Semua Bab JANGAN MENCINTAIKU, PAMAN!: Bab 101 - Bab 110
287 Bab
Keinginan Salah yang Telah Berubah
“Aku coba dulu.” Hide melepaskan tongkatnya, dan mencoba berdiri.Ayu yang ada di belakangnya, tampak mengulurkan tangan mencoba untuk menangkap apabila Hide akan jatuh.Pikiran konyol sebenarnya. Karena tentu saja Ayu tidak akan mungkin bisa menangkap tubuh Hide yang beratnya dua kali lipat dirinya, bahkan mungkin lebih.“Bisa…” Hide bergumam, melangkah dan menahan napas saat merasakan sedikit tarikan nyeri pada dadanya.Tapi tidak seburuk dugaan. Sakit tapi masih bisa tertahan. Maka Hide menegakkan punggung dan melangkah dengan lebih cepat.Hide puas. Percobaan itu berhasil. Maka Hide mengangkat ke dua tangan ke atas, sikap saat mengangkat katana. Tapi itu berlebihan. Nyeri yang datang membuat Hide kembali menurunkan tangan. Masih perlu waktu untuk memulihkan gerakan tangannya seperti dulu.“Itu sudah kemajuan. Maksudku, kau bisa berjalan tanpa tongkat.” Ayu mengatakan itu untuk menghibur, karena
Baca selengkapnya
Tamu Disaat yang Salah
“Bentuk kantor yang baru bagus sekali. Aku lebih menyukai yang ini,” katanya Ayu. kepada Kyoko, yang mendahuluinya menuruni tangga stasiun Ueno.Ruangan divisi pengolahan data menjadi lebih bagus, karena memiliki jendela lebar yang baru. Membuat suasana menjadi lebih lega dan segar. Mereka tadi baru saja mengunjungi Shingi Fusaya, dan sedikit melihat bagaimana ruangan mereka yang diperbaiki. Mereka boleh mengunjungi kantor, tapi tentu tidak untuk waktu lama.Ayu tadi menemani Kyoko yang ingin mengambil data dari komputernya yang belum sempat disimpan secara online. Hanya sebentar saja, dan kini sudah kembali berjalan pulang.Ayu tidak punya urusan untuk ke kantor, tapi akan menerima ajakan untuk keluar dari rumah ini dengan senang hati, agar pikirannya tidak menjadi terlalu liar. Khayalannya menjadi semakin mengkhawatirkan.
Baca selengkapnya
Liburan yang Menjadi Salah
TING TONG!Hide tersentak. Ia sudah lupa jika rumahnya memiliki bel yang masih berfungsi, karena memang seharusnya tidak ada orang yang datang ke rumah ini. Hide menurunkan laptop dari pangkuan dan bangkit. Sepanjang perjalanan ke depan, dilaluinya dengan keheranan yang semakin bertambah.Saat sampai di gerbang, Hide mendengar percakapan di luar pintu gerbang. Percakapan dengan nada marah. Hide menarik pintu gerbang sampai membuka, bersiap untuk mengusir siapa saja yang ada di sana, tapi malah mendapat kejutan.“Hai! Untunglah kau masih dirumah. Ini, aku membawa kedua orang tuaku. Mereka ingin bertemu denganmu.”Sakura mengawali dengan kebohongan, karena ia tahu persis Hide ada di rumah. Belum lama tadi, Hide membalas pesan dari Sakura yang bertanya tentang keberadaan dirinya. Hide menjawab seadanya karena tidak tahu tujuan Sakura bertanya. Dan saat Hide bertanya apa tujuannya, Sakura juga tidak menjawab. Kini tujuannya jelas, hanya alasannya
Baca selengkapnya
Pilihan Wajar yang Seharusnya Tidak Salah
