All Chapters of Sang Legenda dalam Takdir Tuan Muda: Chapter 41 - Chapter 50
59 Chapters
41. Membaca Suasana
“Akhir tahun 2025, jadwal maju seminar proposal. Awal tahun 2026 mulai penelitian dan pertengahannya nanti adalah maju sidang Tugas Akhir. Semester ganjil ini aku ambil 10 SKS dan 3 SKS pengulangan mata kuliah Kimia Dasar karena semester awal aku kuliah, nilaiku tidak tuntas.”“Apa itu SKS?”“Satuan Kredit Semester. Beban studi yang harus kau ambil dalam satu semester.”Marvin kembali menjelaskan istilah-istilah lainnya yang ada di kuliah. Terutama materi mata kuliah dasar yang perlu aku mengerti. Aku berusaha untuk fokus menyimak penyampaian Marvin mengenai kehidupan kuliahnya.Dari mentari masih terlihat dari jendela kamar, sampai hanya hitam yang tampak di luar jendela kamar. Aku tidak peduli kondisi di luar kamar yang aku kunci ini. Hanya Eva yang aku perbolehkan masuk untuk mengantar makan dan minum.Materi dasar Kimia dan beberapa turunannya seperti Kimia Organik, Kimia Fisik, dan Kimia Anorganik sudah aku pahami sedikit. Ketika masuk ke penelitian untuk seminar proposal, kelopa
Read more
42. Sorot Kamera
Intinya, aku hanya perlu bersikap senatural mungkin seolah tidak ada kamera yang menyorotiku. Itu yang aku dapatkan ketika Marvin menjelaskan singkat apa yang harus aku lakukan setelah keluar dari mobil yang disopiri oleh Will ini. Eric ikut keluar bersamaku, tetapi dia mengawasiku dari jarak tertentu. Mungkin sekalian mengarahkan anak buahnya dalam mengambil gambar pula.Will menurunkanku tepat di halte K yang paling dekat dengan gedung fakultas MIPA. Dengan alasan shooting, penjaga universitas memperbolehkan mobil pribadi memasuki jalanan kawasan gedung-gedung fakultas yang seharusnya hanya boleh dilewati oleh bus listrik fasilitas kampus. Aku tidak perlu menunggu bus dan menaiki bus menuju halte K lagi.Aku memperhatikan gedung MIPA itu sejenak. Tetapi fokusku sempat beralih ke seorang pria yang sedang membawa kamera besar di pundaknya yang kini berdiri di dekat pintu. Juga seorang wanita yang berdiri di sebelahnya, mengajaknya mengobrol. Aku curiga jangan-jangan mereka tim shootin
Read more
43. Amarah yang Mengherankan
Meski hanya mengambil gambar beberapa menit saja selama kelas berlangsung, aku dapat melihat dan menyimpulkan bahwa sebagian besar teman-teman sekelasku ini tidak nyaman juga beberapa di antaranya tampak tegang ketika kamera menyorot pada wajah mereka. Mungkin hanya Miss Yuli sendiri—wanita berkacamata yang tampil sederhana dengan sweter polos dan rok panjangnya—yang tampak biasa saja saat mengajarkan materi penelitian kualitatif menggunakan papan tulis sentuh. Dia mengajar penuh semangat, tanpa peduli ada tiga kamera di sudut kelasnya. Setelah kelas selesai, aku dimintai komentar lagi oleh wanita yang sama di depan pintu masuk fakultas. Kali ini aku membaca label nama di pakaian seragamnya. Ariel Ostrich . “Bagaimana kelas hari ini?” “Cukup baik, Ostrich. Aku paham materi yang disampaikan Miss Yuli,” jawabku singkat. Aku melihat satu per satu mahasiswa di kelas ini pergi keluar dari kelas. Ada yang melambaikan tangan padaku, dan aku lambai balik sambil tersenyum. Ada juga yang aku
Read more
44. Penyelamat menjadi Sobat
