Marvin.” “Bagaimana kau tidak panik saat terkunci di ruangan kedap suara seperti ini?!” Dia berhenti dan berteriak demikian padaku. “Karena ada kau di sini.” “Maksudmu?” “Kau ‘kan bisa menembus pintu itu dan—“ “Memberi tahu Bi Eva kalau kau terjebak di ruangan ini? Tidak bisa! Sampai sekarang aku tidak tahu caranya berinteraksi dengan benda hidup beda dimensi ini untuk memberi kode pada Bi Eva. Dia juga tidak punya indra ke-6 seperti Simon dan ... Mariana ... hmm...” Dia terdiam. Tanda tanya seolah muncul di atas kepalanya. Aku melipat tangan dan tersenyum miring ketika melihatnya sedang mengusap dagu dengan pandangan ke lantai. “Tidak apa. Kau masi
Read more
24. Terjebak Masa Lalu
Victor Albert Ray, aku akui dia berhasil membuat ketiga anakku menjadi seseorang yang sukses di bidang minat dan bakatnya masing-masing. Aku tahu itu setelah menemukan sebuah majalah yang terselip di tumpukan dokumen dalam laci meja. Majalah tersebut menjadikan wajah Victor sebagai sampul utama majalah di edisi tertentu tahun 1997—majalah terakhir yang menceritakan tentang Victor di usianya yang sudah menginjak 62 tahun dan berhasil menjadikan tiga keponakannya orang yang sukses. Bahkan masa tua dia juga memiliki karismanya tersendiri. Rambut yang tetap terawat meski sudah memunculkan uban yang hampir memenuhi rambut cokelatnya. Kerutan di ujung mata dan mulut juga tidak terlalu terlihat ketika tersenyum. Rupanya itu tampak seperti pria 10 tahun lebih muda dari umur seharunya. Di majalah yang lebih lama ketika Victor tampak lebih muda, rambut cokelat gelap lurus sering disisir rapi ke belakang dan iris mata hitam mengikuti ayahku. Sorot mata lembut penuh kehangatan dan senyum tulus y
Read more
25. Pintu Rahasia
“Ugh, aku lapar sekali.”Perutku seperti mengeluarkan gonggongan anjing yang menuntut makanan. Aku juga mulai merasakan sakit di sekitar perut. Apa mungkin asam lambungku naik? Ah, tidak. Aku tidak yakin pernah memiliki penyakit itu. Mungkin saja penyakit itu muncul dari tubuh Marvin? Ah, sepertinya tidak juga. Sekarang, tubuh ini milikku. Sudah seharusnya mengikuti kondisi semasa aku hidup dahulu. Seperti mengenakan kacamata ini misalnya.Tidak ingin berpikir terlalu berat, aku segera mengikat tali plastik yang aku temukan ini mengitari perut. Meski masih terasa lapar, setidaknya suara gemuruh itu tidak sering terdengar lagi.“Tadi Marvin bilang, papanya suka semua ceritaku. Dia juga punya beberapa ruang rahasia di rumah ini. Cerita-cerita awal J.T Ray mengenai detektif. Aku yakin pasti ada beberapa trik yang Philip gunakan di kehidupan sehari-harinya. Seperti ...” Aku bergumam sambil meradarkan mataku mengelilingi ruangan itu terutama di sekitar rak-rak buku. “Menjadikan buku sebuah
Read more
26. Respons Marvin
Ada konflik batin dalam diri Marvin ketika dia mendengar semua pikiran Jovian.Mungkin ada sekitar ratusan buku hanya di satu ruangan ini. Apakah aku akan mencoba satu per satu buku itu? Tentu tidak. Begitu pikirku.Aku tidak mungkin mencoba satu per satu yang pasti memakan waktu sampai pagi. Masih mending jika dugaanku itu benar, kalau tidak? Aku merutuki pemikiran sok tahuku yang sederhana itu.Tetapi setidaknya aku mencoba beberapa buku saja yang tampak mencurigakan atau yang posisinya terlihat berbeda dari barisan buku lainnya. Aku menarik beberapa buku bersampul tebal, bersampul tipis, hingga buku kecil yang terselip di antara buku-buku lainnya. Tidak ada yang berpengaruh.Marvin ingin sekali kembali ke tempat Jovian berada. Ingin sekali membantunya menemukan pintu rahasia yang dimaksud. Namun, ia sudah melewati gerbang luar wastu keluarga Alexander. Baru beberapa menit ia melayang, ia sudah mendengar berbagai pikiran Jovian.“Ayolah Jovian, jangan terlalu banyak berpikir. Kau is
Read more
27. Bantuan dari Pendahulu