Ayu merasa sangat bodoh.Bahkan dengan otaknya—yang saat ini jelas sedang menuju ke arah tidak waras, Ayu dengan mudah mengakui jika Hide adalah seorang pria yang tidak bisa dengan mudah diabaikan. Seseorang yang tentu saja akan menarik perhatian, dan tidak mungkin akan melajang dalam waktu lama.Akan ada waktu di mana Hide akan menikah—memiliki keluarga dan punya anak seperti normal pada umumnya. Pernikahannya dengan Karin gagal, tapi bukan berarti kehidupan percintaan Hide akan berhenti sampai di situ.Ayu tertawa pelan. Menertawakan dirinya sendiri, karena secara tidak sadar telah menganggap Hide akan bersikap seperti dirinya.Dirinya mungkin tidak menginginkan lagi keberadaan pria karena sakit hati—dan sekarang kebingungan, tapi tentu saja Hide tidak sama.Sangat mungkin bagi Hide untuk menginginkan wanita lain setelah bercerai dari Karin. Ayu tidak pernah memikirkan sejauh itu, dan kini merasa sangat naif, karena membayangkan
Baca selengkapnya
Kesalahan yang Menjadi Benar
Ayu tersadar dari lamunan saat ada dingin menetes membasahi punggung tangannya. Ayu mengangkat tangan, menengadah dan air yang lain mengikuti turun. Rintik hujan musim semi telah turun.“He… sempurna sekali.” Ayu tersenyum dan menutup mata. Bersandar dan mendongak, membiarkan air itu membasahi wajahnya. Remaja yang tadi bermain basket, berlarian pulang untuk berteduh, tapi Ayu tetap duduk.Hujan itu hanya rintik, tapi cukup untuk mendinginkan wajahnya, dan tentu bisa menyamarkan keadaannya terlihat porak-poranda.Keinginan Ayu untuk menahan tangis dan bersikap normal tentu hanyalah harapan, karena pada akhirnya butuh waktu lama sebelum bisa menahan air mataWajah Ayu saat ini sembab dan memerah. Air hujan akan bisa menyamarkan keadaan itu. Meski mungkin nanti harus menjelaskan kenapa memilih untuk basah oleh hujan dari pada berteduh.“YUMI!”Ayu tersentak dan membuka mata, tampak Hide berlari menuruni tangga, menyusul untuk menghampirinya. Ayu tidak heran. Hide tentu saja tahu tentang
Baca selengkapnya
Kebenaran yang Aku Tahu
Tapi Ayu masih merasa salah saat bibir Hide yang juga terasa hangat menyentuhnya. Ayu tahu jika diamnya adalah salah. Ayu tahu penerimaan itu adalah salah, tapi Ayu tidak tahu bagaimana menolak rasa hangat itu. Ayu tidak tahu bagaimana menolak bibir yang diinginkannya itu.Ayu pernah merasakan bagaimana bibir itu menyentuhnya dengan kasar dan menuntut, tapi yang ada saat ini jauh dari itu. Ayu tidak sedikitpun merasakan paksaan. Bahkan saat tangan Hide yang ada di tengkuknya, menyusup ke atas—di antara rambutnya dan mencengkram lebih kuat, Ayu tidak keberatan. Ayu tidak melawan.Rasa dingin yang dirasakannya karena hujan, tidak lagi penting. Kehangatan yang dibawa bibir itu, cukup mampu untuk membuatnya meleleh. Ayu bisa merasakan banyak hal yang tidak pernah terucap dari sentuhan bibir itu. Dan Ayu bisa merasakan bagaimana prinsip yang selama ini mencoba untuk dipertahankannya, semakin tipis dan akan habis, seiring dengan tarikan napasnya yang tersengal.Hide baru melepaskan Ayu setel
Baca selengkapnya
Mencari Jalan yang Benar Tapi Sulit
Dokter yang memeriksa tubuh Hide tentu saja ingin memaki jika bisa. Sayangnya dia tahu benar siapa Hide dan terpaksa menutup mulut, dan hanya terus bekerja mengganti perban Hide. Sebagai ganti, Ryu yang sejak tadi mengomel. Dia tidak habis pikir kenapa Hide terus berdiri dibawah hujan, dengan luka yang belum sembuh dan juga berani mengangkat tubuh Ayu. Dokter yang dibawanya sudah mengatakan luka itu tidak terbuka, juga menyarankan Hide untuk tidak mengangkat beban berat, tapi bagi Ryu teguran itu belum memuaskan. “Aku masih curiga kau ingin menyakiti diri sendiri. Kau yakin tidak ada pilihan lain? Bisa saja…” Ryu diam, karena akhirnya omelan itu mendapat tanggapan. Mata Hide yang menanggapi dengan pandangan yang mungkin bisa membuat salah satu nyawanya kadaluarsa. Ryu akhirnya beralih pada dokter yang merawat Hide. Ia sudah selesai membebat tubuh Hide dan merapikan peralatannya. Dia dokter Kuryugumi, dan membawanya ke sini sebenarnya beresiko, tapi Hide lebih tidak ingin mendengar