Matahari berada hampir di atas kepala. Awan-awan berarak dengan lembut seperti gumpalan kapas yang terbentang luas. Mereka tampak tidak setebal musim panas atau seputih musim dingin. Awan-awan gugur lebih tenang, terhuyung-huyung mengikuti irama angin musim gugur yang sejuk.Warna langit siang pun mengalami transisi yang memukau. Biru langit yang mendominasi masih menampilkan kehangatan musim panas, tetapi juga menyelipkan nuansa jingga yang khas musim gugur. Sinar matahari yang merambat melalui awan-awan, memberikan sentuhan emas pada pemandangan yang mengagumkan.Fasad kafe Mocha Matcha terbuat dari kaca besar yang memungkinkan cahaya alami masuk ke dalam ruangan. Filter agak gelap terpasang yang memiliki sensor otomatis untuk mengatur intensitas cahaya yang masuk, sehingga tidak ada kata silau ketika memilih tempat duduk di dekat jendela.Banyak tempat duduk di kafe ini yang menurutku nyaman untuk ditempati—seperti dekat jendela, pelataran lantai dua, atau dekat kasir. Akan tetapi,
Read more
45. Kutukan Rebeca
“Aku ingin memberdayakan semua kelebihanmu.” Begitu yang aku ucapkan pada Simon ketika aku kembali duduk di seberangnya. “Artinya adalah, ‘Aku ingin memanfaatkanmu’,” lanjut Mariana. “Seperti yang dikatakan kakak sepupumu.” Simon berhenti mengunyah sejenak dan keningnya berkerut. Ketika mulutnya sempat terbuka untuk membalas, Mariana sudah menyela. “Telan dulu makananmu, Simon.” Dia langsung menelan makanannya dalam sekali dorong, lalu segera berkata padaku, “Bukankah aku sudah bilang beri aku waktu istirahat sampai besok?” “Iya. Tetapi, aku membutuhkanmu sekarang. Terutama Marvin.” “Bukankah—“ “Mariana bersedia menceritakan tentang Rose agar aku bisa tahu di mana Ethan dan Ryan. Ya, aku tahu. Aku tahu itu,” potongku dengan ucapan cepat. “Meski begitu, untuk saat ini, aku butuh sekali... Bantuanmu, Simon. Karena ini menyangkut tentang teknologi dan sabotase.” Iris biru langit Simon menatapku dalam-dalam. Meneliti dari mata ke mata apakah aku sedang berkilah atau berkata apa a
Read more
46. Kedipan Mata
Rencana sudah tersusun dengan matang. Simon tahu apa yang akan dia kerjakan, Mariana tahu apa yang perlu dia bantu untuk sepupunya. Sekarang, tinggal giliranku yang menanggung konsekuensi sekaligus memastikan mereka berdua terjauh dari sorotan kamera.Sejujurnya aku ingin sekali menghubungi Laura untuk memastikan aku ‘aman’ selama berada di sekitar kampus ini. Statusnya sebagai artis di media sosial yang bernama instagram, aku yakin kru TFF ataupun Lucy dan dua putrinya mempertimbangkan aksi jahat mereka ketika aku bersama Laura. Ditambah, aku juga bisa meminta Laura untuk mengaktifkan tayangan langsung di media sosialnya yang segera ditonton oleh ratusan orang itu, supaya ‘mereka’ dapat menjaga sikap di tengah emosi yang menggelora karena aku mengacak-acak jadwal shooting acara ini. Meski hanya sementara, itu lebih dari cukup.Akan tetapi, aku tidak ingin Marvin lebih murka dari yang sudah aku perbuat sebelumnya. Aku berjanji pada Marvin untuk tidak melibatkan Laura pada masalah-masa
Read more
47. Kebetulan Tak Diinginkan
“Tuan Muda, kita sudah sampai.”Kesadaranku meningkat ketika ada yang menepuk pundakku. Kelopak mata terangkat perlahan. Sosok yang membangunkanku, awalnya tampak sangat buram, kini perlahan sedikit jelas.“Pak Sutradara sudah di luar mengatur stafnya. Sebaiknya Tuan Muda segera bangun.”Dari suaranya saja, aku mengenalnya sebagai William, sopir pribadi keluarga Alexander. Aku menerima julur tangannya yang sedang memegang kacamataku, lalu mengenakannya. Kini wujud Will tampak lebih jelas. “Kita sudah sampai mana?”“Genesis Pineval Hospital. Rumah sakit tempat Tuan Alexander dirawat.”Jawaban dari Will membuatku sadar sepenuhnya. Aku menoleh ke jendela, namun hanya ada deretan mobil-mobil lain di sebuah lapangan parkir yang luas. Langit yang awalnya berwarna biru tenang, kini berubah menjadi jingga, cukup untuk meyakinkanku bahwa perjalanan yang dituju dari universitas ke rumah sakit ini sangat lah jauh.Seperti sebelumnya di kampus, staf acara The Family Fame memastikan Rumah Sakit Ge