“Marvin? Apa yang kau lakukan selarut ini di rumah Mariana?”Sosok transparan yang memiliki surai kelabu panjang hingga sebetis dan mata sebelah kirinya ditutup oleh sebagian rambutnya, menyisakan mata kanannya yang hanya diisi oleh bola mata putih tanpa pupil dan iris. Ia tidak menampakkan kaki, hanya pakaian putih panjang terjuntai. Ia muncul tepat di hadapan Marvin yang baru saja menembus pintu rumah depan.Seorang arwah wanita dari era 17-an bernama Rebeca Reynes, yang katanya membuat kutukan atau sumpah untuk dirinya sendiri agar bisa menjaga keturunan pertamanya hingga berhenti saat garis keturunannya selesai. Mariana adalah keturunan terakhirnya. Jika dia meninggal sebelum sempat menghasilkan keturunan, maka tugasnya telah selesai. Setidaknya itu yang Marvin tahu sekilas mengenai Rebeca yang katanya mati dibunuh karena dituduh sebagai penyihir oleh penduduk desanya ketika itu.“Hai, Rebeca. Maaf mengganggu waktumu. Aku ke sini untuk minta bantuan.”“Bantuan apa?”“Jovian dikunc
Read more
28. Kemampuan Terpendam
“Bagaimana? Apa kamu sudah bicara dengan Jovian untuk mengusut kematianmu?”Mariana bertanya setelah ia mendapatkan lampu hijau dari sepupunya agar mereka berdua nanti pagi akan ke rumah Marvin.“Aku rencananya ingin mendiskusikan itu pagi ini.” Marvin berpindah posisi ke hadapan Mariana yang sedang duduk di sofa panjang. “Tetapi dia tidak bisa tidur dan isi pikirannya tentang Nathan terus. Nathan itu anak tengahnya yang meninggal. Katanya dia ingin mencari petunjuk lainnya tentang Ethan, Nathan, Ryan.”“Hmm... Begitu ya.” Mariana menangguk paham.“Perihal tentangku dibahas nanti saja. Aku tidak punya kendali atas tubuhku lagi. Jika Jovian sudah kelar dengan prioritasnya, aku baru minta bantuannya untuk mencari kebenaran tentangku,” ucap Marvin penuh keyakinan.Mariana sedikit memiringkan kepala. “Apa tidak apa-apa bagimu?”“Maksud kamu?” tanyaku balik.“Kamu sudah mati pun masih memprioritaskan orang lain. Apa itu tidak apa-apa? Apakah kamu tidak merasa sedikit berat di jiwamu saat k
Read more
29. Keinginan Tertunda
Keberhasilan beberapa detik saja tidak membuat Marvin semakin berkembang lebih baik untuk bisa memusatkan pikirannya pada hal yang sederhana. Yaitu menangkap sebuah buku kecil yang dijatuhkan beberapa senti dari tangan Rebeca. Ia bahkan kesulitan kembali untuk menggunakan telekinesisnya. Pegang buku saja tidak bisa, apalagi menggerakkan barang tanpa disentuh.Alasan pikiran Marvin jadi terpecah karena ia baru terpikirkan tentang Jovian. Ia sama sekali tidak mendengar isi pikiran Jovian.Kapan terakhir aku tidak mendengarnya? Pikir Marvin. Oh, ya. Saat aku baru tiba di rumah Mariana dan bertemu Rebeca. Aku tidak ingat lagi ... Atau mungkin tidak dengar? Karena pikiranku beralih ke Rebeca dan Mariana? Entahlah.Marvin sedikit mempercepat laju layangnya di jalan yang lengang. Di perempatan depan, belok kiri ke arah jalan menuju rumah Simon. Sedangkan belok kanan, ke arah jalan pulang. Ada keinginan ke rumah Simon untuk sekedar bertemu atau mencura
Read more
30. Memahami Perasaan
Aku dapat simpulkan bahwa Marvin sudah melakukan perannya dengan sangat baik dan semasa hidupnya dia memiliki kemampuan telekinesis yang dia sadari ada dalam dirinya. Aku mengira diriku bisa menggerakkan benda tanpa disentuh pula, nyatanya tidak sama sekali. Kemampuan itu seperti melekat pada jiwa pemiliknya, terus mengalir hingga pemiliknya tak memiliki tubuh lagi.“Rebeca benar-benar seperti saksi sejarah. Dia pasti melewati banyak masa selama 200 tahun itu,” komentarku.“Rebeca juga pernah bilang,” lanjut Marvin, “Arwah yang ada di acara paranormal di TV atau penampakan-penampakan di tempat angker itu bisa hilang jika keinginan terdalam yang tak kesampaian selama hidup, bisa diraih.”Aku menatap bingung. “Keinginan terdalam? Bagaimana kita bisa tahu keinginan terdalam mereka?”“Bertanya langsung ke mereka atau mencari petunjuk jika mereka kesulitan berkomunikasi.” Marvin menunjukkan jari telunjuk. “Aku kasih satu contoh. Misalnya ada mati karena dibunuh. Dia bergentayangan dalam wu
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status