Baca selengkapnya
Keputusanku yang Benar
“Makan.”Ayu menoleh ke pintu dan melihat Hide masuk membawa meja kecil berisi sarapan.Ayu yang sejak tadi mengumpulkan nyawa, menatap Hide, beberapa detik, lalu rona wajahnya kembali. Suhu tubuh Ayu sudah turun, jadi tentu Ayu tersipu karena ingatannya akan ciuman itu. Ingatan Ayu berhenti persis beberapa saat setelahnya.“Kepalamu sakit?” tanya Hide, saat melihat Ayu memegang keningnya.“Iy… tidak… maksudku tidak.” Kepalanya sakit saat mencoba mengingat apa yang terjadi setelah ciuman itu, tapi Ayu tidak ingin mengeluhkannya. Ayu tidak ingin Hide bersikap baik kepadanya. Karena itu Ayu mengubah jawabannya setengah jalan.Usaha yang cukup bagus, tapi Hide tidak percaya sama sekali.“Apa… Bagaimana aku pulang kemarin?” tanya Ayu, menyela sebelum Hide bertanya lagi tentang kepalanya.“Kau pingsan, demam, aku memanggil dokter, dia memberimu itu.” Hide menunjuk obat yang ada di meja.KLANG!Sendok yang sudah diangkat oleh Ayu, terjatuh kembali ke mangkuk bubur saat Ayu memandang Hide den
Baca selengkapnya
Berani Karena Benar
Hide tidak bisa menjelaskan Sakura dengan jujur, tanpa menyebut Masaki. Keberadaan ayahnya termasuk hal yang disembunyikannya dari Ayu. Bukan hanya karena keterkaitan dengan Hayato, tapi juga karena Masaki tidak ingin bertemu dengan Ayu. Hide tidak ingin Ayu kecewa saat tahu Masaki tidak pernah ingin bertemu dengannya.“Aku bertunangan bukan karena ingin, tapi karena—katakanlah kewajiban,” kata Hide. Akan mencoba menjelaskan tanpa menyebut Masaki.“Ha? Alasan apa itu? Tidakkah…”“Aku memiliki kewajiban yang sama dengan Kaito Nakamura, karena itu aku mengambil Sakura sebagai tunangan. Bukan karena aku mencintainya, bukan juga karena aku memilihnya.” Hide menjelaskan dengan contoh dan Ayu dengan cepat mengerti.“Kau menikah karena ada yang menyuruh?” Ayu heran tentunya
Baca selengkapnya
Panggilan yang Benar
“Dia tidak ingin bertemu denganmu.” Ryu menjawab sebelum Hide bertanya.“Apa kau yakin sudah membujuk?” Hide mendecak, sambil mengusap rambutnya. Ia sudah tahu akan sulit, tapi tetap jengkel saat mendengar laporan Ryu.“Tentu saja sudah! Aku sudah mempertaruhkan nyawaku untuk bicara tentangmu kepadanya. Aku tadi sudah hampir yakin tidak akan keluar dengan selamat,” sergah Ryu. Meyakinkan Hide ia sudah bekerja keras.“Nyawamu masih lima, tidak perlu takut padanya,” balas Hide.“Nyawaku lima hanya berlaku untukmu! Baginya nyawaku hanya satu, dan jika dia memutuskan untuk membunuhku, maka aku akan mati saat itu juga!” Ryu membalas lebih keras.“Dia tidak akan membunuhmu. Kau terlalu berlebihan!” Hide menggerutu. Ketakutan Ryu pada orang itu tidak masuk akal menurutnya.“Tidak bisa membunuhku bukan berarti dia tidak mencoba. Kau mudah saja bicara, kau tidak berhadapan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
29
DMCA.com Protection Status