Read more
48. Tuan Muda Charles
“Maaf, kami sedang proses shooting.” Ostrich bicara baik-baik. “Tolong jangan buat interaksi dulu dengan Marvin.”Hanya gara-gara Dominic menyapaku, kami harus ketinggalan lift yang berangkat naik.“Shooting apa?” tanya Dominic yang juga terdengar masih baik-baik.“The Family Fame.”Dominic mengusap dagu dengan pandangan ke atas. Setelah dia ingat, dia berkata dengan tampang polosnya, “Oh, acara sampah itu.”Aku spontan menunduk dalam sambil mengunci mulutku rapat-rapat agar tidak ada suara tawa yang keluar.“Acara sampah kau bilang?!”“Sabar, Ostrich. Sabarlah. Kita di rumah sakit.”Sepertinya pria kameramen yang sering di sampingnya berhasil menahannya. Aku tidak tahu namanya siapa. Tidak berminat untuk melihat wajah temperamen wanita bernama Ostrich itu. Jika aku melihatnya, bisa jadi akan memperburuk suasana. Sehingga, aku hanya mendengar suara gerutu wanita itu akibat terprovokasi oleh Dominic.“Hey! Ada apa ini?” Eric yang baru tiba akhirnya turun tangan.“Dia mengganggu shooti
Read more
49. Menjenguk Philip
Ding.Pintu lift terbuka di lantai empat bangunan ini. Aku dan Will tidak dapat melanjutkan obrolan karena kami tiba di lantai yang dituju. Ternyata di lantai tersebut sudah ditunggu oleh beberapa staf yang mengambil gambar kami keluar dari pintu lift.Aku menapaki koridor yang tenang di lantai tiga bangunan VIP rumah sakit, di mana aroma hangat dari kayu cedar menyambut setiap langkah. Kehangatan aroma kayu tersebut seolah menyelimuti dengan lembut, menciptakan suasana yang nyaman dan menenangkan di sekitar.Koridor ini terang benderang dengan pencahayaan yang masih terbilang lembut, memancarkan suasana yang hangat dan ramah. Di dinding sepanjang koridor, lukisan-lukisan seni yang elegan menghiasi ruangan, menambah sentuhan artistik dan keindahan. Cahaya yang terpantul dari lantai yang bersih dan berkilauan menambah kesan kemewahan dan kebersihan ruangan.Aku melihat pintu-pintu yang terletak di sisi kanan dan kiri koridor, menuju ke ruang rawat inap khusus pasien VIP. Pintu-pintu in
Read more
50. Shooting TFF
Tidak butuh waktu lama untuk menunggu kehadiran Lucy, Vina, dan Viona tiba. Di belakang mereka ada dua kameramen yang akan menyorot momen hari ini. Lucy hadir dengan satu parsel buah di tangan. Lucy meletakkan parsel itu di atas meja bundar yang dikelilingi oleh sofa, lalu dia mencium pipi kanan dan kiri suaminya. “Bagaimana kondisimu?” tanya Lucy. “Tidak lebih baik dari hari ini.” Mata Philip mengarah padaku, lalu menyunggingkan senyuman. “Putra kesayangan Papa akhirnya berkunjung.” “Kami juga berkunjung, Pa!” sahur Viona sambil mengacungkan telunjuk. “Kalian kan hampir setiap hari,” ucap Philip tanpa melepas senyum. “Kemari, putri-putri kecil Papa.” Dia mengangkat kedua tangan. Vina dan Viona langsung memeluknya di saat bersamaan. Tanpa sengaja aku ikut tersenyum melihat mereka berpelukan. Aku membayangkan jika diriku diberi umur panjang di kehidupan pertamaku dan sedang memeluk anak-anakku yang beranjak dewasa. Membayangkan juga jika aku sedang memeluk menantuku, atau cucuku,
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status